Bab 20

2058 Kata
"Kau baik-baik saja, Fre?" Fresya mengangguk, menanggapi pertanyaan Tuan Callisto. Dia sudah dapat bangun,juga ke luar kamar. Sekarang mereka berada di aula, setelah makan malam yang sedikit diwarnai ketegangan karena terjadi beberapa guncangan, mereka berpindah ke aula. Tuan Callisto ingin memeriksa apa penyebab gempa kecil itu. Meskipun sudah tahu pasti dikarenakan Ameris yang tidak stabil, pria berusia ribuan tahun yang tampan itu ingin mencari penyebabnya lebih detail. Ia memang tidak mendapatkan apa-apa, guncangan itu sama seperti guncangan lainnya yang sering terjadi sejak Ameris tak lagi memiliki penyangga utama. "Bagaimana dengan Cygnus, apa dia bisa bekerjasama dengan Andromeda?" tanya Callisto lagi. Ia sangat penasaran. Itulah sebabnya ia mengajak mereka semua ke sini, selain untuk mencari tahu penyebab guncangan, ia juga ingin mengetahui keadaan Fresya dan kekuatan sihir baru yang telah dibangkitkannya. "Apakah kau dapat mengendalikannya?" Sekali lagi Fresya mengangguk. "Kupikir mereka berteman," jawabnya tersenyum. "Mereka sering bertengkar, tapi saling peduli satu sama lain. Seperti aku dan Thea." Dia melirik manis ke arah sepupunya yang berdiri bersebelahan dengan Astro. Thea mendecih. Dia memalingkan muka ke sebelah kanan, tapi segera dipalingkan lagi ke arah berlawanan ketika mata birunya bertemu dengan mata karamel Astro. Pipinya terasa memanas, rasanya canggung berdekatan seperti ini. Astro bukan anak kecil yang menggemaskan lagi, dia sudah berubah menjadi pemuda tampan dan memesona, tak bisa lagi diajak bertengkar. Tubuh Astro bahkan lebih tinggi darinya. Tak hanya pipinya yang memanas, Thea juga merasakan jantungnya berpacu, denyutnya dua kali lipat lebih cepat. Astro sialan! "Bagaimana dengan kekuatan sihir Cygnus, apa kau bisa mengendalikannya?" Pertanyaan kesekian dari Tuan Callisto tidak mendapatkan jawaban yang cepat seperti sebelumnya. Fresya mengerutkan hidung, menelengkan kepala ke sebelah kanan. Terdapat lipatan di dahi putihnya kala dia mengangkat kedua alisnya. "Aku belum mencobanya," jawabnya setelah berpikir beberapa saat. "Apakah Anda ingin aku mencobanya sekarang?" Dia balas bertanya. "Tidak perlu!" Callisto menggeleng cepat. Ia masih sedikit trauma denhan hawa dingin yang nyaris membuatnya beku. Jangan sampai hal itu terulang lagi. Ia tidak menginginkan Fresya membekukan aula, seandainya kekuatan Cygnus masih belum bisa dikendalikan. Lebih buruk lagi, angsa raksasa itu menyerap semua kekuatannya seperti tadi siang. Jangan sampai terjadi lagi. "Kau bisa mencobanya nanti." "Aku tidak ingin beku di tempat ini, tidak di saat alu mengenakan gaun terbaikku!" Carora ikut menimpali. Malam ini, seperti biasa, dia mengenakan gaun dengan belahan d**a rendah dan belahan di bagian bawah yang mencapai beberapa sentimeter di atas lutut. Dia tidak takut kedinginan karena iklim Ameris yang selalu hangat. Meski masih tidak stabil, Ameris tetap menyajikan suhu udara yang sama, selalu hangat di setiap musim. "Eh?" Fresya terkejut. "Apa maksudnya?" tanyanya was-was. Apakah sesuatu telah terjadi sebelum dia pingsan? Kejadian itu masih belum diingatnya. Yang dia ingat terakhir kali adalah saat Tuan Callisto mengatakan jika Antares mengenal wanita yang akan menggantikan mendiang Putri Amery, dan mengetahui di mana wanita itu tinggal. Bahkan Antares menunjukkan pembelaannya pada wanita itu kala Thea meragukannya. Hanya sampai di situ. Setelah itu dia tidak mengingat apa-apa lagi. Tahu-tahu dia bangun melihat Antares duduk di kursi di sisi tempat tidurnya. "Kau hampir membuat kami membeku di dalam kamarmu!" Lucia memang selalu ceria dan bersemangat di mana saja, bahkan di saat semua orang sedang kehilangan harapan, dia tidak pernah menyerah. Kali ini pun sama, mereka semua, termasuk Tuan Callisto, tidak ingin mengatakan hal itu sekarang. Mereka semua seolah sepakat untuk membahasnya dilain kesempatan. Yang terpenting saat ini Fresya baik-baik saja, dan jin Cygnus dapat beradaptasi di dalam perisai di telapak tangannya itu. Perisai yang melindungi Fresya memang berbeda dibandingkan dengan keempat temannya. Jika empat orang gadis lainnya memiliki perisai yang menutupi d**a, perut, dan punggung mereka, juga di punggung tangan kiri mereka maka Fresya sebaliknya. Tidak ada perisai yang menutupi tubuh bagian atasnya, hanya ada di bagian punggung tangan kanan dan kirinya. Namun, bila dia sedang dalam bahaya atau mode bertempur, perisai di bagian atas tubuhnya akan muncul dengan sendirinya. "Astaga!" Fresya menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. "Benarkah itu, Tuan Callisto?" tanyanya dengan nada suara yang tidak dapat ditangkap dengan jelas. Dia berbicara dengan mulut yang masih tertutup tangannya. Thea mendengkus kasar. Dia berdecak. "Kupikir kita semua sudah sepakat untuk tidak membahas masalah ini, Lucy, tapi kau justru memberi tahunya!" Tatapannya membunuh ditujukan pada Lucia yang menatap mereka semua bergantian dengan bingung. "Benarkah kita sudah sepakat?" ulang Lucia bertanya. "Kenapa aku tidak tahu?" "Kesepakatan tidak tertulis, Lucy!" Tita menggeram gemas. Lucia memang yang paling polos di antara mereka, tapi dia tidak menyangka jika Lucia tidak memahami situasi. Semua orang tahu apa yang lebih penting. Keamanan dan kestabilan Ameris, musuh yang mengincar mahkota Putri Emery, dan pencarian wanita yang akan menjadi penyangga utama menggantikan mendiang Putri Emery. "Anak ini! Kenapa selalu membuat gemas di mana pun berada, huh?" Tita memeluk Lucia, mengacak rambut merahnya gemas. "Eh, Tita, apa benar seperti itu?" tanya Lucia polos. Thea berdecak lagi. "Tentu saja!" Dia yang menjawab. "Hanya kau saja yang tidak memahami situasi. Kau selalu saja gembira, meskipun di sekelilingmu sedang bersedih." Lucia menundukkan kepalanya. Tak ada seorang pun yang berani membantah jika Thea sudah menunjukkan taringnya. Thea tidak marah saja sudah terlihat mengerikan, apalagi jika dia sedang marah, seperti sekarang. "Maafkan aku, aku hanya ingin menghibur kalian semua," katanya lamat-lamat. Decakan sekali lagi keluar dari mulut Thea. Dia melangkah menghampiri Lucia dan Tita yang berdiri di seberangnya, memeluk kedua temannya itu erat. "Eh?" Lucia mendongak, menatap Thea dan Tita bergantian. Dia tidak percaya dengan apa yang dilakukan Thea sekarang. "Aku tahu, Luce, niatmu baik." Thea tersenyum. "Namun, kau harus melihat situasi. Kau paham?" tanyanya. Lucia tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Thea. Callisto mengembuskan napas lega. Ia sudah berpikir akan kembali menyaksikan drama perdebatan tak penting di mana Thea yang selalu berperan sebagai peran utama. Namun, ternyata sebaliknya, semua berakhir manis. Seandainya selalu seperti ini, Thea selalu bersikap manis, tidak selalu menunjukkan kegarangannya, gadis itu juga terlihat lebih menawan dari biasanya. "Jadi, sekarang semuanya baik-baik saja?" tanyanya lantang menarik perhatian. "Bisa kita teruskan pembahasan kita?" Tidak ada yang menjawab, bahkan Fresya yang berada di pelukan Emilia juga bungkam. Emilia menenangkannya, memberi tahu inti dari yang terjadi tadi siang. Sekarang dia sudah sedikit tenang, apalagi Cygnus tidak melayangkan protes sedikitpun saat dia mengatakan sudah dapat mengendalikan kekuatannya. "Besok, Antares bersama Lucy dan Tita akan berangkat menuju kediaman Ara, wanita yang akan menjadi penyangga utama menggantikan mendiang Putri Emery. Kuharap kalian bertiga sudah siap dengan perjalanan kalian karena aku yakin akan tidak mudah." Jeda. Callisto menatap Lucia dan Tita bergantian. Ia ingin mencari tahu, adakah gentar dalam tatapan mereka setelah mendengar perkataannya. "Akan ada banyak rintangan, terutama dari monster-monster yang tak terhitung jumlahnya." "Monster?" ulang Tita dengan suara sedikit bergetar. Dia tidak takut, mereka sudah pernah berhadapan dengan monster terburuk dan terkuat sekalipun. Dia hanya terkejut, tak menyangka jika monster semakin banyak berkeliaran di luar sana. Ketika dia dan teman-temannya datang kembali ke sini dua minggu lalu, tak ada satu pun monster yang mengganggu mereka. "Kau pikir tidak ada apa-apa di luar sana?" tanya Antares. Senyum mengejek menghiasi bibirnya. "Jika kau takut, tak perlu ikut denganku. Aku bisa pergi sendiri!" Mulut Tita yang terbuka kembali terkatup. Dia urung untuk menjawab, menatap Antares tanpa berkedip. Meskipun hanya sebuah senyum mengejek, tetap saja senyum itu teramat manis baginya membuatnya tak bisa memalingkan tatapan. "A ... aku tidak takut!" seru Lucia. "Kami sudah terbiasa berhadapan dengan monster yang dulu dikirimkan Astro, aku yakin sekarang kami juga bisa menghadapinya. Apalagi sekarang kami lebih kuat, benar, 'kan, Tuan Callisto?" Dia menatap pria itu yang juga menatapnya dengan senyum. "Iya, kalian semua sekarang sudah jauh lebih kuat dari sebelum-sebelumnya," jawab Callisto. Ia menarik napas, mengembuskannya pelan melewati rongga hidung. Sementara Astro hanya meringis. Ia tidak menyangka jika Lucia masih mengingat semua monster yang dianggapnya sebagai teman. Namun, monster-monster itu memang temannya, hanya mereka yang mau berteman dengannya yang sering dianggap aneh oleh anak sebayanya hanya karena ia memiliki kekuatan sihir. Monster-monster itu tidak menganggapnya aneh, mereka justru senang berteman dengannya. "Aku juga tidak takut!" Akhirnya Tita bisa bersuara. Dia mendapatkan kembali suaranya setelah mendengar perkataan Lucia. "Jika kami bisa mengalahkan monster yang kata Astro adalah teman-temannya." Sengaja dia menekan kata terakhir di kalimatnya dengan sudut mata melirik tajam pada Astro. Dia masih kesal.pada anak itu yang bisa dewasa dengan cepat. "Tentu kami juga bisa mengalahkan monster-monster di luar sana." Astro memutar bola mata mendengarnya. Tadi Lucia, sekarang Tita, beruntung saja Thea tidak ikut-ikutan menyebut namanya dan menghubung-hubungkan dengan masa lalu. Ia masih sedikit ngeri dengan kelakuan gadis itu. Ia masih dapat merasakan pedasnya telapak tangan Thea bersarang di pipinya, padahal itu sudah sangat lama. Sudah lebih dari dua puluh tabun, dan ia masih mengingatnya. Betapa kenangan Thea tak pudar, otaknya tak ingin melupakan. "Baiklah, jika seperti itu berarti tudakmada lagi yang perlu dikhawatirkan." Callisto menarik napas panjang, melepaskannya dengan perasaan lega. "Kau juga tak perlu mencemaskan apa pun, Fre, dan mengenai apa yang terjadi di dalam kamarmu tadi siang. sebaiknya lupakan saja. Yang penting sekarang kalian semua baik-baik saja. Lagipula, sepertinya Cygnus membantu pemulihannu lebih cepat." Fresya mengangguk. Dia memang merasa jauh lebih baik setelah Cygnus bergabung dengannya. Seolah dia mendapatkan kekuatan ekstra. "Sebaiknya kalian berisitirahat sekarang, besok hari yang lebih berat menanti kita. Tak hanya untuk Lucia dan Tita yang akan ke luar kastil, tetapi juga bagi kalian yang masih tinggal di aini." Callisto menatap Fresya, Thea, dan Anne bergantian. "Kalian memang tidak menghadapai monster, tetapi kemungkian besar menghadapi Orion Umbriel dan armada perangnya." *** Keadaan tenang sudah beberapa hari ini di kapal udara. Armada perang mereka tidak bergerak, atau memang tidak ada pergerakan sama sekali. Semuanya disebabkan oleh komandan mereka yang tidak memberikan perintah. Orion Umbriel, komandan pasukan perang planet Ganmate, beberapa hari ini mengurung diri di dalam kamarnya. Entah apa yang dipikirkan pria berambut abu-abu itu, yang pasti ia membiarkan anak buahnya berdiam diri tak ada yang dikerjakan. "Menurutmu, apa yang telah terjadi pada komandan? Sudah beberapa hari kita tanpa perintah seperti ini, dan rasanya sangat menyebalkan!" keluh Kai kesal. Ia adalah seorang remaja yang aktif, rasanya sangat melelahkan jika sehari saja ia berdiam diri. Lalu, ini sudah beberapa hari, bayangkan saja betapa sakit tubuhnya karena tidak digerakkan." Geo hanya menanggapinya dengan cibiran. Ia juga tidak terlalu suka berdiam diri, tapi juga bukan seorang yang hiperaktif seperti Kai. Ia menikmati keadaan tenang ini, apalagi setelah pertarungan komandan mereka dengan lima orang gadis muda yang –katanya– berasal dari dunia lain waktu itu yang menghancurkan beberapa bagian kapal perang mereka. Baru dua hari yang lalu selesai perbaikan, ia masih memerlukan waktu lebih banyak untuk beristirahat. Hanya istirahat, bukan bermalas-malasan. "Nikmati saja dulu keadaan ini, Kai." Geo menyandarkan punggung ke belakang, pada kursi kebesarannya dengan tangan diletakkan di atas kepala, dan kaki yang dinaikkan ke depan, tak peduli dengan belasan tombol yang tertekan oleh berat kakinya. Semua tombol itu dalam keadaan mati, ia tidak mengaktifkan fingsinya selama mereka dalam keadaan tenang. "Biarkan saja komandan berisitirahat. Kau juga sebaiknya diam, pikirkan gadis berambut merah yang waktu itu." Sepasang alis tebal Kai bertaut tajam. "Apa tidak apa-apa kita berhubungan dengan musuh?" tanyanya. "Maksudku, gadis itu, 'kan, musuh kita. Apakah komandan tidak melarangnya? Lalu, bagaimana dengan Putri Miranda? Aku yakin dia tidak akan menyetujuinya." Geo mengedikkan bahu. "Selama Putri Miranda tidak tahu, kupikir itu bukan masalah." Ia menggeleng. "Lalu, untuk komandan, kau tidak perlu memikirkannya. Komandan juga sedang berpikir bagaimana caranya bisa menaklukkan gadis-gadis itu tanpa harus melukai Fresya Marina." Kerutan alis Kai semakin tajam. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti. Bukan tak mengerti, ia hanya kurang paham. Jika tak ingin melukai Fresya yang mereka kenal sebagai pemimpin dari gadis-gadis itu. apakah itu artinya komandan Orion menyukainya? Astaga, benarkah itu? Jadi, ia tidak sendirian. Wajah mendung Kai berubah cerah, tak ada lagi kerutan di dahi dan alisnya, ia tersenyum lebar dan sempurna. "Sepertinya kau sudah tahu maksud perkataanku." Geo memejamkan mata. Jujur saja, ia juga merasa tertarik saat pertama melihat gadis berambut pirang yang keluar dari jin tempur berwarna putih itu. Namun, menyadari bagaimana perasaan komandannya, ia pun langsung mencoba untuk melawan perasaannya dan melupakan gadis itu. Agak sulit karena ini pertama kalinya ia memioiki.oerasaan yang berbeda terhadap seorang gadis. Akan tetapi, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Orion menyukai gadis itu, jatuh cinta padanya sejak sebelum bertemu. Lalu, pantaskah ia juga memiliki perasaan yang sama dengan pria yang sudah begitu baik dengannya? Jika bukan karena Orion, tak mungkin ia bisa menjadi dirinya sekarang. Ia banyak berhutang budi pada pria berambut abu-abu itu, sangat tudak pantas jika ia membalasnya dengan memiliki perasaan terhadap gadis yang dicintainya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN