“Itu tidak mungkin!” bantah Venus, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Pakio.
"Aku tahu kau tidak akan mengakuinya, jadi aku menyimpan buktinya."
Tak disangka, pada detik berikutnya, Pakio langsung membuka kancing kemeja dengan satu tarikan, membuat seluruh dadanya terlihat. Otot bicep d**a miliknya membuat Venus menelan ludah.
Venus menatapnya. Pakio membuka kemejanya memperlihatkan tulang selangkanya yang halus. Di bawah tulang selangka, terdapat begitu banyak gigitan dan cakaran yang tidak jelas.
Bisa dilihat betapa panas hubungan seks mereka tadi malam!
Venus memiliki dorongan untuk menutupi wajahnya dan melarikan diri!
Meskipun dia merasa senang saat merayunya tadi malam tapi saat ini dirinya sangat malu saat ini!
Setelah diingatkan oleh Pakio, dia akhirnya ingat betapa bergairahnya dia tadi malam. Wajahnya langsung memerah seperti dua buah tomat yang sudah matang.
“I-itu—“
“Perbuatanmu.” Pakio segera memotong perkataan Venus membuat wanita itu tidak bisa berkata-kata.
Raut wajahnya berubah saat itu juga. Dia mengutuk dirinya sendiri karena mabuk. “Venus, apa yang kau lakukan. Kenapa menambah masalah baru lagi, sih,” gerutunya sambil bergumam pelan.
Pakio mendekat lebih dekat lagi, napasnya yang hangat menggelitik telinga Venus saat dia membisikkan kata-kata peringatan, seringai tersungging dibibirnya. Suara Pakio menegaskan kesombongan, akan kenangan pertemuan mereka yang penuh gairah masih segar dalam benaknya.
Tubuh Venus menegang, saat satu kecupan kecil diberikan Pakio. “Mau mengulangnya kembali?” bisik Pakio tepat di telinga Venus membuat mata wanita yang tengah digoda membulat sempurna. “Malam panas itu,” tambah Pakio.
Venus tiba-tiba merinding saat sesuatu terbangun di bawa sana tiba-tiba merinding. Venus merasakan sensasi yang tidak asing lagi di antara kedua kakinya.
"Astaga kenapa benda itu bisa berdiri?" gerutu Venus.
Dia benar-benar berurusan dengan orang yang salah. Melihat raut wajah Venus seperti itu, membuat Pakio benar-benar ingin menggodanya.
“Tidak perlu tengang, aku tidak akan memakanmu!” ucap Pakio menjauhkan tubuhnya sesegera mungkin.
Kepala yang tengah menunduk membuat rambut Venus yang tergerai menutupi wajahnya. “Aku hanya ingin meluruskan kesalahpahaman di antara kita, tapi jika Nona Venus yang menginginkan diriku menjadi pria panggilan khusus untukmu sendiri, mungkin aku memikirkannya!” ucap Pakio membuat Venus membulatkan matanya.
Pakio meraih jas yang tadi diletakan di atas sofa. Dia kembali memakainya. “Seperti yang kukatakan tadi, mari bertemu beberapa kali. Kau tidak perlu membayarku!” ucap Pakio sambil kembali memakai jas miliknya.
Venus masih terdiam, jantungnya bergedup sangat kencang. Dia pikir, dia akan kembali bercinta dengan pria yang bahkan tidak memperkenalkan namanya. Setelah Pakio menghilang dari balik pintu, tubuh Venus jatuh ke lantai.
Sedangkan di luar kamar, terdapat Vildan memasang wajah cemberut. Dia mengingat perkataan implusif sang tuannya itu.
“Tuan Muda.”
“Aku tahu, apa yang ingin kau katakan, Vil. Kau akan melarangku berhubungan dengannya ‘kan?” tebak Pakio.
Vildan terdiam, menandakan jika tebakan Pakio benar.
“Kau tidak pernah melihatku setertarik itu pada wanita ‘kan? Jadi berhentilah memberiku saran atau mencegatku,” ucap Pakio memberi peringatan.
“Wanita itu telah menikah, Anda tahu jika itu tidak mungkin. Apa yang akan dikatakan—“
Perkataan Vildan kembali menyadarkan Pakio pada kenyataan.
“Memangnya mereka harus mengatur hidupku? Kenapa aku harus memikirkan apa yang mereka katakan!” Suara Pakio terdengar penuh dengan ketidaksukaan. “Apa salahnya jika menyukai istri orang? Lagipula, dia akan segera bercerai karena telah diselingkuhi," pungkas laki-laki tampan itu.
“Tapi—”
Tatapan Pakio membuat Vildan tidak melanjutkan kalimat yang ingin dikatakannya. Pakio tahu kalimat yang ingin dikatakan Vildan, dia tahu jika Vildan berniat baik tetapi tidak ada yang bisa mencegah dirinya tertarik pada wanita. Sekalipun wanita itu berstatus istri orang.
“Mereka tidak akan tahu jika kau tidak melapor," tegas Pakio dengan tatapannya yang dalam.
“Aku benar-benar tidak mempermasalahkan jika kau tidur dengan berganti-ganti wanita, tapi jika kau berhubungan dengan wanita memiliki suami, itu hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh pria sepertimu.” Lagi-lagi, Vildan mengingatkannya.
“Itu tidak masalah. Mereka tidak tahu tentangku, kenapa aku harus memikirkan apa yang orang lain katakan," bela Pakio.
Vildan hanya bisa menghela napas dengan kasar dengan sikap Pakio yang membuat sakit kepala. Pakio tidur berganti-ganti wanita bukan masalah baginya, tetapi jika menyukai wanita beristri adalah sebuah masalah.
Pakio yang menganggap jika Venus telah pergi dari hotel, nyatanya Venus menuju kamar yang dipesan oleh Jansen dan Ellina. Bukan untuk mengganggu kegiatan dua orang itu, dia hanya ingin mengumpulkan banyak bukti tentang perbuatan Jansen.
Seperti yang dikatakan oleh Pakio, jika percuma memarahi dua orang yang telah mengkhianati. Dia tidak tahu berapa lama dua orang yang paling dipercaya justru berkhianat. Bukankah melabrak adalah sesuatu yang salah, dan akan berakhir sia-sia. Apapun alasannya, tidak ada pembenaran atas perselingkuhan.
“Huh!” Helaan napas kasar terdengar bersamaan dengan suara gigi bergesekan satu sama lain. Walaupun hatinya berkecamuk, atas pengkhianatan yang di depan mata. Namun, sebisa mungkin menahan dirinya kembali. Setelah merekaman Venus pulang ke rumah.
Perkataan Pakio, masih terngiang jelas. Jika pria itu menginginkan dirinya bercerai dari Jansen dan menjadi kekasih Pakio. Lucu, hingga membuat Venus tertawa kecil. Bisa-bisanya, pria yang baru dua kali bertemu dengannya itu meminta hal bodoh seperti itu.
Apakah kepalanya terbentur, hingga mengakibatkan dia berbicara ngelantur? Kejadian antara mereka hanya cinta satu malam yang tidak sengaja. Ya. Tidak disengaja karena dirinya mabuk.
“Dari mana saja kau?” Sebuah suara terdengar saat Venus baru saja masuk. Dia pikir jika Jansen sedang tidak ada di rumah.
“Bukan urusanmu,” jawab Venus. Melihat kamar tidur yang cukup berantakan membuat Venus enggan untuk masuk ke dalam kamar.
“Venus!”
“Jangan meninggikan suaramu di depanku!” Venus pun tidak mau kalah. “Kau masih berani bertanya kenapa aku tidur di hotel setelah perbuatan menjijikanmu dengan Ellina kau lakukan di atas ranjang kita?”
“Dia sahabatku, dan kalian tega melakukan ini padaku?” lirih Venus.
Jansen menggeleng kecil. “Itu tidak seperti yang kau pikirkan. Kau salah paham," katanya.
“Salah paham katamu?" tanya sang istri penuh selidik, "di mana letak salah pahamnya, Jansen? Kau menikmati itu," lanjut Venus.
“Aku jijik berada di sini, kau pasti sering membawa dan bercinta dengannya di rumah kita!” Venus sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak jatuh.
Sejenak, Jansen terdiam. Pikirannya sungguh tidak bisa mencari alasan yang jelas sekarang. Sedangkan—Venus masih menatapnya dalam-dalam.
Dia melihat manik mata indah itu mulai berkaca-kaca yang pada akhirnya membuat Jansen merasa sangat bersalah. Namun tidak mungkin jika dia mengakui perselingkuhan itu. Jansen lantas menundukkan pandangan. Sungguh, tidak tega sebenarnya melihat kesedihan Venus.
Terdengar helaan napas panjang dari Jansen, saat dirinya kembali menatap Venus dan berkata, "Ma—maaf. Aku salah karena dengan mudahnya tergoda oleh Ellina. Tapi dia menjebakku, Velda. Percayalah."
“Ellina menggodamu?” tanyanya, meremehkan.
“Ya. Dia menggodaku. Aku menolaknya, tapi dia membuatku meminum sesuatu yang sudah dicampur dengan obat perangsang.” Jansen begitu keras menjelaskan pada Venus.