Bab 17

2038 Kata
Nereida adalah seorang wanita berambut hitam dengan mata biru yang sangat cantik. Dia sangat berambisi untuk menjadi yang terbaik di angkatannya. Cita-citanya menjadi guru ahli sihir di Ameris, oleh karena itu dia belajar dengan sungguh-sungguh. Ada satu orang yang selalu membuatnya kesal. Orang itu adalah seorang pria, satu tingkat di atasnya. Dia sangat ingin mengalahkan pria itu dan menjadi yang terbaik di antara mereka semua. Saat itu, jumlah orang-orang yang memiliki kekuatan sihir hanya sedikit karena mereka malas untuk belajar. Keindahan dan keamanan di Ameris membuat mereka berpikir tidak perlu belajar dan memiliki kekuatan sihir. Mereka berpikir, hanya orang-orang tertentu dan dari pengawal penyangga utama saja yang patut memiliki kekuatan sihir. Nereida tidak menginginkan menjadi pengawal penjaga utama, dia menginginkan menjadi guru ahli sihir. Itu cita-cita pertamanya. Namun, seiring berjalannya waktu, seiring kekuatannya semakin bertambah, keinginannya berbelok. Dia tak lagi ingin menjadi seorang guru ahli sihir yang hanya akan mengajari para pengawal penyangga utama. Dia ingin menjadi penyangga utama. Berpuluh-puluh tahun keinginan itu dipendamnya, berpuluh-puluh tahun dia belajar untuk menambah kekuatan sihirnya. Hari itu pun tiba, Nereida yang sudah merasa kekuatan sihirnya di atas semua orang, bahkan melebihi Callisto –pria yang selalu membuatnya iri– dia melaksanakan rencananya. Dengan dibantu beberapa orang muridnya, Nereida memasuki kastil Amethys, menyerang siapa saja yang mencoba menghalangi tanpa jika tidak sembarang orang bisa menjadi penyangga utama Ameris. Mereka yang menjadi penyangga utama dipilih sendiri oleh mahkota Sang Putri. Mahkota yang secara turun temurun dikenakan oleh wanita yang menjadi penyangga utama. Mahkota itu sangat unik, bentuknya akan berubah sesuai pemiliknya. Ia juga memiliki kekuatan penyerap. Maksudnya, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengeluarkan kekuatan sihir bila berada di dekatnya. Itu jika mahkota tidak sedang dikenakan oleh penyangga utama. Mahkota yang diletakkan di dalam kotak kaca di tempat penyimpanan mahkota, akan menyerap kekuatan sihir siapkan yang tidak diinginkannya. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menggunakan kekuatan sihir mereka jika berada di dalam ruangan penyimpanan mahkota. Mereka merupakan orang-orang yang terpilih. Nereida adalah salah satu dari orang-orang terpilih itu. Dia menyerang ke tempat penyimpanan mahkota yang kebetulan tidak sedang dikenakan oleh Putri Penelope, penyangga utama saat itu. Dia berhasil memasuki ruangan dan memecahkan kaca pelindung. Namun, sedetik sebelum tangannya dapat menyentuh mahkota, tubuhnya terlempar jauh ke belakang sehingga menabrak tembok pembatas ruangan dengan keras. Saking kerasnya lemparan itu, tembok di belakang Nereida retak. Nereida sendiri muntah darah, dia bangkit dengan tertatih, berusaha melawan. Callisto yang datang bersama beberapa orang pengawal menjadi sasaran kemarahan Nereida karena tidak menemukan penyerangnya. Nereida berusaha menyerang Callisto, tapi gagal. Pelindung tak kasat mata melindungi Callisto, bahkan Nereida yang kembali terlontar. Tubuh Nereida yang sudah melemah membentur pilar penyangga kastil yang berjarak tiga puluh meter dari tempatnya semula. Nereida berusaha bangkit, dia terlihat semakin lemah, darah segar kembali mengucur dari mulutnya. Di tengah usahanya untuk bangkit, tubuh ringkihnya melayang beberapa inchi, kemudian menghilang masuk ke dalam sebuah pusaran hitam yang muncul secara tiba-tiba. Setelah kejadian itu, tidak ada lagi yang tahu keadaan Nereida dan di mana dia berada. Lambat lain dia terlupakan. Ada yang menganggap ceritanya sebagai dongeng, ada juga yang tidak memercayai. Yang pasti, tidak ada lagi yang menyebut nama Nereida selama seribu tahun terakhir. Antares adalah orang pertama yang menyebutnya setelah nama itu menghilang ribuan tahun. Wajar saja jika Callisto terkejut, ia tak menyangka jika masih ada orang yang mengingat adik seperguruannya yang telah menyimpang. Ia sendiri juga tidak menyangka jika Nereida nasih hidup. Saat itu m, yang terpikir di benaknya adalah Nereida yang telah menghilang –kemungkinan tewas– tersedot ke dalam pusaran yang entah apa itu. Jadi, ternyata Nereida masih hidup, dan terkurung dalam Lembah Kematian. Kenapa ia baru saja mengetahuinya? Callisto menatap Antares dengan tatapan bertanya. Ia ingin tahu, bagaimana murid kesayangannya itu bisa mendapatkan buku ini, dan dari mana Antares mengetahui tentang Nereida. "Bagaimana kau mengetahuinya, tentang Nereida dan buku ini?" Callisto menunjuk buku yang kembali melayang di depannya, menggunakan dagunya. "Apa kau sengaja menyimpannya?" "Untuk apa aku menyimpan buku tak berguna itu?" Antares balas bertanya dengan nada dingin seperti biasanya. "Asal kau tahu, Pak Tua, buku itu tersimpan di perpustakaan di kastil ini. Sangat mengherankan kau tidak mengetahuinya." "Benarkah?" tanya Emilia tidak percaya. Dia sangat sering berkunjung ke perpustakaan. Bisa dikatakan jika perpustakaan adalah ruangan keduanya di kastil ini. Sebagian waktunya dihabiskan di sana, dia memang sangat suka membaca. Namun, dari sejumlah buku yang dibacanya, tidak ada sayu pun yang membahas tentang ahli sihir wanita yang namanya seperti disebutkan Antares. Ataukah, dia hanya belum menemukannya? Sebab, dia tidak pernah melupakan apa yang sudah dibacanya. "Kenapa aku tidak tahu tentang buku itu?" Antares mengedikkan bahu malas. "Aku perlu konsentrasi penuh untuk mencarinya, Callisto." "Sebab itulah kau tidak ingin diganggu?" Antares tidak menanggapi, ia tidak merasa perlu. Lagipula, itu tidak terlalu penting baginya, ada yang lebih penting dari mengetahui apa yang dilakukan dan dirasakannya, mengantisipasi apa yang akan dilakukan. Nereida. Ia yakin, wanita itu pasti akan kembali, dan kali ini –mungkin– tidak hanya bayangannya saja yang datang, tetapi Nereida sendiri dalam bentuk aslinya. "Apa itu Lembah Kematian?" Astro yang sejak tadi diam menyimak, tiba-tiba bertanya. Ia sangat bingung dengan topik pembicaraan mereka. Ia memang pernah mendengar nama Nereida –tak ada satu pun monster yang tidak mengenal Nereida– dari mulut teman-teman monsternya, dulu. Namun, ia hanya menganggap mereka bercanda. Maksudnya, hanya sekedar cerita dongeng atau semacamnya, bukan cerita sungguhan. "Jadi,Nereida memang benar-benar ada?" "Awalnya aku juga berpikir sama sepertimu, Astro. Aku pikir itu hanya dongeng saja." Antares berdecih. "Setelah melihatnya secara nyata, baru aku menyadari jika dia nyata." Entah siapa yang menulis buku itu sehingga Tuan Callisto tidak mengetahui apa-apa tentangnya, tapi di dalam buku dituliskan secara lengkap jika Nereida dapat mengubah bayangannya dan memerintahkannya untuk memata-matai targetnya. Bayangan itu juga sama sepertinya memiliki kekuatan sihir yang lumayan kuat, dan mampu menyerang musuh ataupun melindungi diri dari serangan. Hanya saja, ia hanya bayangan, kekuatannya tentu tidak sama seperti tubuh aslinya. "Astaga! Aku tidak menyangka?" Astro menggelengkan kepala beberapa kali. "Ternyata apa yang dikatakan teman-temanku dulu terjadi." "Apa maksudmu?" Tuan Callisto bertanya dengan sepasang alis pirangnya yang berkerut. "Apa yang dikatakan teman-teman monstermu, Astro?" Astro menatap Tuan Callisto. Ia meringis sebelum menjawab. "Kata mereka, Nereida akan bangkit dan kembali lagi saat Ameris melemah." "Saat itu adalah sekarang," sambung Emilia dengan suara bergetar. Saat ini, Ameris sedang dalam berada di titik terlemahnya. Tak ada lagi keindahan, semuanya tandus seperti Lembah Kematian. Tanah berguncang hampir setiap satu jam sekali terjadi. Langit yang gelap seperti malam hari, petir dan kilat bersahutan seolah tak ada henti. Kata cantik sangat tak cocok lagi untuk Ameris. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan Callisto?" tanya Emilia. Dia panik, tak ingin Ameris jatuh ke tangan yang salah. Tidak ada yang dapat menjamin apa yang akan terjadi pada planet ini seandainya Nereida dapat merebut mahkota. Callisto berdehem satu kali. Ia sudah memikirkan apa yang harus mereka lakukan. Tak ada cara lain, mereka harus menemukan pengganti Putri Emery secepatnya. "Kupikir juga seperti itu." Mereka semua menatap Antares. Perkataan pria itu menimbulkan pertanyaan yang sama dalam kepala mereka. Apa maksud Antares berkata seperti itu? Namun, pria itu tidak menjawab pertanyaan di benak mereka, dia justru menatap Tuan Callisto yang menatap lurus ke depan, membuat mereka menyadari untuk siapa kata-kata itu ditujukan. "Apa kau bersedia untuk mencari dan membawanya ke sini, Antares?" Callisto bertanya tanpa mengalihkan pandangannya, tetap tertuju ke arah depannya yang tidak terdapat apa-apa. Seolah udara kosong di sana merupakan sesuatu yang dapat membantunya menyusun rencana. "Aku tidak keberatan," jawab Antares tanpa senyum dan intonasi. "Kupikir ide yang bagus agar aku bisa melihat keadaan di luar sana." "Apa yang kalian rencanakan?" tanya Carina was-was. Semua penghuni kastil Amethys tahu jika Antares dan Tuan Callisto terhubung. Maksudnya, mereka bisa berbicara menggunakan mindlink, dan hanya mereka yang memilikinya. Bahkan mendiang Putri emery dan Ades Hyperion pun tidak bisa melakukannya. Hanya orang-orang memiliki kekuatan sihir tertinggi yang memilikinya, dan kedua pria guru dan murid itu adalah dua orang yang memiliki kekuatan sihir tertinggi di Ameris, untuk saat ini. "Kuharap bukan sesuatu yang membahayakan." "Aku tidak akan mengajakmu." Antares memotong perkataan Carora yang menurutnya sangat tidak penting. Yang terpenting saat ini adalah menjaga kestabilan planet mereka, dan melindungi mahkota penyangga utama. Carora menggeram. "Aku juga tidak ingin ikut denganmu!" ketusnya. Dia bertolak pinggang, menatap Antares dengan tatapan membunuh. "Kau memang akan tetap di sini, Carora." Tuan Callisto menengahi. Dua orang ini, jika tidak akan yang mendamaikan bisa-bisa mereka akan merobohkan kastil ini. Baik Antares maupun Carora tidak ada satu pun yang mau mengalah. Keduanya sama keras kepala, itulah sebabnya mereka cocok menjadi sahabat. Ia sudah mengenal mereka sejak lama, keduanya merupakan murid-muridnya. "Kau akan tetap menjaga kastil bersama yang lainnya. Tidak perlu banyak orang untuk menjemput penyangga utama." *** "Aku masih tidak percaya jika Antares yang menyelamatkanmu." Tita tersenyum kecut. "Kupikir dia akan membiarkan saja kau tewas." "Dia ingin menghabisi kita dengan tangannya sendiri, Tita, bukan melalui orang lain," sahut Thea. Sementara Fresya masih bungkam, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia terlalu malas menanggapi perkataan teman-temannya yang masih saja menyalahkan Antares, walaupun semua yang terjadi padanya tidak ada sangkut-pautnya dengan pria itu. "Bisakah kalian tidak menghakimi seseorang seperti itu? Kita tidak tahu kejadian sebenarnya, bisa saja, 'kan, Antares tulus menolong Fresya?" Anne mencoba menyadarkan kedua temannya. "Lagipula, untuk saat ini kupikir itu tidak penting. Yang terpenting adalah Fre selamat, dan sudah baik-baik saja. Benar, 'kan, Fre?" Dia menggenggam tangan Fresya yang terasa dingin di telapak tangannya. Anne menggosok-gosoknya dengan telapak tangannya agar terasa lebih hangat. Fresya tersenyum. "Terima kasih, Anne," katanya. "Kupikir serangan itu sudah tidak berefek apa-apa lagi, tapi aku tetap merasa sedikit lebih dingin dari biasanya." "Itu bukan efek dari serangan tadi, Fre, tapi tambahan tenaga yang disalurkan Antares padamu." Kelima gadis itu menoleh pada suara seorang pria yang sudah sangat mereka kenal. Tuan Callisto berdiri di ambang pintu, bersama yang lainnya, termasuk Antares di sana. "Apa maksudnya?" tanya Thea dengan sepasang alis pirangnya yang berkerut. Callisto memasuki kamar Fresya lebih dulu, tanpa menjawab pertanyaan Thea. Ia menghampiri Fresya yang duduk bersandar di atas tempat tidurnya, bertanya dengan lembut. "Bagaimana keadaanmu, Fre? Kau terlalu berani melawan penyusup itu sendirian. Seharusnya kau lari dan meminta bantuan." Fresya menggeleng. "Tidak akan sempat," jawabnya. "Tangannya sudah hampir menyentuh mahkota." Mata hijau Callisto melebar. Ternyata lebih parah dari dugaannya. Apakah mungkin selama di Lembah Kematian, kekuatan sihir Nereida bertambah? Tidak ada orang yang bisa lebih dekat dengan mahkota penyangga utama kecuali akan terbakar atau menjadi debu. "A ... ada apa, Tuan Callisto? Apakah itu buruk?" tanya Fresya melihat perubahan wajah guru sihirnya. Tak ada jawaban untuk pertanyaan Fresya, apalagi untuk Thea. Callisto justru memutar tubuh sembilan puluh derajat, menghadap Antares yang berdiri di sebelahnya. "Bisakah kau mempercepat menjemputnya, Antares?" tanyanya dengan wajah khawatir. "Masalah ini tidak bisa dibiarkan. Tidak ada yang bisa sedekat itu dengan mahkota penyangga utama kecuali tubuhnya hancur menjadi butiran debu." Kelima gadis itu cepat tanggap. Mereka menyadari bahaya yang disebabkan oleh penyusup yang meskipun hanya berupa bayangan dapat merobohkan Fresya. "Apa tidak sebaiknya ada yang menemani Antares?" usul Emilia. "Di luar sana sangat berbahaya. Aku tahu Antares pasti dapat mengatasi semuanya tanpa kesulitan, tapi tetap saja dua orang lebih baik daripada sendirian saja. Setidaknya kau memiliki teman untuk bicara, Antares." Tida ada yang melihat bagaimana raut wajah Fresya saat ini. Mereka semua terfokus pada Antares, pada jawabannya yang terasa sangat penting untuk saat ini. Tidak ada yang menyadari kabut di mata Fresya, tidak ada yang melihat tangannya yang meremas kuat sprei di kanan kirinya. Antares akan pergi keluar kastil? Ke mana? Untuk apa? Untuk menjemput perempuan yang akan menggantikan mendiang Putri Emery sebagai penyangga utama? Kenapa harus Antares? Kenapa bukan yang lain? Fresya merasakan tubuhnya bergetar, dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, napasnya memburu. Dia tak ingin Antares pergi. tak ingin Antares meninggalkan kastil ini. Seperti yang dikatakan Emilia, di luar sangat berbahaya. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Tak sadar Fresya menggelengkan kepala. Seluruh perhatian di kamar tidur Fresya memang terpusat pada Antares. Namun, perhatian Antares sendiri tertuju pada gadis berambut pirang yang tengah menundukkan kepalanya. Rasanya ia tahu apa yang dipikirkannya, dari gerakan tubuhnya ia dapat melihat penolakan itu. Fresya tidak bersedia jika ia yang pergi. "Apa aku boleh ikut?" Pertanyaan Lucia memecahkan konsentrasi mereka. Sekarang semua mata menatap gadis mungil itu yang meringis karena menjadi pusat perhatian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN