Dewa Penolong

1302 Kata
part 7 "Dia, Amila. Memang owe yang kilim buat Bapak," jawab Bos Gendut, menjelaskan. "Pak Malkus puas dengan pelayanannya?" tanya si Bos. 'Sudah kuduga, mereka semua mengira bahwa aku adalah Markus,' ucap batin Darmawan. "Berarti dugaan adanya permainan dalam proyek perusahaan yang dicurigai oleh kantor pusat benar adanya," ujar Darmawan dalam hatinya lagi. "Pelayanan apa maksudnya, Bos?" Darmawan mencoba meminta penjelasan, walaupun dia tahu maksud dan arah dari pertanyaan tersebut. "Ah, masa Pak Malkus tidak paham," ucap Bos Gendut, sembari tertawa cengengesan bersama teman di sebelahnya. "Loh, saya memang benar-benar tidak paham," ujar Darmawan, mencoba meyakinkan. Mereka saling menoleh satu sama lain, seperti kebingungan. "Lalu, si Amila semalaman sama Pak Malkus?" tanya si Bos, sambil menatap ke arah Amira yang duduk di samping Darmawan, berhadapan dengan mereka berdua. "Anda tahu, berapa usia gadis ini?" Darmawan mulai berbicara tegas, jemarinya menunjuk ke arah Amira. Sekali lagi Bos Gendut dan pria itu saling bertatapan, seperti sedang saling mempertanyakan. "Sekital empat belas tahun," jawab si Bos, dengan logat cadelnya. "Anda tahu dari mana, jika usia gadis ini 14 tahun, bukan 23 atau 25?" tanya Darmawan. "Oh, itu ... si pengasuhnya yang celita, kalo umulnya 14 tahun," jelas si Bos. "Pengasuh? Maksudnya?" Pancing Darmawan lagi. "Muncikali, Pak Malkus. Penyedia wanita penghibul." Bos Gendut melihat gawainya, sepertinya mendapat pesan masuk. Sementara matahari mulai menampakkan sinarnya, cahayanya membawa kehangatan di dalam cuaca dingin seperti ini. "Bos anak ini mengilim pesan, kapan ini Amila dibawa pulang," jelas si Bos, sembari menunjukkan layar handphonenya kepada Darmawan. "Amira akan tetap bersama saya. Saya tidak akan membiarkan anak ini kembali kepada pengasuhnya untuk dijadikan pekerja seks komersial!" tegas Darmawan, lalu mematikan rokoknya di asbak. Amira terkejut mendengar ucapan Darmawan. Begitupun dengan Bos Gendut dan pria asing itu. "Maksud Pak Markus?" Kali ini, pria itu yang bertanya. Wajahnya terlihat bingung. "Bukankah ucapan saya sudah tegas, jika Amira tidak akan saya biarkan kembali kepada mu*cikarinya!" Tajam tatapan Darmawan kepada mereka berdua. "Oh, jika Pak Malkus mau tambah hali lagi owe tidak apa-apa, nanti bial ulusan sama bosnya anak ini, owe yang atul," jelas Bos Gendut. "Saya bukan, Markus. Nama saya Darmawan, Anda sudah salah orang." Darmawan menjelaskan siapa dirinya, sambil mengambil rokok yang terletak di atas meja, kemudian membakarnya. Kedua orang itu tampak terkejut mendengar penjelasan dari Darmawan. Terlihat jelas dari raut wajah mereka. "Saya yang menggantikan posisi Pak Markus. Kantor pusat yang memberikan perintah tentang pergantian mendadak ini, karena mencurigai ada permainan kotor dalam pelaksanaan proyek ini," jelas Darmawan, sembari tatapannya tidak lepas dari kedua orang tersebut. "Lalu, proposal yang kami ajukan bagaimana?" tanya pria tersebut, paras wajahnya terlihat khawatir, hal yang sama juga terlihat pada mimik muka Bos Gendut. "Anda berdua adalah bagian dari kecurangan tersebut!" tegas Darmawan. "Kenapa Bapak Darmawan bisa bicara seperti itu kepada kami?" sergah pria tersebut, menyangkal tuduhan Darmawan. "Saya sudah baca dan juga sudah saya teliti proposal kerjasama yang kalian ajukan. Termasuk fee 15 persen yang kalian janjikan kepada pimpinan proyek apabila tender ini diberikan kepada kalian berdua, itu sudah termasuk penyuapan!" jelas Darmawan, sambil bersandar di kursi dan mengisap rokoknya perlahan. Mereka berdua terlihat gugup dan serba salah, karena merasa sudah ditelanjangi oleh Darmawan. Menyangkal tuduhan pun tidak mereka lakukan, karena apa yang dikatakan Darmawan benar adanya. "Gadis kecil di samping saya ini yang kalian berikan sebagai upeti atau sogokan untuk mempermulus langkah kalian dalam memenangkan proyek ini, membuat saya semakin yakin, Anda berdua akan bermain curang apabila menang dalam pelaksanaan tender nanti." Semakin memerah muka si Bos dan pria tersebut. Darmawan menoleh ke arah Amira. "Tolong ambilkan proposal yang kamu bawa semalam di atas meja." Gadis itu mengangguk, lalu segera ke dalam rumah untuk mengambil proposal yang dimaksud. Tidak lama, bapak penunggu vila keluar dari dalam dengan membawa pesanan Darmawan, dan meletakkannya di atas meja sembari menawarkan minuman pada ketiga orang tamu tersebut, tetapi mereka semua menolaknya. Amira kembali datang dengan membawa map berwarna biru berisi proposal, lantas menyerahkannya kepada Darmawan, ia tidak kembali duduk seperti semula, dan memilih berdiri di belakang Darmawan. "Proposal ini saya kembalikan kepada kalian, dan saya sebagai pimpinan proyek menolak untuk bekerja sama dengan kalian!" tegas Darmawan, sambil meletakkan map di atas meja tepat di hadapan Bos Gendut dan pria itu berada. Raut kekecewaan terpancar jelas di wajah mereka. Sebuah mobil SUV masuk ke pekarangan vila, dan diparkirkan tepat di samping mobil sedan si Bos, tampak seorang pria muda turun dari mobil tersebut dan langsung masuk menemui Darmawan, setelah bersalaman dengan semua tamu di situ termasuk dengan Amira, pria muda berpostur gagah tersebut lantas duduk di samping Darmawan, di bangku yang tadi Amira duduki. "Perkenalkan, rekan muda saya ini namanya Dimas. Nama lengkapnya Dimas Prasetyo, dia adalah pengacara saya." Tampak pria muda tersebut mengangguk pelan, seperti membenarkan, lalu kepalanya sedikit mendekati wajah Darmawan. "Ini yang semalam Abang ceritakan," bisiknya. Darmawan mengangguk, lantas Dimas melirik ke arah dua orang di depannya lalu kembali ke posisi semula setelah menoleh sesaat ke arah Amira, dan memberikan senyuman kecil yang di balas Amira dengan merunduk dan paras wajah yang bersemu merah. Karena tidak terbiasa berpandangan dengan lawan jenisnya. Terlihat pucat, grogi, dan serba salah Bos Gendut, koleganya, dan juga Edi yang masih berdiri di tempat semula. Mereka semua lebih banyak terdiam dari sejak pembicaraan awal, karena Darmawan pandai dalam memanipulasi pembicaraan, sehingga membuat lawan bicaranya merasa ada di bawah pengaruhnya. "Jika begitu tidak apa-apa, sekalang ... owe mau pamit," ucap si Bos, lalu tatapan matanya diarahkan kepada Amira. "Amila, ikut owe pulang sekalang!" perintahnya, sambil bersiap-siap untuk berdiri. Sepertinya dia sadar jika dalam posisi yang tidak menguntungkan dan ada di bawah tekanan. Darmawan berdiri bergerak cepat, menahan mereka untuk pergi dengan menyongsongkan sebelah tangannya, seperti memberi kode agar mereka berdua duduk kembali. "Duduk dulu sebentar, masalah kita belum sepenuhnya selesai!" tegasnya. Bos Gendut dan koleganya perlahan duduk kembali, lalu diikuti oleh Darmawan. Dimas mengangguk, setelah melihat Darmawan memberikan kode memintanya untuk mulai bicara. "Boleh saya tahu nama bapak-bapak ini siapa?" tanya Dimas kepada kedua orang yang ada di depannya. Sebelum memulai pembicaraan ke arah yang lebih serius. "Owe, Ayung. Temen owe, Beng-Liem," jawab Bos Gendut memperkenalkan nama mereka berdua. "Bapak-bapak ini tahu, kan, usia gadis ini berapa?" tanya Dimas, mereka berdua diam saja, tidak menjawab. "Seusia gadis ini masih masuk dalam kategori anak-anak yang masih di bawah umur. Bapak-bapak berdua ini bisa terkena Undang-undang perlindungan dan perdagangan anak, Pasal 76 F. UU Dan hukumannya minimal tiga tahun penjara maksimal lima belas tahun penjara. Atau denda paling sedikit 60 juta paling banyak 300 juta, di mana termasuk dalam pasal 83 UU Perlindungan Anak." Panjang lebar Dimas menerangkan. "Bukan hanya itu, Pak Ayung dan Pak Beng-Liem juga bisa terkena kasus pidana lain, kasus prostitusi dengan bersikap seperti m*******i karena memerintahkan Amira untuk melayani Darmawan. Anda berdua bisa mendekam lama di penjara karena dua kasus yang berbeda sekaligus." Tatapan dan ucapan Dimas tajam, ditujukan kepada mereka berdua. Wajah keduanya benar-benar seperti kebingungan dan ketakutan. Karena pada dasarnya mereka mengerti dalam posisi yang salah. "Klien saya Pak Darmawan hanya ingin agar Amira dilepaskan dari penguasaan mucikarinya, dan tidak akan memperpanjang masalah ini dengan melaporkan bapak-bapak berdua ke pihak kepolisian. Tetapi, jika kalian berdua tetap memaksa untuk membawa anak ini, maka langkah untuk melaporkan kepada yang berwajib akan kami lakukan!" tekan Dimas, kepada Ayung dan Beng-liem. "Lalu ulusan saya dengan Mami Melly bagaimana?" tanya Ayung, seperti kebingungan. "Itu urusan Anda, bukan urusan kami!" hardik Darmawan. "Lebih baik Anda semua secepatnya pergi dari sini sebelum saya berubah pikiran," ancamnya lagi. Ayung dan Beng-liem saling berpandang-pandangan, berdiri hampir berbarengan, lalu pergi begitu saja meninggalkan vila ini. Amira menangis terisak di belakang Darmawan, dia tidak menyangka bisa terbebas dari cengkeraman Mami Merry. Terduduk lemas di lantai keramik, tidak percaya jika takdir masih berpihak kepadanya. "Terima kasih, Tuhan ... telah Kau gerakkan hati Om Darmawan untuk menolongku," batinnya. Terisak Amira, menangis dalam kebahagiaan yang tidak pernah dia bayangkan, bahkan dalam mimpinya sekali pun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN