Rhea membereskan dokumen yang ada di atas meja kerjanya. Saat ia akan memasukkan satu lembar terakhir, ia terhenti. Ia membaca dokumen yang tidak asing baginya.
Dokumen itu, ia dapat dari Nicko ketika di Thailand dulu. Meski sudah satu bulan berlalu, tapi kejadian di Thailand masih melekat di kepala Rhea. Rhea menghela nafas dengan kasar.
Tidak! Tidak boleh begini! Rhea kemudian mengambil banyak kertas yang tertumpuk tebal. Ia kemudian menumpuknya di atas satu dokumen tadi. Dengan tujuan, supaya dokumennya sulit ditemukan, karena Rhea tidak bisa membuangnya. Itu adalah salah satu dokumen penting.
Setelah itu, Rhea berdiri dan berkacak pinggang. Ia kembali menghembuskan nafas dengan keras dan merapatkan bibirnya. Ya. Masa lalu tidak boleh muncul lagi di saat seperti ini. Pikirnya.
"Rhe?"
Tiba-tiba, Rhea mendengar seorang perempuan memanggilnya. Bu Wanda, kepala manajer tempat Rhea bekerja. Rhea pun menoleh ke arah pintu, asal Bu Wanda memanggilnya.
"Iya, Bu?" jawab Rhea.
"Kamu sudah siap?" tanya Bu Wanda lagi.
"Siap, Bu." Rhea mengangguk sambil tersenyum.
Rhea lalu berjalan memutari meja kerjanya. Ia berjalan ke arah Bu Wanda. Dengan membawa tasnya.
"Aku sudah melakukan reservasi di satu restoran. Kita tinggal datang. Aku mengajakmu untuk menemui seseorang di sana," kata Bu Wanda setelah Rhea sudah ada di sampingnya.
"Baik, Bu," jawab Rhea. Mereka berdua kemudian berjalan keluar kantor.
***
"Pak Krisna, kepala manajer PT. Baeda ingin bertemu untuk membicarakan sesuatu," kata Bu Wanda.
"Kepala manajer PT. Baeda?" ulang Rhea untuk bertanya.
"Iya. Tempat kerja Nicko. Kamu sudah kenal saat di Thailand kan?" tanya Bu Wanda.
"I ... Iya, Bu," jawab Rhea sedikit canggung. "Maafkan saya, saat di Thailand saya kurang maksimal. Dan kembali lebih cepat dari perkiraan," kata Rhea lagi.
"Tidak apa-apa. Nicko sudah menelfon dan menjelaskan semuanya padaku," Jelas Bu Wanda. Mendengar kalimat Bu Wanda, Rhea berpikir.
"Apa, Anda dekat dengan Pak Nicko?" tanya Rhea.
"Aku dan ibunya sudah berteman cukup lama. Kasihan ibu Nicko. Dia mengalami kecelakaan sebelum pernikahan Nicko," kata Bu Wanda.
Rhea terdiam sesaat. Membuatnya mengingat kembali masa itu. Betapa terpukulnya Nicko saat ibunya meninggal. Setengah tahun setelah ibu Nicko tiada, mereka menikah.
"Aku sendiri berada di luar negeri, saat Nicko menikah. Jadi, tidak bisa menghadiri pernikahan Nicko saat itu," jelas Bu Wanda. Rhea mengangguk-anggukkan kepala, dan tidak menanggapi apapun kalimat Bu Wanda baru saja.
"Bahkan, sampai sekarang aku tidak tahu, istri Nicko," kata Bu Wanda lagi.
Membuat Rhea menengok ke arah Bu Wanda cepat. Rhea kemudian hanya tersenyum canggung mendengarnya. Ia segera meminum air putih di depannya, untuk menenangkan diri.
"Oh iya! Aku juga mendengar, saat di Thailand, kamu mengalami kesulitan untuk menginap di hotel, ya?" tanya Bu Wanda, mengalihkan pembicaraan. Membuat Rhea kembali melihat Bu Wanda.
"Iya, Bu," jawab Rhea. Lalu, Rhea menjelaskan kejadiannya pada Bu Wanda.
"Jadi, bagaimana kamu bermalam di sana? Karena aku dengar, kamu juga tidak meminta biaya kembali kalau kamu menginap di hotel menggunakan uangmu?" tanya Bu Wanda.
"Oh ... Waktu itu, ada seorang teman yang menolong saya. Dia mau berbagi kamar dengan saya," jawab Rhea dengan canggung dan merasa aneh.
"Teman? Aku baru tahu soal ini? Bagaimana kamu bisa mendapat teman perempuan di sana?" tanya Bu Wanda lagi. Membuat Rhea terhenyak mendengarnya.
Rhea amat kebingungan bagaimana menjawab pertanyaan Bu Wanda. Ia menjadi setengah panik. Bertepatan saat itu, ponsel Bu Wanda berbunyi. Membuat Bu Wanda melupakan pertanyaannya pada Rhea.
"Ah, maaf ya Rhe. Sebentar," ujar Bu Wanda.
Bu Wanda lalu mengangkat panggilan masuk di ponselnya. Membuat Rhea bisa menghela nafas leganya. Ia tidak jadi menjawab pertanyaan Bu Wanda.
Sekian detik, setelah Bu Wanda selesai menerima telepon, beliau mematikannya. Kemudian memasukkan ponsel ke dalam tas. Rhea menjadi panik kembali, jika saja Bu Wanda ingin bertanya lagi hal yang sama.
"Bu, ngomong-ngomong kenapa pak Krisna belum sampai juga, ya?" tanya Rhea, segera mengalihkan fokus Bu Wanda dari pertanyaan tadi.
"Iya, ya? Aku akan menghubunginya dulu," ujar Bu Wanda, kembali mengeluarkan ponselnya. Membuat Rhea menghela nafas lega untuk kedua kali.
Namun, sekian detik sebelum Bu Wanda menghubungi pak Krisna, seorang pria nampak berjalan masuk ke dalam restoran. Membuat Bu Wanda mengurungkan niatnya untuk menelpon. Tidak begitu jelas dari jauh. Rhea dan Bu Wanda terus menatap ke arah laki-laki itu.
"Itu pasti pak Krisna!" seru Bu Wanda antusias.
Rhea pun menunggu, dan terus memperhatikan. Namun, ketika sudah dekat dan jelas, membuat Bu Wanda terkejut. Apa lagi Rhea, yang sampai melebarkan kedua matanya. Pria yang datang, bukan pak Krisna, sesuai penjelasan Bu Wanda tadi. Melainkan Nicko.
Nicko berjalan ke arah Bu Wanda dan Rhea. Bu Wanda segera berdiri untuk menyambut Nicko. Rhea pun juga ikut berdiri dengan ragu. Rhea merasa harus kembali mengontrol hatinya yang sedikit canggung.
"Lho! Nicko?! Kenapa kamu bisa ada di sini?!" tanya Bu Wanda setelah Nicko sudah berada di samping mereka.
"Apa kabar, Bu. Saya menggantikan pak Krisna yang kebetulan hari ini tidak bisa hadir," jelas Nicko. Ia juga mengulurkan tangan ke arah Bu Wanda untuk menjabat tangan Bu Wanda.
"Oh begitu?" Bu Wanda nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Beliau membalas jabat tangan dari Nicko. "Aku pikir kamu masih di Thailand?" tanya Bu Wanda lagi.
"Sudah tiga hari yang lalu, saya kembali ke Indonesia," jelas Nicko.
"Syukurlah, proyek di Thailand sudah selesai," ujar Bu Wanda.
"Hari ini, saya mewakili pak Krisna, akan menyampaikan apa yang akan dikatakan pak Krisna pada Anda. Tidak apa-apa, kan?" tanya Nicko.
"Tentu saja. Aku percaya padamu. Kamu laki-laki muda dengan segudang prestasi. Tidak mungkin aku menolaknya," kata Bu Wanda lagi.
Nicko tersenyum sembari menganggukkan kepala. Bu Wanda pun terlihat senang, karena Nicko sudah seperti keponakannya sendiri. Sedangkan di sana, Rhea hanya berdiri terdiam dengan canggung.
"Oh iya! Aku sampai lupa. Aku membawa Rhea ke sini," ujar Bu Wanda lagi. "Kalian sudah bertemu di Thailand, kan?" tanya Bu Wanda.
Nicko yang saat itu, menghadap ke arah Bu Wanda, memiringkan kepala, melihat ke arah Rhea. Rhea kembali mencoba menenangkan diri dan perasaan. Rhea membalas tatapan Nicko.
"Tentu saja saya ingat," kata Nicko. "Pak Krisna, tidak mengatakan kalau anda akan membawa orang lain," lanjutnya.
"Bu Wanda, akan membawa arsitek perempuan muda, bernama Rhea. Apa, kamu yakin bisa menggantikanku menemui beliau?"
Suara pak Krisna untuk Nicko terlintas di kepala Nicko. Nicko berbohong jika ia tidak tahu Bu Wanda mengajak Rhea. Justru, karena tahu Bu Wanda membawa Rhea, Nicko segera menawarkan diri untuk menggantikan pak Krisna.
"Benarkah?!" tanya Bu Wanda. Membuat Nicko kembali fokus pada Bu Wanda yang ada di hadapannya.
Nicko kemudian melihat Rhea lagi. Ia lalu berjalan mendekat ke arah Rhea. Rhea masih hanya diam. Setelah berada di depan Rhea, Nicko mengulurkan tangan pada Rhea.
"Jadi, kita bertemu lagi?" tanya Nicko pada Rhea.