Kaki tengah disilang, satu tangan memegang gelas sedang tangan lainnya tengah memegang berkas yang tengah dibaca. Sesekali dia menyeruput kafein miliknya. Kepalanya sedikit berdenyut sakit melihat berkas yang baru saja dibacanya.
“Nama yang cantik secantik wajah itu,” gumamnya saat membaca nama lengkap Venus.
Kemudian terdengar helaan napas, saat dia kembali membalik kertas. “Jadi, aku bercinta dengan wanita bersuami?” tanyanya sambil tertawa kecil. “Dan, suaminya adalah debitur kita?” tanyanya sambil menatap pria yang ada dihadapannya.
Pria itu hanya menganggukan kepala. Sesekali melihat wajah serius atasannya itu. “Menurut penyilidikan, suaminya memiliki berselingkuh dengan sekretarisnya, bernama Ellina-sahabat Nona Venus.”
“Jadi itu alasan dia mabuk dan meracau tidak jelas.”
“T-tuan, apa yang akan Anda lakukan padanya.”
“Bukankah aku harus memberi pelajaran pada wanita yang sudah mengangguku?”
“T-tapi Anda menikmati tidur dengannya. Nona Venus juga dalam keadaan mabuk!”
“Shut up, Vildan! Setelah selesai menggodaku, dia kabur dan menganggapku sebagai pria panggilan!” gerutu Pakio.
Vildan kini paham, alasan kenapa atasannya mencari tahu wanita yang tidur dengannya. Dari banyaknya wanita yang tidur dengan Pakio, mungkin baru Venus yang mencoreng harga dirinya dengan menganggapnya sebagai pria pemuas.
Walaupun ingin tertawa, Vildan tidak bisa. Dia menyayangi nyawanya.
“Apa yang harus kulakukan dengan wanita ini?” tanyanya. “Haruskah aku bermain-main sebentar dengannya?” Setelah mengatakan itu, Pakio beranjak dari tempat duduknya.
Pakio berjalan keluar dari kamar hotel dengan setelan jas hitam elegan, memberikan kesan kekuasaan dan keanggunan berpadu sempurna. Langkah yang penuh percaya diri, mencerminkan posisinya sebagai ketua gangster. Tatapan mata tajam, berpadu dengan potongan rambut blow cut, tidak ada yang memperkirakan jika dia adalah pria yang harus diwaspadai. Bagi mereka yang telah menyentuh dunia Underground, tidak ada yang tidak mengenalnya. Perusahaan yang dimiliki hanyalah sebuah cangkang.
“Hari ini, apa Anda akan pergi menemui Direktur Reno?” tanya Vildan dengan sedikit ragu.
“Ya, kurasa tenggat waktu yang kuberikan sudah lebih dari cukup. Bukankah dia harus mengembalikan apa yang telah dia janjikan? Lagipula aku hanya mengambil apa yang harus menjadi hakku!”
“Kami menangkapnya saat akan kabur menggunakan kapal!”
“Huh, otaknya cukup pintar ternyata! Dia pikir, kabur solusi setelah membebankan seluruh hutang pada perusahaan! Ah, sangat menyebalkan meminta kembali uang yang telah mereka pinjam. Mereka pikir, uang yang mereka pinjam uang pribadi mereka. Dasar para b******k sialan! Haruskah aku memotong tangan mereka, atau menjual salah satu organ berharga mereka?” gerutunya.
“Jika seperti itu, Anda jadi tukang jagal saja, Tuan!”
Saat tengah memasuki sebuah hotel, mata Pakio menangkap sosok yang dikenalnya. “Apa yang dilakukan wanita itu di sini?” tanyanya.
“Sepertinya dia ikut meeting dengan beberapa klien di lantai 15. Aku dengar ini adalah meeting terakhir bersama dengan Presdir perusahaan sebelum pergantian Presdir baru!”
Senyum seketika terbit di bibir tipisnya, saat sekelebat ide masuk.
Vildan terdiam sesaat, melihat Pakio yang tengah memakai jas. Pria di hadapannya sedang tertarik dengan wanita, itu adalah hal yang paling membuatnya mengerutkan kening. Biasanya Pakio akan menghindar tetapi kali ini tidak.
“Apa Anda tertarik padanya?” Vildan dengan ragu bertanya.
“Menurutmu? Apa aku tertarik padanya?” Bukan jawaban yang Vildan didapatkan dari Pakio melainkan pertanyaan yang justru membingungkan.
“Sejujur, iya!”
“Begitu kah?”
Vildan masih terperangkap dengan beberapa pertanyaan di dalam pikirannya. Apa yang membuat Venus berbeda dengan wanita-wanita lain sampai Pakio tertarik padanya. Apakah karena mereka telah bercinta sebelumnya? Namun, itu hal biasa bagi Pakio.
Baru saja keluar dari lift, langkah kaki Venus terhenti, matanya menangkap sosok yang sangat familiar. Jansen, Sang Suami bersama Ellina, sahabatnya sedang berjalan menuju resepsionis.
“B-berani sekali dia—” geram Venus mengepalkan tangan.
Wajahnya terlihat penuh emosi melihat kemesraan di depan mata. Ellina yang tengah menggandeng tangan Jansen, sambil bersandar di bahu suaminya.
“Wanita tidak tahu malu,” umpat Venus melihat kelakuan Ellina.
Marah bercampur jijik itulah yang dipikiran Venus saat itu. Baru saja selangkah dia ingin melabrak Jansen dan Ellina tangannya dicegat seseorang.
Manik mata wanita cantik itu membulat sempurna saat melihat siapa orang yang mencegatnya, itu adalah pria yang tidur dengannya berada di sana. Waktu seolah berhenti, memberikan kesempatan bagi Venus untuk memandangi pria itu dari atas sampai bawah.
“Kau … bagaimana ada di sini? Apa kau mengikutiku?” tanya Venus dengan nada sedikit emosi.
Pria itu hanya diam di tempat, sambil menatap nakal ke arah Venus. Dia paham dengan apa yang dikatakan oleh wanita di depannya, ditambah dengan suara Venus sehingga reflek teringat dengan wanita yang tidur dengannya semalam.
Pakio mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih yang rapi. Semua kancing kemeja dikancingkan dengan hati-hati. Dia memiliki wajah yang tampan dan temperamen yang acuh tak acuh. Dia terlihat sangat dingin dan tidak peduli.
Namun, ada yang lebih penting daripada menanyakan kedatangan pria itu. “L-lepas. Apa yang kau lakukan?” tanya Venus sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Pakio dari pergelangan tangannya.
Pakio hanya diam menatap lebih dalam ke mata Venus yang berada di hadapannya saat ini. Pakio bisa melihat emosi Venus di sana, benci, marah, jijik, dan ingin memberikan pelajaran pada orang yang telah mengkhianatinya.
“Lepaskan. Aku harus menemui mereka berdua,” seru Venus tetapi kekuatannya kalah jauh dari Pakio yang tidak memberikannya izin pergi. Tidak ada satupun kalimat keluar dari mulut Pakio.
“Aku bilang lepaskan,” ucap Venus penuh emosi. “Mereka berdua harus diberikan pelajaran,” tambah Venus.
Seberapa kerasnya Venus berusaha lolos, sia-sia saja. Pakio benar-benar tidak memberikan ruang agar dia keluar dari dalam lift.
“Lepaskan. Aku harus menemui mereka.” Lagi-lagi Venus memohon agar dilepaskan.
“Berhentilah memberontak! Kau akan terluka!” bentak Pakio menatap mata Venus dengan penuh harap. “Apa yang kau lakukan setelah menemui mereka? Apa kau ingin mengamuk dan dilihat oleh semua tamu yang ada di hotel ini? Bukankah kau tidak ingin orang lain tahu mengenai kehidupan rumah tanggamu yang tengah hancur?”
Venus terdiam. Saat melihat suaminya datang bersama Ellina, di dalam pikirannya hanya ingin memberi pelajaran pada dua orang yang tengah berselingkuh itu.
“Apa pria itu suamimu? Jika iya, jangan lakukan hal bodoh seperti yang kau pikirkan. Bercerailah, jadilah wanitaku,” ucap Pakio dengan tegas dengan suara yang begitu serius membuat Venus terdiam.