Rahasiakan Hubungan Ini

1146 Kata
Rhea memasuki pintu utama PT. Baeda. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang utama. Begitu datang, Rhea disuruh untuk ke lantai tiga. Rhea berjalan menuju ke arah lift. Setelah sudah di depan lift, Rhea memencet tombol lift, dan menunggu pintu lift dibuka. Sembari menunggu, Rhea melihat-lihat sekitar. Mata Rhea terhenti, ketika Rhea melihat ke salah satu papan informasi, yang ada di sampingnya. Rhea berjalan mendekat dan membacanya. Di papan itu, ada beberapa foto. Salah satunya adalah Nicko. Di sana, tertulis jika Nicko adalah salah satu arsitek yang sangat berprestasi di PT. Baeda ini. Rhea memperhatikan gambar Nicko di sana. Membuatnya teringat saat masih kuliah dulu. Tidak berbeda jauh saat mereka masih kuliah dulu. Nicko selalu bersinar. Membuat ada yang tergerak di dalam hatinya. Sekian detik kemudian, pintu lift terbuka. Rhea kemudian berjalan memasuki lift. Menuju ke lantai tiga. Ketika sudah berada di lantai tiga, pintu lift terbuka. Rhea keluar dan mencari kantor khusus departemen arsitek. Dari jarak yang tidak jauh, Rhea bisa melihatnya, dan mendekat. Ketika sudah sampai di depan kantor, Rhea memperhatikan sejenak. Sudah terlihat Nicko ada di dalam. Ia sedang bersama seorang laki-laki yang lebih tua, berbicara dengannya. Mereka berdua tidak tahu kalau Rhea sudah berada di depan kantor. Rhea lalu perlahan maju mendekat ke arah pintu kantor. Ia kemudian mengetuk pintu kantor, membuat Nicko dan orang yang bersamanya menoleh ke arah pintu. "Permisi? Apa, ini benar kantor B1?" tanya Rhea. Nicko yang baru tahu, diam melihat Rhea bertanya. Sedangkan laki-laki yang bersama Nicko tadi, segera berbalik ke arah pintu. Nampak menyambut Rhea. "Betul. Silahkan masuk," ujar laki-laki tadi. "Terima kasih, jawab Rhea. Ia pun melangkah memasuki kantornya. Setelah Rhea masuk, Rhea akan memperkenalkan dirinya. "Kenalkan, saya ...," "Rhea dari PT. Xena, kan?" potong laki-laki tadi. Mengurungkan niat Rhea untuk memperkenalkan diri. "Betul, Pak," jawab Rhea. "Bu Wanda sudah menelpon tadi pagi," kata laki-laki itu lagi. Rhea diam memperhatikan laki-laki yang berdiri di samping Nicko itu. "Ah! Kenalkan. Aku, kepala manajer di PT. Baeda ini," ujarnya. "Oh ... Jadi, Anda Pak Krisna?" tanya Rhea. "Benar," jawab pak Krisna nampak antusias. Rhea memperhatikan pak Krisna sejenak. Rhea pikir, pak Krisna seumuran dengan Bu Wanda. Tapi, jika dilihat dari wajahnya, sepertinya masih lumayan jauh lebih muda dari Bu Wanda. "Kamu, datang pagi sekali?" tanya pak Krisna. "Saya pikir malah sudah terlambat, Pak?" balas Rhea. "Karena di PT. Xena, saya sudah masuk jam segini," lanjutnya. Pak Krisna hanya tertawa mendengarnya. "Baiklah. Karena kamu sudah ada di sini, jadi kamu sudah mulai bergabung. Selamat datang di PT. Baeda," kata pak Krisna. "Terima kasih, Pak. Mohon bimbingannya," tanggap Rhea. "Bukan aku yang akan membimbing. Tapi Nicko," ujar pak Krisna dengan menepuk pundak Nicko yang masih di sampingnya. Rhea kemudian melihat ke arah Nicko. "Ah. Selamat pagi pak Nicko. Saya Rhea. Mohon bimbingannya," kata Rhea pada Nicko dengan sopan. Nicko hanya diam ketika Rhea memperkenalkan diri padanya. "Baiklah. Kalau begitu, aku tinggal dulu, ya," ujar pak Krisna pada mereka berdua. Nicko dan Rhea mengangguk setelah pak Krisna pamit. Pak Krisna lalu berjalan keluar kantor. Sekarang, hanya tinggal Nicko dan Rhea yang ada di kantor. Setelah pak Krisna keluar kantor, Rhea menoleh ke arah Nicko. Pergantian wajah Rhea yang awalnya ramah, berubah total menjadi standar. Membuat Nicko sedikit bingung melihatnya. "Jadi, apa yang harus aku kerjakan pagi ini?" tanya Rhea dengan nada datar. "Wah, kamu langsung berubah mengenaliku. Padahal tadi kamu baru saja memperkenalkan diri padaku," ujar Nicko. "Bukankah kamu sendiri yang terlihat tidak mengenaliku?" "Aku? Kenapa kamu bisa bilang begitu?" "Tadi, kamu diam saja saat aku mengetuk pintu dan baru datang." "Apa, jangan-jangan kamu ingin aku menyambutmu?" tanya Nicko menggoda. Rhea segera menoleh ke arah Nicko. Ia menatap Nicko dengan tatapan tajamnya. "Wah, lihatlah pandanganmu yang berubah menjadi galak." "Sudahlah. Berhentilah bermain-main. Aku ke sini untuk bekerja," ujar Rhea. "Siapa yang bilang kamu ke sini untuk bercanda dan bersenda gurau?" balas Nicko. Rhea makin mengkerutkan kedua alisnya. Sedikit bingung dengan ungkapan Nicko padanya. Kenapa Nicko bisa membalik kalimat seperti ini? Jelas-jelas yang mengajak bercanda dari tadi adalah dirinya. "Ayo, ikuti aku," kata Nicko yang mulai berjalan. Rhea pun mengikuti Nicko di belakangnya. Nicko berjalan ke arah meja dengan satu komputer di atasnya. Di dalam ruangan itu, ada beberapa meja dengan komputer masing-masing satu. "Meja ini, nantinya akan menjadi tempat kerjamu," kata Nicko menunjukkan meja kerjanya. "Ya. Terima kasih," kata Rhea yang langsung duduk di meja kerjanya. "Jadi, apa yang harus aku kerjakan untuk hari ini?" tanyanya lagi setelah meletakkan satu tasnya di samping kursi. "Kamu pelajari dulu semua tata letak yang akan menjadi proyek kita nanti." Nicko memberikan beberapa lembar kertas lebar yang ia bawa dari tadi. Rhea menerima dan memperhatikannya. Nicko lalu berjalan ke arah lemari, mengambil beberapa lembar lagi. Ia memberikannya pada Rhea lagi. "Ini juga," kata Nicko menambahkan lembaran kertas pada Rhea. "Aku mengerti," kata Rhea dengan antusias. Nicko memperhatikan wajah Rhea yang nampak sumringah setelah mendapat kertas dari Nicko. "Katakan. Kenapa kamu terlihat semangat sekali bekerja?" tanya Nicko. "Kenapa aku harus mengatakannya padamu?" balas Rhea yang berubah masam kembali. Membuat Nicko tersenyum heran dibuatnya. Nicko kembali ingin mengatakan sesuatu pada Rhea. "Kamu ...," "Sudah waktunya bekerja. Bisakah kamu tidak menggangguku?" potong Rhea begitu saja. Membuat Nicko menghentikan kalimatnya. Nicko diam tercekat mendengar Rhea. Tapi, kemudian tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. "Baiklah. Sekarang memang waktunya bekerja," ujar Nicko yang menjauh dari meja Rhea. Nicko berjalan ke arah mejanya. Di mana yang berjarak sangat dekat dengan meja Rhea. Rhea tahu, jika Nicko duduk di meja yang sangat dekat dengannya. Membuat Rhea menautkan kedua alisnya. "Itu, meja kerjamu?!" tanya Rhea. "Ya." Nicko menaikkan kedua alisnya. "Dari awal, aku sudah di sini," kata Nicko santai. Rhea tidak habis pikir dengan Nicko. Kenapa ia memilihkan meja kerja yang sangat dekat seperti ini? Padahal, masih sangat banyak meja-meja kosong di dalam ruangan yang lebar ini? "Kalau begitu kenapa aku tidak dipilihkan meja lain saja?" ungkap Rhea. "Rhea? Kenapa kamu selalu mengaitkan perasaan pada pekerjaanmu?" kata Nicko. Membuat Rhea terkejut mendengarnya. "Mau kamu di meja manapun, tetap saja kita harus bekerja. Tidak perlu meributkan soal ini," lanjutnya. Rhea kehabisan kata-kata mendengar ungkapan Nicko itu. Ia sedikit menganga, tidak percaya dengan kalimat Nicko. Tapi, jika ia membalasnya pun, ia tetap akan kalah. Pada akhirnya, ia hanya bisa menghela nafas panjangnya. "Kalau begitu, rahasiakan hubungan kita!" pinta Rhea setelah kembali menata hati. Membuat Nicko menoleh heran. "Memangnya, sekarang kita ada hubungan?" tanya Nicko. "Maksudku, kalau kita ini adalah mantan suami istri." "Memangnya kenapa?" tanya Nicko lagi. "Aku, menjadi rekan kerjamu di perusahaan ternama. Juga menjadi junior yang kamu bimbing. Kalau orang tahu, kita pasangan yang pernah bercerai, apa kamu pikir itu bagus untuk masa depanku?" jelas Rhea. Membuat Nicko terdiam mendengarnya. "Aku harap kamu mengerti," tambah Rhea lagi dengan wajah dingin. Rhea lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Nicko mau tidak mau juga tidak bisa membalasnya. Ia pun memulai pekerjaannya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Lagi-lagi, ia tidak bisa menjelaskan apa itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN