Tanggung Jawab Arsitek

1171 Kata
Diana melangkahkan kakinya memasuki kantor dengan menghentakkannya. Ia menahan emosinya, dan hanya bisa menyalurkannya lewat beberapa bagian tubuhnya. Mengingat kejadian di kantin yang membuatnya sangat kesal. Diana yang sudah masuk kantor, langsung berjalan ke arah galon air minum. Ia mengambil gelas di sana dan memenuhi gelasnya, lanjut meminumnya sampai habis dengan cepat. Anton, Wisnu, maupun Rhea yang masih bersama, memperhatikan Diana dengan sikap anehnya. "Ada apa denganmu, Di? Sepertinya kamu sangat kehausan sekali?" tanya Wisnu yang mendekat ke arah Diana. "Ini semua gara-gara laki-laki manja di kantin!" jawab Diana dengan kesal. "Laki-laki manja?" ulang Anton. "Siapa yang kamu maksud?" "Aku juga tidak tahu. Aku belum pernah melihatnya di perusahaan ini sebelumnya. Kalau dia anak baru, sepertinya dia sangat tidak tahu diri!" kata Diana lagi. Rhea semakin bingung dengan ungkapan Diana dan penasaran, siapa yang dimaksud? "Memangnya apa yang dilakukannya padamu?" tanya Wisnu. "Dia tidak mau mengalah padaku soal air minum. Juga sudah membuatku malu, karena membuat kami berselisih dan semua orang yang ada di kantin menjadi melihat. Apa seperti itu bisa disebut sebagai laki-laki?" kata Diana lagi. "Benarkah?" tanya Anton yang juga ikut mendekat ke arah Diana. "Selain itu, dia menyuruhku meminum air dari botol bekasnya." Diana menunjukkan botol yang berisi setengah air bekas Candra tadi, di tangannya. "Kalau aku bertemu dengannya lagi, aku ingin menyumpal mulutnya dengan botol ini!" tambah Diana masih dengan nada yang sama. "Ya. Aku pastikan akan membantumu untuk melakukannya," ujar Anton. Tidak lama setelah itu, Candra memasuki kantor. Diana membelakangi pintu, sehingga tidak tahu. Anton dan Wisnu yang sedang menghadap ke pintu, melihat Candra memasuki kantor. "Pak Candra, baru datang?" sapa Wisnu. "Iya," jawab Candra singkat, melambaikan tangan ke arah mereka. "Pak Candra, ini adalah arsitek perempuan satu lagi yang ingin aku kenalkan padamu," ujar Anton. Membuat Candra berjalan ke arah mereka. Saat itu, Diana pun menoleh ke arah belakang. Betapa terkejutnya ia ketika tahu, orang yang baru dibicarakannya, muncul saat ini juga. "Ini adalah Pak Candra. Arsitek senior juga di sini. Sama dengan pak Nicko." Baik Diana, maupun Candra, sama-sama terkejut. Tapi, Candra segera memberikan ekspresi wajah santai. Ia bahkan membenarkan kerah bajunya, seolah bangga. Sedangkan Diana, hanya merapatkan bibirnya karena semakin kesal. Melihat ekspresi mereka berdua yang seperti itu, membuat Anton dan Wisnu heran. "Kenapa? Apa jangan-jangan, kalian sudah saling kenal sebelumnya?" tanya Anton. Diana tidak menjawabnya. Ia lalu memberikan botol minuman air yang ia bawa itu, pada Anton. Diana memberikannya dengan setengah menepuk botolnya di tangan Anton. Membuat Anton terhenyak sesaat. "Ini. Bukankah katamu ingin membantuku menyumpal mulutnya? Sumpal-lah mulutnya dengan ini!" ujar Diana dengan kesal. Kemudian Diana pergi menjauh. Anton dan Wisnu ikut terkejut, karena baru tahu juga. Ternyata yang dimaksud Diana adalah pak Candra. Sedangkan pak Candra, masih dengan ekspresi santainya. "Memang benar kata kalian. Dia sangat judes," lirih pak Candra pada Anton dan Wisnu. Kemudian, ia berjalan ke arah meja kerjanya. "Sepertinya, banyak kejadian aneh hari ini," ujar Wisnu pada Anton, dengan setengah berbisik. "Ya. Mendadak, kenapa ruangan ini terasa sangat ramai ya?" tanggap Wisnu. "Kalian semua! Kita rapat sekarang juga!" Tiba-tiba, suara Nicko yang baru datang, membuyarkan suasana riuh di dalam kantor. Mereka semua yang ada di dalam kantor, menoleh ke arah Nicko. Perintah rapat Nicko kali ini, sepertinya menjadi sesuatu yang penting? "Semuanya?" tanya Candra. "Apa aku harus mengulanginya?" kata Nicko. Nicko lalu berbalik kembali kembali keluar. Semua yang ada di kantor itu, segera berjalan keluar, mengikuti Nicko. Mereka semua menuju ke ruang rapat, di mana pak Krisna juga sudah ada di sana. Semuanya duduk di tempat masing-masing. Suasana di dalam ruang rapat menjadi hening. Membuat semuanya pun diam, dan menunggu aba-aba dari pak Krisna. "Ada sebuah kejadian besar yang patut kita bahas untuk hari ini," ujar pak Krisna memulai kalimat rapat. Semuanya menjadi hening. "Aku mendapat laporan dari gedung B4, kalau bangunan di sana mendapat masalah. Bangunan B4 yang sekarang sudah menjadi salah satu gedung apartemen, telah roboh! Dan kita mendapat komplain besar, karena letak kesalahannya adalah desain dari arsitek itu," jelas pak Krisna. Semuanya menjadi terkejut. "Roboh?!" tanya Candra. "Ya. Penyebabnya adalah kesalahan tulang penguat pada pondasi. Kesalahan lain adalah penempatan yang tidak pas." "Ngomong-ngomong, siapa arsitek yang mendesain waktu itu?" Anton gantian bertanya. "Dia sudah tidak bekerja di sini lagi," kata Nicko secara tidak langsung menjawab pertanyaan Anton. "Sekarang, kita tidak perlu membahas soal itu dulu," kata pak Krisna. "Tugas kita adalah melakukan pembenaran desain. Masalah lain yang terjadi di sana adalah, saat bangunan itu roboh, sudah memakan beberapa korban jiwa. Itulah kenapa tugas arsitek menjadi sangat penting di sini!" lanjut beliau. Semuanya kembali menjadi hening. Saat seperti ini, mereka semua menjadi lebih berpikir, jika tanggung jawab arsitek bukan hanya soal keindahan estetika, namun juga keselamatan para penghuni hasil desain mereka. "Nick, aku serahkan tugas ini padamu," kata pak Krisna. "Nanti sore, datanglah ke gedung itu untuk melakukan cek lokasi. Juga, segera lakukan pembenaran secepat mungkin!" pinta pak Krisna lagi. "Baik, Pak," jawab Nicko. "Aku harap, kalian semua bisa belajar dari sini. Untuk sementara waktu, ke depannya kita akan sangat sibuk. Sekarang, silahkan kembali ke kantor kalian dulu," ujar pak Nicko lagi. Semuanya akhirnya berdiri. Saat itu, Rhea merasa ada yang salah dengan dirinya. Saat rapat, ia menjadi tegang. Karena saat di gedung C2 kemarin, ia juga yang sudah membuat kerangka untuk pondasi dasar. Saat semua orang sudah kembali ke kantor, Nicko segera berjalan ke arah meja dan mengambil kontak mobilnya. Tentu saja, ia segera buru-buru ke tempat kejadian sekarang juga. "Lho, Nick! Mau kemana kau?" tanya Candra. "Mana lagi? Tentu saja aku akan ke gedung B4!" jawab Nicko. "Bukankah kata pak Krisna kau bisa ke sana nanti sore?" "Untuk apa menunggu nanti kalau sekarang aku bisa melakukannya?" jawab Nicko yang terus berjalan keluar. Tanpa memperdulikan apa-apa lagi, Nicko sudah menghilang dari ruangan itu. Rhea yang juga bisa melihat Nicko keluar, berpikir sesaat. Ia sendiri segera mencari dokumen berkas hasil desain di C2 kemarin. Bangunan itu nantinya juga akan menjadi apartemen. Waktu di C2 kemarin, Rhea sudah memberikan hasil desainnya pada kepala pekerja. Saat itu, Rhea yang memutuskan sendiri untuk mengubah sedikit struktur pondasi, tanpa memberitahu Nicko, karena Nicko sedang sibuk. Dan kepala pekerja memintanya untuk cepat. Membuat Rhea berpikir, apa jangan-jangan ia akan melakukan kesalahan juga? Rhea segera membawa berkas dokumen itu. Ia lalu berjalan setengah berlari untuk keluar, mengejar Nicko. Nicko, tepat berada di depan lift, menunggu pintu lift terbuka. "Pak Nicko!" panggil Rhea setengah berlari ke arah Nicko. Membuat Nicko menoleh ke arahnya. "Ada apa?" tanya Nicko heran melihat Rhea sudah berlari ke arahnya. "Pak. Saya ingin bertanya sesuatu soal struktur bangunan di C2 kemarin," kata Rhea. "Rhe. Sekarang bukan saatnya membahas soal itu. Kamu tahu kan, ada sesuatu yang lebih penting yang harus aku kerjakan saat ini!" "Pak. Tapi ini juga penting!" ujar Rhea sambil berusaha menunjukkan hasil desain yang ia bawa kemarin. "Nanti saja saat aku kembali dari B4. Aku pergi dulu!" ujar Nicko. Tepat saat itu, pintu lift terbuka. Membuat Nicko segera masuk ke dalam lift. Rhea pun tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya melihat Nicko masuk ke dalam lift, dan pintu lift kembali tertutup. Sekarang, apa yang harus dilakukannya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN