Bab 21

2016 Kata
Kamar berukuran sepuluh kali lima meter itu memang cukup besar untuk sebuah kamar dalam sebuah kapal perang. Namun, tidak ada yang tidak besar untuk seorang Orion Umbriel. Pria berambut abu-abu dan bermata sebiru topaz itu. Putri Miranda memberikan apa saja untuk menyenangkannya karena ia adalah prajurit terhebat yang dimiliki planetnya. Tempat tidur dengan ukuran king size, satu set sofa berwarna abu-abu yang merupakan warna kesukaannya, sebuah sofa untuk bersantai dengan warna yang senada dengan sofa lainnya terletak di dekat tempat tidur, lemari besar menempel di dinding bagian kanan kamar. Lemari itu tak hanya menyimpan pakaiannya, tetapi juga menyimpan berbagai senjata yang mahir digunakannya. Orion duduk di salah satu single sofa, membelakangi pintu, sejak beberapa menit yang lalu. Sekarang, hampir seluruh waktunya digunakan untuk melamun. Sudah beberapa hari terjadi, dan ia masih belum bosan. Sebenarnya bukan melamun biasa, ia juga memikirkan bagaimana caranya bisa menaklukkan Ameris tanpa harus melawan Fresya. Seperti yang dikatakan Geo, benar ia telah jatuh cinta pada gadis berambut pirang itu. Entah sejak kapan, ia tidak menyadarinya. Yang pasti ia sudah mengaguminya sejak mendengar kehebatannya yang dapat menghabisi Ades Hyperion dan penyangga utama planet Ameris, Putri Amery. Kemudian mereka bertemu untuk pertama kalinya, dan ia langsung jatuh cinta. Sebenarnya, ia tidak bermaksud seperti itu. Bagaimanapun juga Fresya adalah musuhnya. Sangat memalukan jatuh cinta terhadap musuh, tapi ia tak dak dapat melakukan apa-apa, hatinya bertindak tidak sesuai dengan yang diperintahkan otaknya. Hatinya terpesona pada mata sebiru lautan yang bahkan mampu menyedot kewarasannya. Itulah sebabnya ia tidak menyerang Fresya saat kelima gadis itu menyambangi kapal perang mereka. Ia lebih memilih untuk bertempur melawan gadis lainnya, keempatnya tak masalah asal jangan melawan gadis yang dicintainya karena ia tak yakin mampu bersikap profesional saat berhadapan dengan Fresya. Apalagi, kemampuan Fresya terbukti sangat hebat, dia gadis yang kuat, dan tidak membiarkan teman-temannya terluka. Kekuatan sihirnya susah masuk level tinggi sehingga dapat membuatnya tak dapat melihat tanpa melakukan apa pun. Ternyata hatinya tidak salah memilih. Seorang prajurit hebat sepertinya memang pantas bersanding dengan prajurit hebat lainnya, dan Fresya adalah prajurit wanita hebat itu. Berdua mereka.pasti bisa menjaga kedamaian di Ganmade dan Ameris. Mereka berdua bisa menyatukan kedua planet dan kekuatannya. Benar-benar sebuah angan yang indah. Seandainya Fresya juga memiliki perasaan yang sama dengannya, tentu saja semua itu bisa diwujudkannya. Sayangnya, sampai sekarang ia masih belum mengetahui bagaimana perasaan gadis itu terhadapnya. Mereka baru satu kali bertemu, bertatap muka secara langsung. Bukan pertemuan pertama yang indah karena diwarnai oleh pertempuran, dan dirinya yang akan memenangkan pertempuran itu jika saja Fresya tidak turut campur. Bukan, ia bukan sengaja mengalah. Namun, ia memang kalah dengan kekuatan tak terdeteksi yang dimiliki Fresya. Sejak awal gadis itu tak bergerak, dia seolah mengamati pergerakannya. Benar saja, setelah keempat temannya kewalahan, dia baru turun tangan, melumpuhkannya dengan tanpa gerakan, dan tanpa suara. Gadis yang benar-benar memesona dan membuatnya bertekuk lutut. Ia ingin bertemu lagi, tapi tanpa mereka harus bertempur atau terlibat dalam pertempuran. Seandainya ia mengundangnya ke kapal perang ini, apakah itu tidak berlebihan? Apakah tidak ada yang akan mencurigainya? Ia tidak boleh terlihat mencintai Fresya karena itu akan menjadi kelemahannya. Pihak musuh bisa memanfaatkan itu untuk memukul mundur pasukannya. Sepertinya ia memang harus meminta bantuan Geo. Bukan ide yang tepat, tapi ia berharap wakilnya itu dapat memberikan jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya sekarang. Geo sering memberikan solusi setiap kali ia memiliki masalah yang cukup pelik seperti sekarang. *** Kilat menyambar disertai dengan gemuruh bersahutan di atas langit sana. Sekarang sudah malam, mungkin sudah tengah malam, tapi Fresya tak dapat memejamkan mata. Suara ketukan angin di jendela kamarnya mengganggunya setiap kali ia memejamkan mata. Namun, itu bukan masalah utama, ia masih bisa mengatasinya dengan menutup telinganya menggunakan bantal atau guling. Yang menjadi penyebab utama matanya tak bisa terpejam adalah pikirannya yang selalu tertuju dengan apa yang akan terjadi besok. Perkataan Tuan Callisto selalu terngiang di telinganya. terus berulang seperti suara dari kaset rusak. Antares akan pergi pagi-pagi bersama Lucy dan Tita. Bukan masalah baginya. dia tidak cemburu meskipun mengetahui perasaan Tita terhadap Antares. Dia percaya pada prianya, yakin Antares tidak akan mengkhianatinya, apalagi dengan temannya sendiri. Yang dikhawatirkannya adalah, bagaimana jika Antares justru menyerang mereka berdua. Lucy dan Tita tidak akan dapat menghadapinya, kekuatan sihir Antares jauh di atas mereka. Seandainya mereka berlima bergabung pun belum tentu dapat mengalahkannya. Antares bukan Ades, dia yang terkuat di Ameris. Mereka bahkan belum tentu bisa mengimbanginya. Perbedaan kekuatan mereka seperti bumi dan langit saja. Terlalu jauh. Sekali lagi suara petir terdengar menggelegar, kali ini disertai guncangan kecil seperti beberapa waktu sebelumnya. Tak membuat terkejut apalagi takut, hanya menimbulkan sedikit getaran saja. Fresya bangun perlahan, menyibak selimut yang melorot sebatas pinggang sebelum menurunkan kaki. Langkahnya menuju pintu, dia memutuskan untuk ke luar kamar. Mungkin dia akan menemui Antares dan berbicara dengannya. Dia akan memintanya untuk menjaga mereka, dan tidak melukai. Setidaknya sampai urusan dengan Nereida selesai. Kilauan kilat menerangi lorong yang dilewati Fresya. Jarak antara kamarnya dan kamar Antares sedikit lebih jauh, diperlukan waktu sepuluh menit untuk sampai ke kamarnya yang berada di bagian kanan kastil. Di depan pintu kamar Antares yang tertutup dia berdiri mematung selama beberapa detik sebelum tangannya terangkat mengetuk pintu. Namun, belum juga tangannya menyentuh daun pintu, pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya. Sosok Antares terlihat sedang duduk di sebuah sofa yang berada di sebelah kiri tempat tidurnya. Dari tempatnya berdiri, Fresya dapat melihat jika Antares tengah memejamkan mata. Dia tahu pria itu tidak tidur, hanya sedang memejam saja. Dengan kaki yang terasa berat Fresya melangkah masuk. Gerakannya pelan dan hati-hati, seolah takut mengganggu si pemilik kamar yang tak bergerak, seperti patung di tempat duduknya. Sungguh, kakinya terasa lemas, tapi dia memaksakan diri terus menyeretnya sampai tiba tepat di depan Antares. Suara pintu yang tertutup mengagetkan Fresya, dia berjengit tanpa sadar, menoleh ke belakang satu detik. Suara helaan napas terdengar memenuhi ruangan, Fresya sadar satu detik berikutnya jika itu adalah suara napasnya. Astaga, setakut itukah dia dengan Ares-nya? Pria yang selalu membuatnya merasa aman dan nyaman, sekarang berganti dengan rasa was-was dan khawatir. "A ... Ares, aku...." "Katakan saja apa yang ingin kau katakan!" Fresya terkejut, dia menahan napasnya. Untuk beberapa detik dia tak dapat bersuara, ada batu besar yang menyangkut di kerongkongannya sehingga menutup pita suaranya. "Kau menemuiku kemari karena ada yang ingin kau katakan, bukan?" Kenapa suara Antares sangat dingin? Apakah dia marah? Tak sadar Fresya memeluk tubuhnya yang mengerut. Antares bangkit setelah beberapa saat tak terdengar suara Fresya, berdiri tepat di depannya dengan jarak hanya beberapa inchi saja. Ia bahkan dapat merasakan jika Fresya menahan napasnya. "Bernapaslah, Fre. Aku tak mau disalahkan jika terjadi sesuatu padamu." Fresya terhenyak. Pria di depannya seperti bukan Ares saja, dia seperti seseorang yang tidak dikenalnya. Kata-kata kejam yang baru saja keluar dari mulutnya bagaikan mata pedang paling tajam di dunia yang menembus jantungnya. Fresya membuang muka, tak ingin Antares melihat air yang menggenangi matanya. Tanpa berbicara, Fresya memutar tubuhnya, berniat untuk keluar dari kamar ini, dan kembali ke kamarnya. Tak ingin mendengar kata-kata yang lebih menyakitkan lagi. Namun, sebelum dia benar-benar berbalik. tubuhnya sudah tak dapat bergerak. Antares memeluknya dengan erat sampai-sampai dia kesusahan bernapas. "Ares, lepas!" pinta Fresya sambil meronta. Sungguh, dia benar-benar tidak bisa bernapas. Sepertinya Antares ingin membunuhnya terlebih dahulu. "Aku tidak akan melepaskanmu jika kau berpikir untuk pergi." Napas Antares memburu, antara amarah dan gairah. Ia bukan seorang yang bisa membaca pikiran, mindlink hanya terhubung pada satu orang. yaitu gurunya. Namun. ia dapat merasakan kehadiran Fresya yang berdiri di depan pintu kamarnya. Beberapa hari ini ia sedikit lebih sensitif, instingnya semakin tajam, terutama dengan hal-hal yang berhubungan dengan Fresya. Contohnya, ia dapat merasakan jika Fresya berada di dekatnya, berdiri di balik pintu kamarnya dengan jantung menabuh keras. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sehingga dia tidak dapat tidur karena ia juga demikian. Bukan maksudnya untuk berkata kasar seperti tadi, hanya saja saat ini ada begitu banyak yang dipikirkannya. Salah satunya adalah tentang hubungan mereka. Ia mencari cara untuk memberi tahu Callisto tentang hubungannya dan Fresya. Jika dulu Callisto adalah orang yang menentang hubungan mereka, dan mengatakan mereka tidak bisa bersama karena perbedaan dunia, lalu bagaimana dengan sekarang? Mereka sudah bertemu, berada di dunia yang sama. Masihkah Callisto mengatakan mereka tidak bisa bersama? Lalu, mengenai balas dendam yang sidah direncakan sebelum-sebelumnya. Ia tidak tahu apakah harus tetap akan melakukannya, atau berhenti dan melupakan dendam itu karena Fresya. Sementara itu hatinya mengatakan tidak rela. Ia tetap ingin membalas dendam, tetap ingin menghabisi gadis-gadis yang sudah membunuh kakaknya. Namun. bisakah ia menghabisi mereka tanpa menimbulkan kebencian di hati Fresya? Gadisnya rela berkorban untuk teman-temannya, reka terluka untuk melindungi mereka, rela menukar posisi asalkan teman-temannya baik-baik saja. Jika ia berhasil menghabisi keempat gadis lainnya, ia yakin Fresya tidak akan memaafkannya. Untuk bepergian besok, seharusnya ia pergi sendiri saja agar bisa mempersingkat waktu. Masalah monster dan segala halangan, ia pasti bisa mengatasinya seorang diri tanpa bantuan siapa pun. Keberadaan gadis-gadis itu hanya akan memperlambat gerakannya saja. Satu lagi. ia tak yakin dapat menahan diri untuk tidak membunuh mereka. Sepertinya itu yang menjadi kekhawatiran gadisnya. Fresya khawatir jika ia menyakiti teman-temannya. Ia yakin Fresya ingin meminta hal itu darinya, janjinya untuk tidak melukai teman-temannya yang ikut bersamanya. Namun, entah kenapa Fresya hanya diam saja. Tingkahnya membuatnya gemas, apalagi dia menatapnya sambil menggigit bibirnya. Apakah Fresya sengaja menggodanya? Gairahnya tersulut. Sayangnya, justru kata-kata pedas yang keluar dari mulutnya, alih-alih kata-kata memuja. Ia tidak serius dengan perkataannya. Ia hanya tidak pandai berekspresi apalagi mengungkapkan perasaan melalui kata-kata. Ia lebih senang gadisnya tahu dari gerakan tubuhnya, bahasa tubuhnya yang mengatakan seluruh perasaannya. "Apa yang kau inginkan?" tanya Fresya serak. Sungguh, dia tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Antares, pria itu tak terbaca, bahkan tatapannya. Saat ini pun sama, tatapannya tetap dingin seperti biasa sehingga dia tak dapat mengartikannya. "Aku membencimu, Antares Hyperion!" Tidak, dia tidak membencinya. Bagaimana mungkin dia bisa membenci pria yang dicintainya? Dia hanya kesal. Antares seperti tidak membedakannya dengan yang lain, dia seolah bukan seseorang yang istimewa untuknya. Salahkah jika dia berharap demikian? Salahkan jika dia berharap lebih pada hubungan mereka? Dia tak ingin kehilangan Ares-nya lagi, dia ingin mereka terus bersama. "Benarkah?" tanya Antares santai. Namun, di dalam hatinya bergemuruh. Meskipun tahu Fresya tidak serius mengatakan benci itu padanya, tapi ia tetap tidak rela. "Kau sungguh membenciku?" Fresya membuang muka. Tak ingin menjawab pertanyaan yang hanya akan membuatnya menjadi seorang pembohong besar. Tangannya terangkat, mengusap air matanya dengan kasar. "Kau bertanya apa yang kuinginkan, kenapa kau tidak bertanya pada dirimu sendiri apa yang kau inginkan!" Fresya tercekat. Antares benar, sebelum dia bertanya pada pria itu, seharusnya dia bertanya pada dirinya sendiri terlebih dahulu, apa yang dia inginkan. Fresya menggigit bibir, menahan segala macam perasaan yang membuat dadanya seakan ingin meledak. "Kau tidak membenciku, Fre!" Antares menggeleng, menjatuhkan keningnya di atas kening Fresya. "Kau mencintaiku!" katanya yakin. Dada Fresya menabuh keras, napasnya tersengal, dadanya naik turun dengan cepat. Tubuhnya bergetar hebat, rasanya panas. Pelan, diputarnya lehernya menghadap ke arah Antares, menahan napasnya melihat senyum miring di wajah tampan itu. Fresya menggigit bibir, tapi segera dilepas gigitannya merasakan benda lunak dan hangat menempel di bibirnya. Dibiarkannya Antares memainkan bibirnya, melumat dan menyesap kuat, tanpa perlawanan. Namun, akhirnya pertahanannya runtuh. Dia tak dapat menahan erangan kala benda lunak dan basah itu menjalar di sepanjang garis bibirnya. Fresya mengerang, membuka mulutnya memberikan akses untuk benda basah dan kasar itu memasuki mulutnya, mengabsen giginya satu persatu, mengobrak-abrik seluruh isi di dalam mulutnya. Baru melepaskan setelah dia nyaris tak dapat bernapas. Fresya menarik napas panjang dan dalam untuk mengisi paru-parunya yang terasa panas, seakan terbakar. Namun, sekali lagi dia menahan napasnya, indra pengecap Antares yang tadi menguasai mulutnya sekarang bergerilya di lehernya. Menjalar semakin ke bawah, meninggalkan jejak basah yang terasa dingin disapu angin malam. Fresya hanya mengenakan gaun tidur tipis tanpa lengan lima sentimeter di atas paha. Dia tidak mengenakan apa-apa lagi sebagai outer. Entah apa yang dipikirkannya ketika ke luar kamar tidurnya tadi, yang pasti gaun tipis berwarna putih ini sudah membakarnya sejak tadi. Antares membingkai pipi mulus Fresya, kembali melumat bibirnya. Pelan tangannya merambat turun, menyusuri leher, mengusap bahu, dan menurunkan talinya yang berukuran satu jari sehingga gaun itu menumpuk di lantai, di kaki Fresya, menutupi sampai mata kakinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN