8. Kita tidak boleh bercerai!

1054 Kata
“Kau tidak bohong ‘kan?” Venus terus memojokkannya. “Sayang, kau tahu jika aku tidak seperti lelaki kebanyakan yang pandai berbohong. Jika bukan karena akal licik Ellina, pasti aku tidak akan pernah menyentuh perempuan lagi selain kau," jawab Jansen penuh percaya diri. Kali ini Venus mengangguk kecil. Kemudian, mengusap sudut mata yang sedikit basah. Dia menatap Jansen kembali, juga melempar senyuman padanya. Bertingkah seolah sudah percaya jika apa yang dia lihat kemarin bukanlah kesalahan Jansen. Semua itu dia lakukan untuk menarik perhatian suaminya agar tidak terlalu panik, sebab masih ada yang akan Venus tanyakan. Kesabaran itu harus tetap ia pertahankan agar perselingkuhan Jansen dengan Ellina cepat terungkap. "Babe, sungguh—Ellina itu perempuan jahat yang mencoba menghancurkan rumah tangga kita," kata Jansen seraya menyentuh kedua bahu sang istri. "Hmm? Memangnya, sejak kapan kalian menjalin hubungan di belakangku?" Venus bertanya setelah mencoba mengendalikan emosi. "Tidak ada seperti itu, Babe. Kita melakukannya hanya sekali, itu juga karena aku dijebak," jelas Jansen dengan kebohongannya. "Kali ini saja, tolong, katakan yang sebenarnya," pinta Venus dengan suara lembut, "sudah berapa lama perselingkuhan kalian?" ulangnya. Jansen langsung berdecak kesal. Dia memijit pelipisnya yang terasa pusing. Mengira jika Venus sudah memaafkan, tapi ternyata masih saja mengungkit hal itu. "Aku tidak berselingkuh, Velda. Berapa kali harus aku katakan?" Jansen kembali merayunya. "Sampai kau mengakuinya. Lagian, mana mungkin kau langsung pingsan begitu saja setelah meminum apa yang Ellina berikan? Lantas kenapa … kau tidak mencoba pergi saja saat menyadari ada yang tidak beres?" Pertanyaan Venus benar-benar membuat Jansen kehabisan alasan. "Terserah saja jika sudah tidak percaya. Aku dan Ellina tidak memiliki hub—“ "Jansen, apa bagimu— aku ini wanita bodoh? Bagaimana bisa kau masih saja berbohong, padahal aku melihat langsung perbuatan kalian di kamar waktu itu? Kau mengerang nikmat, Jansen. Kau sangat menikmatinya," ujar Venus diiringi tatapan sinis. "Aku di bawah pengaruh obat saat itu. Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi setelah kesadaranku menurun usai meminumnya," pungkas Jansen. "Ooh, ck!" Venus bertepuk tangan dengan pelan. “Pengaruh obat sampai kau membentak dan menamparku. Kenapa kau tidak mengatakan saja jika kau berada dalam pengaruh pellet!” Dia sungguh anggun, bahkan ketika sedang tersakiti hatinya masih saja tenang seperti itu. Sementara, Jansen menatap datar sang istri. Jantungnya masih tidak bisa berdetak dengan teratur yang menyebabkan napas Jansen menjadi sesak. Beberapa saat kemudian, Venus mengambil handphone dari dalam tasnya. Dia membuka galeri, lalu memperlihatkan handphone itu pada Jansen di mana ada sebuah foto yang akan menjadi bukti atas tuduhannya kepada sang suami. "I—itu—“ Bibir Jansen terasa kaku saat akan mengucapkan sesuatu. "Mau lihat yang lain?" tawar Venus seiring senyuman tipis di bibirnya. "Babe, kau jangan gila, ya!" tegur Jansen sedikit meninggikan suaranya. Tetapi Venus sudah menggeser layar handphone sehingga memperlihatkan foto Jansen dan Ellina yang lainnya. Foto-foto mereka berdua sangat tidak pantas dilihat. Bahkan, Jansen sendiri sampai membuang muka karena tidak tega melihat dirinya sendiri tanpa sehelai pakaian, tapi seseorang mengabadikannya. "Cukup!" bentak Jansen sambil merebut handphone Venus. Dia menggenggamnya sangat erat, lalu menatap tajam Venus yang sudah bertindak keterlaluan. Namun, Jansen tidak mengatakan apapun setelah melihat bukti tersebut. Dia tidak bisa membela diri lagi karena foto-fotonya. "Aku rasa, kau tidak perlu lagi susah payah mencari alasan," kata Venus kemudian. "Maafin aku, Sayang. Aku khilaf," ungkap Jansen seraya menyentuh tangan Venus. Venus tertawa kecil melihat raut wajah Jansen yang seperti bayi kucing, imut, seolah tidak berdaya. Namun, bukankah dia adalah seorang penjahat? Dia telah menyakiti hati Venus dengan sengaja. Apakah pantas semua itu termaafkan? "Aku akan mengajukan perceraian," ucap perempuan itu. "Tidak, Ven. Jangan," tolak suaminya. "Kenapa? Bukankah bagus? Kau bisa tidur dengan siapapun setelah perceraian kita, tanpa khawatir diketahui istri sah kau," ujar Venus yang langsung menusuk hati Jansen. Air mata Venus tidak henti-hentinya mengalir. Perempuan itu berulang kali menghapusnya dengan kasar. Jangan ditanya lagi bagaimana matanya sembab saat ini. Venus tidak menyangka akan menjadi seperti ini rumah tangganya. Pria yang paling dicintainya tega bermain api dengan perempuan lain. Lebih parahnya perempuan itu adalah sahabat baiknya sendiri. Sungguh konyol. “Argh! Sialan! Kalian berdua benar-benar b******k!” umpat Venus. Di depan Jansen tadi, Venus bisa menahan air matanya untuk tidak tumpah ruah begini. Namun, tidak sekarang. Sekuat-kuatnya dirinya, ia juga seorang perempuan. Perempuan yang memiliki hati yang rapuh. Istri mana yang tidak kecewa dan sakit hati ketika suaminya sendiri berselingkuh? Sakit. Itu yang Venus rasakan. Sakit sampai rasanya ingin mati saja. Segera Venus kemas pakaiannya ke dalam koper. Ia tidak sudi lagi untuk tinggal satu atap dengan pria pengkhianat seperti Jansen . Venus hanya memilih pakaian yang memang miliknya, atau bukan keluar dari uang Jansen . Ia sungguh tidak sudi. “Lebih baik aku pulang ke rumah Mama. Mereka benar-benar menjijikkan!” sinis Venus. Setelah dirasa cukup, perempuan yang hatinya tengah terluka itu segera menyeret kopernya untuk pergi dari rumah ini. Di ambang pintu kamar, netra Venus memandang ke arah ranjang. Ranjang yang menjadi saksi bisu perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Seketika senyum sinis langsung tercetak di wajah cantiknya. “Kalian b******n!” ujarnya penuh kebencian. “Sayang, kau mau ke mana?” kata Jansen yang terkejut melihat sang istri dengan sebuah koper. Jansen sedikit terhenyak tatkala melihat wajah cantik Venus yang berubah menjadi penuh kebencian dan tampak begitu terluka. Bukannya menjawab, Venus malah kembali melengos pergi begitu saja. Pertengkaran hebat yang tadi terjadi adalah akhir segalanya dari rumah tangganya ini. Venus tidak sanggup lagi melanjutkan bina rumah tangga ini. Apa yang Jansen lakukan sudah begitu fatal dan tidak termaafkan lagi. “Sayang, jangan pergi. Maafkan aku.” Jansen menahan lengan Venus. Dengan cepat Venus menghempaskan tangan kekar itu. “Lepaskan! Aku jijik disentuh olehmu!” sarkas Venus. Sontak, Jansen langsung diam. Baru kali ini Venus membentaknya. Namun, apa yang ia lakukan memang sudah keterlaluan. Pantas jika Venus memperlakukan dirinya begini. “Aku muak melihat wajah penghianat sepertimu! Secepatnya aku akan mengurus perceraian kita!” Deg! Jansen terhenyak mendengarnya. Tidak! Hal itu tidak boleh terjadi! Ia tidak mau bercerai dengan Venus. Meski dirinya bermain api dengan Ellina. Tetap saja, hanya ada Venus di hatinya. “Tidak boleh! Kita tidak boleh bercerai!” Udara dingin tentu dapat Venus rasakan menusuk kulitnya. Namun, perempuan itu abai. Helaan nafas terus lolos dari bibirnya. Ia lelah. Sudah begitu lelah. Sebelum pertengkaran hebat ini terjadi, ia dan sang suami memang kerap kali bertengkar. “Pernikahan ini tidak bisa terus dilanjutkan.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN