Lucia meringis, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kenapa kalian semua menatapku? Apa aku telah mengatakan sesuatu yang salah?" tanyanya bingung. Meskipun polos dan tidak selalu terlihat ceria seolah tanpa beban, tetap saja dia merasa risih saat semua mata terarah padanya. Dia bukan seorang yang suka menarik perhatian, apalagi di perhatikan oleh seluruh mata dalam sebuah ruangan. Walaupun hanya beberapa orang –sekitar sepuluh orang atau lebih, tapi itu merupakan seisi ruangan, dan ini benar-benar sangat membuatnya tidak nyaman.
Callisto mengembuskan napas sedikit kuat melalui mulutnya. Ia menggelengkan kepala. "Tidak ada yang salah, Luce," jawabnya lembut. "Hanya saja, apa kau sungguh-sungguh ingin pergi bersama Antares? Keadaan di luar tudak bisa ditebak, yang pasti sangat berbahaya."
"Tunggu dulu, Tuan Callisto!" Thea berkata cepat, mendahului siapa pun yang ingin berbicara. "Sebelumnya, jika boleh tahu, ke mana Antares akan pergi?" tanyanya dengan sepasang alis pirang berkerut tajam. "Kita semua tahu betapa bahayanya keadaan di luar sana, lalu kenapa dia mau ke luar?" Dia melirik Antares dengan sudut matanya.
Sekali lagi embusan napas Callisto terdengar. Fresya menyadari jika ada sesuatu yang penting dan sedikit sulit untuk dijelaskan oleh pria tampan berusia ribuan tahun itu. Meskipun saat ini perasaannya sedang kacau, dia tetap berusaha fokus pada apa yang terjadi. Dia membuka mata untuk melihat setiap ekspresi, juga memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut mereka.
"Kau benar, Galathea," jawab Callisto menganggukkan kepala. "Di luar sana memang sangat berbahaya. Kita tidak tahu apa yang tengah menunggu kita jika melangkahkan kaki ke luar kastil ini. Namun, keadaan juga sangat genting di dalam kastil. Seperti yang kalian semua tahu, ruang penyimpanan mahkota Putri Emery sudah dimasuki penyusup, perlindungannya mampu ditembus. Hanya seorang yang memiliki kekuatan sihir di atas rata-rata yang bisa mematahkan mantra pelindung ruangan itu. Apalagi tadi dikatakan Fresya jika penyusup dapat mendekati mahkota dengan bebas. Itu artinya penyusup bukan seorang yang sembarangan. Dia pasti seorang yang memiliki kekuatan sihir tinggi, karena itu dia dapat mengalahkan Fre."
"Lalu, apa hubungannya dengan harus pergi ke luar kastil?" Pertanyaan lembut itu berasal dari Anne. Gadis berkacamata itu berdiri tepat di depan Dione. Sepasang alisnya berkerut. "Bukankah kita harus melindungi mahkota? Kenapa harus mengirim orang ke luar kastil sementara mahkota berada di dalam kastil?"
"Jangan pernah menyela saat seseorang memberikan penjelasan. Kupikir semua orang mengetahui hal itu."
Anne merasakan pipinya memanas mendengar sindiran dengan suara dingin itu. Sedetik tatapannya menyapu wajah tampan Antares, di detik berikutnya dia sudah menundukkan kepala. Meskipun tidak menatapnya, dia tahu kalimat itu ditujukan untuknya. "Ma ... maafkan aku."
Dione menggenggam tangan Anne, sebelah tangan yang lain mengusap bahunya, memberinya dukungan. "Tidak apa-apa," bisiknya tepat di telinganya. "Kita dengarkan saja apa yang akan dikatakan Tuan Callisto."
Anne mengangguk dengan kepala yang masih tertunduk. Dia tak berani mengangkat kepala, takut jika pandangannya bertemu dengan tatapan dingin Antares. Pria itu memang tidak menatapnya,tatapannya lurus ke depan, pada tembok di belakang Fresya. Ataukah Antares menatap ke arah lain? Menatap sahabatnya yang masih sedikit lemah karena baru saja sadar dari pingsannya. Mata karamel Anne melebar, melirik dengan sorot mata horor ke arah Fresya yang tengah menatap Tuan Callisto. Sekarang dia tak hanya takut, tetapi khawatir. Tenaga jenis apa yang disalurkan Antares pada Fresya sehingga membuat sahabatnya merasa kedinginan? Semoga saja tenaga itu tidak membahayakan Fresya. Sungguh, dia tidak akan sanggup melihat salah satu sahabatnya terluka.
"Mahkota Putri Emery adalah mahkota penyangga utama. Mahkota itu memiliki kekuatan sihir yang kuat, terutama dalam sihir pelindung." Callisto melanjutkan penjelasannya setelah dirasa keadaan kembali tenang. "Bentuk mahkota akan berubah sesuai sifat pemiliknya. Namun, tidak banyak perubahan karena hampir setiap penyangga utama Ameris memiliki sifat dan sikap yang sama. Kekuatan pelindung mahkota itu bisa dikatakan salah satu yang terkuat, tidak sembarang orang yang dapat menembusnya." Ia seolah kembali menegaskan bahwa musuh yang mereka hadapi bukanlah sembarangan. Musuh ini lebih kuat dari Armada perang planet Ganmate, dan empat planet lainnya. Ia memberi tahu mereka jika musuh dari dalam Ameris juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Kekuatan pelindung mahkota semakin melemah karena pengganti Putri Emery masih belum ditemukan. Oleh sebab itu, aku meminta Antares untuk pergi ke luar sana mencarinya karena aku, dan juga yang lainnya yakin jika wanita itu berada di luar sana. Antares pernah bertemu dengannya, begitu juga dengan Zidane dan Emilia. Benar, bukan?" Callisto menatap orang-orang yang disebutkannya namanya, bergantian.
Ada denyutan hebat di d**a Fresya mendengar kalimat terakhir Tuan Callisto. Antares pernah bertemu dengan wanita yang akan menggantikan posisi Putri Emery sebagai penyangga utama. Jantungnya berdetak kencang, rasanya baru saja melakukan salto di dalam rongga dadanya. Fresya memalingkan muka saat matanya bersirobak dengan obsidian Antares, tak ingin pria itu tahu apa yang tengah dia rasakan.
"Kenapa harus Antares yang pergi?" Thea tak bisa menahan dirinya lagi untuk bertanya. Tak peduli jika pria dingin menyebalkan berpakaian serba hitam yang berdiri di samping Tuan Callisto akan memberinya teguran seperti yang dilakukannya pada Anne, dia tak kuat dengan rasa penasaran yang semakin lama semakin menekan dadanya. "Kenapa bukan yang lain?"
"Sebab hanya Antares yang mengetahui di mana wanita itu tinggal."
Jawaban dari Tuan Callisto membuat pertahanan Fresya runtuh. Tubuhnya bergetar, dadanya semakin berdebar membuat napasnya sesak. Matanya menghangat, dipenuhi air mata yang menggenang dengan tidak tahu dirinya. Dia menggigit bibir, menahan air matanya agar tidak tumpah. Takut, sedih, dan marah karena cemburu menjadi satu. Fresya mengepalkan kedua tangan erat, berusaha menahan sesuatu yang berontak ingin keluar dari dalam dirinya.
"Antares pernah menolong wanita itu saat dia terluka, dan mengantarkannya pulang ke rumahnya." Callisto kembali meneruskan kalimatnya. Ia fokus untuk menjelaskan agar semuanya mengerti, tanpa melihat keadaan di sekelilingnya. Ia tidak merasakan getaran tubuh Fresya. "Antares juga mengajaknya untuk tinggal di kastil bersama dengan yang lainnya, tetapi dia menolaknya. Dia merasa lebih aman tinggal di rumahnya."
"Kau yakin jika wanita itu adalah pengganti Putri Emery?" Kembali Thea bertanya. Dia tidak bermaksud meragukan insting Tuan Callisto, hanya saja wanita yang diceritakannya sedikit mencurigakan. Wanita itu menolak untuk tinggal di kastil dan memilih untuk tetap berada di rumahnya karena merasa lebih aman. Tidak adakah yang curiga dengan kata-kata itu? Sangat mengherankan asa seorang wanita yang merasa lebih aman tinggal di rumahnya yang berada si luar sana, daripada tinggal di dalam kastil yang dilindungi oleh sihir perlindungan. "Maksudku, aku tidak bermaksud untuk meragukan nalurimu, Tuan Callisto. Hanya saja, tidakkah kalian mencurigainya? Sebab sangat aneh menurutku, seorang wanita lebih memilih untuk tinggal di luar sana yang jelas-jelas sangat berbahaya, daripada tinggal di kastil ini bersama kita. Maafkan aku jika aku menyela!" Sudut matanya melirik tajam pada Antares karena tadi pria itu yang seolah tidak mengizinkan siapa pun memotong perkataan Tuan Callisto.
"Astaga, Thea benar!" Tita yang sejak tadi diam menyimak akhirnya ikut berbicara. "Apakah kalian tidak mencurigai wanita yang menolak tempat yang lebih aman untuk tinggal, dan memilih tempat berbahaya? Maafkan aku, aku juga tidak bermaksud untuk meragukanmu. Tuan Callisto, hanya saja kupikir apa yang dikatakan Thea itu benar."
"Kenapa aku tidak memikirkan itu sebelumnya?"
Tita menjentikkan jari, mengapresiasi perkataan Emilia. "Bagaimana sekarang, Emilia? Apa kau juga mencurigainya?" tanyanya penuh semangat.
Emilia mengangguk. "Apa yang mereka katakan benar, Tuan Callisto. Wanita itu sangat aneh, bagaimana...."
"Kau tidak bisa mengatakan seseorang aneh kemudian mencurigainya hanya karena dia merasa lebih aman berada di rumahnya!" potong Antares dingin. "Tidak ada yang patut dicurigai dari wanita itu. Seorang penyangga utama memang akan merasa lebih nyaman bila berada di lingkungannya sendiri."
"Seolah kau pernah menjadi penyangga utama saja." Thea mencibir Antares. "Lalu, apa yang kau katakan tadi, seorang penyangga utama akan lebih merasa nyaman bila berada di lingkungannya sendiri. Bukankah jika dia memang benar penyangga utama, lingkungannya adalah kastil ini? Kenapa dia menolak untuk tinggal di sini?"
"Pasti dia memiliki alasan, Thea." Callisto kembali menjadi penengah. Thea benar-benar memiliki jiwa seorang pemberontak dan tidak mengenal takut. "Kami tidak pernah memaksa seseorang untuk tinggal di kastil ini. Jika dia menolak dan tak ingin meninggalkan rumahnya, kami membiarkannya."
"Tetap saja mencurigakan!"
Thea dan kekeraskepalaannya. Tidak ada yang mungkin bisa mematahkan pendapatnya. Dia akan mempertahankan apa yang menurutnya benar sampai itu terbukti salah. Callisto sudah mengenalnya, walaupun tidak terlalu seperti ia mengenali semua murid-muridnya yang memang berasal dari Ameris, tapi setidaknya sifat dominan Thea, ia sudah hafal. Oleh sebab itu, ia juga membiarkan, tak ingin berdebat lagi. Ia juga memperingatkan Antares agar tidak terus menyanggahnya, demi kebaikan bersama. Beruntungnya, pria itu mengerti dan mau diam mengalah. Sungguh merupakan sesuatu yang langka karena tak pernah ia mendapati Antares seperti ini sebelumnya.
"Lucy, apa kau benar-benar ingin ikut dengan Antares menjemput wanita itu?" Callisto menatap gadis bertubuh mungil itu.
Lucia mengangguk cepat. "Iya!" serunya penuh semangat. "Jadi, apa aku diizinkan?" Dia bertanya sambil mengerjapkan mata karamelnya beberapa kali.
Callisto tersenyum. "Kau boleh ikut...."
"Tunggu dulu!"
Lagi-lagi Thea yang sepertinya akan kembali melayangkan protes. Callisto mengembuskan napas lelah melalui mulutnya, dengan tak kentara.
"Bagaimana kau bisa membiarkan salah satu dari kami pergi bersama orang yang menginginkan kematian kami? Tidakkah itu terlalu berbahaya? Aku tidak mau Lucy kenapa-kenapa." Thea menyiangkan tangan di depan d**a. Menatap Antares terang-terangan.
"Kenapa kau pikir aku akan melakukannya?" Suara Antares sedingin biasanya. "Aku memang akan menghabisi kalian, tapi tidak sekarang. Kestabilan Ameris lebih penting, setelah itu baru aku akan menuntut perhitungan pada kalian."
"Aku menunggu saat itu, dan aku sudah siap untuk bertempur melawanmu," balas Thea sama dinginnya.
"Baiklah, kalian berdua yang sudah siap untuk mati, bagaimana jika sekarang kita kembali fokus pada masalah penyangga utama ini. Apa kalian setuju?" Carora tidak bermaksud untuk bercanda, tapi dia juga tidak serius. Dia hanya ingin mendinginkan suasana yang kembali terasa memanas. Meskipun tidak dipungkiri dia merasa sedikit lebih dingin dari biasanya, seolah suhu di kamar Fresya menurun dengan drastis. Bahkan tanpa sadar dia menggigil.
"Aku tidak setuju jika Lucy pergi berdua saja bersama Antares!" Kali ini Tita yang menyuarakan keberatannya. "Bagaimana jika Antares menyerang Lucy saat diperjalanan mereka nanti?"
Callisto menarik napas panjang dan kuat. Menurutnya memang wajar jika gadis-gadis itu mencurigai Antares ingin mencelakakan mereka karena Antares memang memiliki niat seperti itu sejak sebelum mereka bertemu. Namun, ia juga sangat mengenal Antares. Dia tidak akan melakukannya di saat seseorang lengah atau dalam keadaan Ameris yang seperti sekarang. Ia tahu betapa cintanya Antares pada Ameris.
"Bisakah kalian semua tidak membicarakan masalah dendam pribadi ini dulu?" pinta Callisto dengan wajah serius. "Fokuslah pada apa yang aku bicarakan!"
Tidak ada yang berani menyahut. Thea lebih memilih untuk membuang muka agar tak lagi membantah pria berambut pirang itu. Sementara Tita menundukkan kepala, tapi kedua tangannya mengepal kuat. Dia memiliki alasan kenapa memprotes jika hanya Lucia saja yang menemani Antares. Dia juga ingin ikut bersama mereka. Bukan hanya mencegah sesuatu yang buruk menimpa Lucia, dia juga tak ingin Lucia dan Antares memiliki rasa ketertarikan di antara mereka, seperti yang dirasakannya terhadap pria itu.
Antares memiliki semua yang diinginkan wanita terhadap pria. Tampan, bentuk tubuh yang proporsional, memiliki ilmu sihir yang sangat kuat yang mampu melindungi. Antares nyaris tak bercela, pria itu sempurna, wajar jika dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Setelah tahu dendam pria itu pada mereka, dia tetap mencintainya.
"Titania Galance, jika kau memang sangat khawatir pada temanmu maka kau bisa ikut bersama mereka."
Tita mengangkat kepalanya dengan cepat. Dalam hati dia bersorak, tapi di luar dia hanya mengangguk. Sedapat mungkin dia berusaha untuk menahan euphoria di dalam hatinya.
"Kau dan Lucia yang akan menemani Antares menjemput pengganti Putri Emery."
"Baiklah, Tuan Callisto!" Sekali lagi Tita mengangguk.
"Bagus sekali, Antares mendapatkan dua orang dari kita sekaligus!" Thea mendengkus kasar. Kedua tangannya terkepal.
Callisto menggeleng pelan. Emosi Thea memang paling sulit dikendalikan seperti air di lautan. Gadis berambut pirang itu memang yang paling keras di antara keempat gadis lainnya. Thea juga tak mudah percaya pada seseorang. Ia masih ingat pertemuan mereka dulu, di mana Thea menendang tungkainya dan menyebutnya penjahat kelamin. Benar-benar gadis yang menarik dan bisa diandalkan.
"Aku pasti akan menjaga Lucy. Jangan khawatir, Thea." Tita berusaha meyakinkan. Jangan sampai Thea mengamuk seperti kemarin itu, atau akan muncul masalah baru.
Thea mengabaikan. Sekarang dia kembali memfokuskan perhatian pada sepupunya yang sejak tadi tak bersuara, bahkan rasanya Fresya semakin dingin saja. Dia menggenggam tangannya, tapi segera dilepaskannya kembali dengan cepat merasakan seolah dia menggenggam es. Alisnya mengerut tajam, menatap Fresya dengan tatapan bertanya. "Kau tidak apa-apa, Fre?" tanyanya lirih nyaris berbisik. Dia mengusap lengannya, bulu-bulu halus di sana berdiri karena suhu yang semakin menurun. Seolah di kamar ini dinyalakan penyejuk ruangan dengan kekuatan paling besar.
Tidak ada jawaban dari Fresya membuat Thea khawatir. Dia menatap Tuan Callisto, berseru memanggilnya untuk menarik perhatian. Pria itu sedang berbicara serius dengan Antares dan Zidane. "Tuan Callisto!"
Pria berambut pirang itu menoleh. Menatap Thea dengan alis pirangnya yang berkerut.
"Lihat, Fresya!" Thea menunjuk sepupunya. "Tubuhnya sangat dingin!" serunya.
Antares yang mendengarnya segera menghampiri. Ia menjauhkan Thea yang langsung menyingkir satu kaki seakan mengerti situasi. Antares menggenggam tangannya, dan mengernyit. Thea tidak berbohong, suhu badan Fresya sangat dingin, seolah berada di titik beku. "Fre, kau mendengarku?" tanyanya mengusap pipi pipi yang sama dinginnya.
Fresya tetap tak menjawab, dia juga tak bereaksi. Namun, perlahan bunga es merayap menutupi dinding kamar itu, membuat suhu udara semakin beku.