Kilatan cahaya membelah langit malam yang pekat, diiringi dengan suara petir menggelegar. Semakin menyamarkan erang dan desah yang berpadu dengan suara napas memburu. Fresya terbaring di ranjang besar itu tanpa busana, tubuhnya polos tanpa selesai benang pun yang menutupi. Antares berada di atasnya, menyusuri leher jenjangnya yang berkeringat. Tangannya memeluk tubuh besar yang tidak mengenakan pakaian. Antares melepas bajunya sebelum bergerilya di lehernya, memanjakan kulit lehernya dengan kecupan-kecupan basah. Dingin terasa, juga panas secara bersamaan. Fresya menggigil, dia seperti seseorang yang terkena demam tinggi.
Satu erangan lolos dari mulutnya yang terbuka. Matanya yang terpejam perlahan terbuka, mengintip apa yang dilakukan Antares pada tubuhnya. Fresya menahan napas, satu erangan kembali terdengar, kepala Antares terbenam di dadanya. Fresya kembali memejamkan mata, kepalanya terasa pening, tubuhnya terasa seperti disengat listrik merasakan indra pengecap Antares bergerilya pada tubuh bagian depannya. Membasahi benda mungil berwarna kemerahan yang berada di ujung dadanya.
Tak sampai di situ, dia merasakan gerakan benda hangat tak bertulang itu menuruni tubuhnya, singgah di kulit perutnya beberapa saat sebelum dia merasakan napas hangat Antares di bagian bawahnya. Fresya terpekik, berusaha menutup pahanya yang terbuka. Namun, terlambat, Antares sudah menahannya menggunakan kedua tangannya, dan melesakkan indra pengecapnya di sana.
Mata biru Fresya kembali terbuka, kali ini dengan sempurna. Dadanya membusung. tubuh bergetar hebat. Keringat membasahi seluruh tubuhnya yang polos, dia tersengal. Oksigen di kamar besar ini terasa menipis, membuatnya sedikit sulit untuk bernapas. Fresya menutup mulutnya mengunakan tangan kanan. Tak ingin semakin mengeluarkan suara-suara yang membuat Antares semakin beringas memainkan tubuhnya. Sementara tangan kirinya meremas rambut hitam pria itu, menekan kepalanya seolah tak ingin Antares mengakhiri semuanya.
Entah dia sadar atau tidak, yang pasti Antares mengartikannya sebagai izin untuk melakukan lebih. Indra pengecapnya menerobos lebih dalam gua sempit yang tak terjamah. Bergerak dengan cepat seiring dinding gua yang menjepitnya.
Jeritan tertahan Fresya kembali terdengar, bersamaan dengan semburan di bagian bawahnya. Fresya tersengal, dia merasa lemas seolah tak bertenaga. Jantungnya berdentam kuat, serasa akan meledak. Lalu, apa itu tadi, yang mengalir keluar di bagian bawahnya?Apakah dia mengompol? Astaga, betapa memalukan. Fresya memejamkan mata, sedetik kemudian mata biru itu kembali terbuka menyadari Antares masih berada di bagian bawahnya. Apa yang dilakukan Antares di bawah sana? Fresya mengangkat sedikit kepalanya yang masih terasa pening. Tangannya terulur, gemetar mencoba meraih kepala Antares. Namun, tangan itu justru kembali meremas rambut hitam Antares. Geli kembali menyerang bagian bawahnya, indra pengecap Antares masih bersarang di sana.
"A ... Ares ...."
Susah payah Fresya memanggilnya, suaranya tercekat. Batu besar masih mengganjal di kerongkongannya, sehingga hanya desah dan erangan yang keluar dari mulutnya.
Antares bangkit setelah puas bermain di bagian bawah gadisnya. Ia menyeka mulutnyanyang basah menggunakan punggung tangan. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya serak, menciumi seluruh permukaan kulit wajah Fresya yang berkeringat.
Fresya kembali tersengal. Baru beberapa detik dia dapat menghirup udara dengan bebas, Antares sudah kembali membuatnya harus menahan napas. Tatapannya yang menggelap sedikit membuatnya takut. Namun, suara serak itu membakarnya, tubuhnya semakin terasa panas. Fresya memeluk punggung berukir tato sepasang sayap itu, membalas ciuman Antares sebisanya kala bibir pria itu berhenti di atas bibirnya.
"Aku mencintaimu, Fre," bisik Antares disela ciumannya. Tangannya meremas tubuh bagian depan Fresya, menarik benda mungil kemerahan yang terasa mengeras. Fresya sudah siap menerimanya, ia bisa menyatukan mereka. Antares menegakkan punggung, bergerak cepat melepas kain yang tersisa di tubuhnya. Ia memposisikan dirinya di tengah-tengah kaki Fresya yang terbuka, dan mulai kembali melancarkan ciuman ke seluruh tubuhnya.
Fresya menggeliat merasakan sedikit perih di bagian bawahnya. Rasa perih yang semakin lama semakin menjadi, seolah tubuhnya terbelah menjadi dua. Matanya terbuka lebar, sesuatu berusaha memasukinya di bawah sana. Dia menjerit, tapi tertahan karena Antares membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman panas. Fresya terengah, fokusnya terbagi antara rasa sakit di bagian bawahnya, dan menikmati ciuman rakus Antares. Pada akhirnya dia kembali terlena, tak sadar jika Antares mulai bergerak pelan.
Gerakan pelan yang hanya bertahan beberapa saat. Antares tak terbiasa bermain lembut dan pelan. Semua dilakukannya tanpa hati dan perasaan. Berbeda saat bersama Fresya, sedapat mungkin ia memberikan seluruh kelembutan yang dimilikinya untuknya. Ia menahan diri mati-matian untuk tidak bergerak cepat. Ia tak ingin menyakiti gadisnya. Namun, pertahanan dirinya runtuh mendengar erangan dari mulut yang dilepaskannya. Fresya juga bergerak, membalas gerakannya.
Rasa perih itu hilang, rasa sakit yang membelah tubuhnya menguap seiring gerakan tubuh Antares yang teratur. Fresya mencengkeram lengan Antares, memejamkan matanya rapat-rapat merasakan semburan di bagian bawahnya. Dia kembali merasa lemas, rasanya sangat mengantuk sekarang. Dia berusaha membuka matanya, tapi kembali dipejamkan dengan cepat. Matanya seakan dilem dengan lem super paling kuat di dunia, rasanya sangat berat. Masih dirasakannya Antares yang bergerak semakin cepat, juga geraman rendah yang keluar dari mulutnya. Kemudian semuanya gelap, kantuk mengambil alih kesadarannya. Dia tertidur dengan Antares yang menciumi wajahnya.
***
Mata biru topaz Orion bersinar di kegelapan malam. Cahayanya tak kalah dari kilat yang membelah langit di bagian timur sana. Meskipun di dalam kapal perangnya yang berjarak ribuan kaki di atas langit Ameris, ia mencoba menembus pekat malam, berharap dapat melihat langsung apanyang terjadi di kastil Amethys. Ia tahu ini sudah malam, ia memerintahkan Geo untuk membawa kapal perang mereka tepat berada di atas kastil Amethys. Jaraknya yang sangat jauh membuatnya yakin jika mereka tidak terdeteksi. Kekuatan sihir orang-orang yang berdiam di kastil itu tidak sebanding dengan kemajuan teknologi mereka. Lagipula, ia tak bertujuan apa-apa membawa kapal perangnya lebih dekat, ia hanya ingin melihat Fresya.
Beberapa hari ini ia memang tidak bergerak. Bukannya sengaja, ia belum menemukan cara yang bisa digunakan untuk melumpuhkan kelima gadis itu tanpa harus menyakiti Fresya. Ia tidak keberatan untuk melukai keempat orang gadis lainnya, kecuali Fresya. Ia tak ingin melihat gadis yang dicintainya terluka. Ia belum bisa bersikap profesional untuk tidak membedakan mereka berlima, karena itu ia masih diam, tidak menyerang.
"Kita sudah berada di atas kastil!" lapor Geo. Ia menoleh pada Orion yang berada di belakangnya. "Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanyanya. "Semua persenjataan kita sudah siap."
"Jangan melakukan apa pun sebelum aku memerintahkan, Geo!" Orion menggeram. Geo berhasil membuyarkan konsentrasinya. Ia sedang menyusun rencana, dan Geo sukses membuat rencana yang tersusun rapi di kepalanya menguap. Untung saja ia masih dapat mengingat intinya. Rencana yang mungkin bisa membawa Fresya ke kapal perang miliknya. Ia akan melawan salah satu dari gadis itu –siapa saja asal bukan Fresya– mengalahkannya, membawanya ke sini sebagai sandera, kemudian menukarnya dengan Fresya.
"Lalu, untuk apa kita ke sini jika tak ingin menyerang mereka?" tanya Geo dengan alis berkerut. Ia sedikit heran dengan komandannya yang akhir-akhir ini sering dinilainya bersikap aneh. Ia tahu Orion sedang jatuh cinta, tapi ia tidak tahu jika efeknya sangat mengerikan. Ia berharap tidak akan jatuh cinta terutama pada gadis yang salah –musuh. Ia tak ingin seperti Orion yang bertingkah seperti orang tidak waras. "Kau menyusahkan saja, Komandan!" Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Orion membangunkan mereka pada tengah malam, saat ia baru saja terlelap. Kemudian memintanya untuk membawa kapal perang mereka tepat berada di atas kastil Amethys, dan tidak melakukan apa-apa setelah itu. Astaga, apa yang diinginkannya?
Orion diam, tidak menanggapi. Ia fokus pada pemandangan atap kastil yang terlihat sangat kecil dari atas sini. Seandainya ia melancarkan serangan sekarang, tentu dapat menarik perhatian orang-orang yang berada di dalam kastil, termasuk Fresya. Kemungkinan besar mereka akan bertemu, tapi sebagai musuh, dan bisa saja Fresya yang akan menjadi lawannya malam ini. Satu lagi, yang paling tidak diinginkannya. Ia tak ingin disebut pengecut karena menyerang pada malam hari saat semua orang tengah beristirahat.
Sudah menjadi peraturan, entah tertulis atau tidak, dalam setiap peperangan tidak diperbolehkan menyerang pada malam hari. Setiap prajurit memerlukan waktu untuk istirahat. Meskipun perang mereka tidak dilakukan setiap hari, hanya pada kesempatan tertentu saja, yang namanya pertempuran tetap merupakan bagian dari sebuah peperangan. Sungguh pengecut mereka yang menyerang musuhnya saat waktu istirahat.
Atap kastil terlihat sangat kecil dari atas sini, meskipun ia sudah menggunakan teropong untuk mengamatinya. Ujung atap yang mengerucut terlihat seperti ujung jarum, nyaris tak terlihat. Mata biru Orion menyipit, berusaha mencari tahu di mana gadisnyang dicintainya berada. Teropong yang digunakannya yang paling canggih di planetnya, dapat menangkap sensor panas dan pergerakan meski dari jarak ribuan kaki. Namun, tak terlihat tanda-tanda kehidupan di dalam kastil. Sepasang alis abu-abu Orion mengernyit, mustahil tak ada kehidupan di dalam kastil. Apakah desas-desus tentang sihir perlindungan yang didengarnya selama ini benar?
Sejak dulu, Orion tidak pernah memercayai kekuatan sihir. Begitu juga saat Antares mengalahkannya di berbagai pertempuran adu tanding mereka. Ia hanya menganggapnya sebagai keberuntungan pria itu semata. Jika ia berusaha lebih keras lagi, Antares pasti dapat dikalahkannya. Hanya tinggal menunggu waktu saja, ia akan menyarangkan pedangnya di jantung pria itu, dan merebut Ameris dengan kedua tangannya. Baginya, Antares adalah orang yang melindungi Ameris, bukan penyangga utama seperti yang selama ini didengarnya. Lalu, tentang kekutan sihir lima orang gadis –yang katanya– dari dunia lain, ia juga tidak memercayainya. Ia yakin Fresya dan keempat temannya bersembunyi di suatu tempat yang tidak terdeteksi, atau mereka menyembunyikannya.
Namun, sekarang, setelah melihat kastil Amethys yang seolah tak berpenghuni, masihkah ia yakin jika kekuatan sihir itu tidak ada? Sistem planet Ameris memang mengandalkan sihir, itu sudah lama didengarnya, tapi ia tetap tudak memercayainya. Tidak ada sihir di dunia mereka, entah di dunia lainnya yang pada kenyataannya juga tidak pernah ada. Ataukah hanya dirinya yang memercayai hal itu karena sepertinya Geo dan Kai meyakini tentang sihir itu.
"Saranku saja, Komandan, kita jangan terlalu dekat dengan kastil Amethys."
Orion berdecak. Geo kembali membuyarkan hal-hal dalam pikirannya.
"Kita tidak tahu kekuatan macam apa yang dimiliki kastil itu,. Setahuku, tudakmada yang dapat menembus pertahanan kastil, mantra pelindung dari mendiang Putri Amery sangat kuat, tak bisa ditembus oleh siapa pun, dengan serangan apa pun." Geo bangkit, melangkah menghampiri Orion yang masih saja menatap ke bawah sana. "Kau harus berhati-hati dengan kelima gadis itu, Komandan. Ingat, mereka musuhmu, bukan orang yang harus kau lindungi."
Orion mendelik. "Tutup mulut besarmu, Geo!" bentaknya.
Namun, Geo mengabaikan. Ia kembali berbicara seraya tersenyum. "Kupikir, mereka juga menganggapmu sebagai musuh. Begitu juga dengan gadis berambut pirang itu. Jangan sampai perhatianmu terpecah. Aku tidak ingin Putri Miranda menghukum kita."
Orion menyeringai. "Putri Miranda tidak akan melakukannya, Geo. Kau tidak tahu tujuan utamanya memerintahkan kita menyerang Ameris. Dia tak hanya ingin menguasai, tapi juga ingin menunjukkan kekuatannya pada seseorang."
"Maksudmu?" tanya Geo mengerutkan alis tebalnya yang berwarna hitam.
Orion menepuk pundak wakil sekaligus sahabatnya itu. "Kau harus sering bergaul dengan para bangsawan di kastil utama agar tahu apa yang beredar di kalangan mereka." Ia meninggalkan Geo setelah berkata seperti itu. "Amati terus kastil Amethys. Aku ingin tahu apa saja yang mereka lakukan untuk mempertahankan Ameris."
Geofan Taygate semakin mengerutkan alisnya. Ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh atasannya. Jujur saja, meskipun mereka –armada kapal perang yang dipimpin Orion– memiliki akses ke luar masuk kastil Putri Miranda, ia sangat tidak tertarik untuk berkumpul dengan para bangsawan seperti yang dikatakan Orion. Menurutnya, mereka hanya sekumpulan penggosip yang telah dak memiliki pekerjaan.
Geo mengangguk menanggapi perintah Orion. Walaupun perintah itu bukan untuknya, melainkan untuk para awak kapal yang bertugas sebagai mata-mata.
***
Sudah lebih dari satu jam Antares menatap wajah yang tertidur itu, tapi ia tak pernah bosan. Fresya tetap terlihat sangat cantik meskipun sedang tidur seperti sekarang. Saat dia terpejam, bulu matanya terlihat lebih lentik dan lebat. Bibir mungilnya yang sedikit terbuka sangat menggemaskan. Bibir itu semakin memerah dan membengkak karena keganasannya. Antares mengusap bibir itu dengan punggung jari telunjuknya, kemudian.mendsratkan sebuah ciuman kecil nan lembut.
Fresya tertidur, bahkan sebelum ia menyelesaikan permainan. Ia tahu gadisnya sangat lelah. Ralat, bukan gadis, melainkan wanita. Fresya baru saja bertempur dengan bayangan Nereida, kemudian mendapatkan kekuatan dari Cygnus, dan malam ini ia menerobos pertahannya. Wajar jika wanitanya tidak dapat bertahan. Padahal ia ingin mengulangnya, tapi tidak tega. Fresya pasti masih kesakitan di bagian bawahnya. Ia tidak tahu bagaimana rasanya, tapi pernah mendengar katanya sangat sakit sekali seperti tubuh terbelah. Semoga saja tadi Fresya tak sampai merasakan sesakit itu.
Antares mengembuskan napas pelan melewati rongga hidungnya. Ia sadar telah melakukan sesuatu di luar batas. Tak seharusnya ia melakukannya pada gadis yang dicintainya. Namun. ia tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia ingin Fresya percaya padanya, jika ia tidak akan menyakiti teman-temannya. Ia akan melupakan dendamnya jika itu yang diinginkan wanitanya. Meskipun bertentangan dengan hatinya, ia akan mencoba melupakannya. Demi Fresya.