"Kenapa sih lo?"
Sasi bertanya. Masalahnya, temannya itu menggumam tidak jelas. Dengan dengusan kesal tanpa alasan.
"Udah deh jangan ganggu!" Kayla memilih meletakan kepalanya di atas meja. Menghadirkan gelengan geli dari Sasi.
"Lo lagi PMS lagi? Ko sering amat sih?"
"Gak usah kepo!"
"Yee... gue kan tanya."
"Diem ah, sakit nih perut."
"Kalau guemah datangnya sebulan sekali. Lo sebulan dua kali ya? Subur amat."
"Pala lo kayanya minta dipaku ya?" mengangkat kepalanya, Kayla menatap jengah pada sahabatnya itu. Dan Sasi malah terkekeh nikmat. Kayla itu kalau sedang PMS memang lucu kelakuannya. Tapi kadang menyebalkan, Kayla suka marah - marah tidak jelas, atau nangis tanpa sebab. Membuat Sasi kadang kehilangan kesabaran saat menghadapinya.
"Ya Allah... memangnya hamba ini kunti lanak. Mau dipaku segala."
"Makanya diem!"
"Habis, lo tuh kaya orang kesurupan. Wajahnya pucet banget lagi," Sasi memeriksa wajah Kayla yang tertidur di meja. "Eh, lo mau minum teh manis enggak? Yang anget gitu,"
Ah, senangnya punya sahabat pengertian. Tentu saja Kayla tersenyum sumringah. Meski perutnya sedang berontak saat ini.
"Gue suruh Kay buat beli!"
Anjiirr!
Hilang sudah senyuman Kayla. Dasar medusa!
"Kagak! Ogah gue!" Kayla membalikan wajahnya ke arah dinding.
"Dih, lo mah. Kan gue yang nyuruh, si Kay kalau disuruh pasti mau lho,"
"Gue beneran paku pala lo! Kalau lo berani nyuruh dia!"
"Hahaha! Ya Alloh.... lucu banget."
"Gue serius. Perut gue sakit banget, please jangan ganggu..."
Kali ini suara Kayla terdengar lirih. Membuat Sasil agak cemas. Ia kembali mengintip wajah sahabatnya itu, "Eh, lo masih idup kan?"
"Hmmm..." jawab Kayla pelan sekali.
"Eh, jangan gitu dong, gue cemas nih," Sasil menepuk pundaknya Kayla. Namun kali ini tidak ada sahutan.
"Eh, lo tidur atau apa sih?" Sasi menyingkapkan rambutnya Kayla. Sasil melihat, kedua mata gadis itu tertutup. "Lo tidur ya?"
Tapi lagi, tidak ada sahutan.
Duh, Sasi cemas sekali. Soalnya, dulu Kayla pernah pingsan hanya gara - gara lagi datang bulan. Jangan - jangan ...
"Kayla!"
Sasi setengah berteriak. Ia menepuk pundaknya Kayla agak kuat. Namun lagi, tidak ada sahutan. Sasi panik, hingga terlihat oleh Kay dan Regi dari bangku belakang.
Sasi menoleh ke arah belakang, tepat pada Regi. "Reg, tolongin temen gue! Dia kayanya pingsan deh,"
Kedua matanya Sasi. Terlihat memerah, gadis itu sepertinya akan menangis. Menghadirkan tatapan kaget dari Regi dan Kay. Kedua laki- laki itu segera bergegas ke bangku depan.
"Pingsan kenapa?" Kay bertanya, dengan ekspressi wajahnya yang jauh lebih panik, ketimbang Sasi.
Sasil mengusap hidungnya yang berair, "Dia lagi datang bulan. Dia kaya gitu kalau enggak minum obat! Tolongin bawa ke UKS!"
Regi mengerti, kalau pacarnya itu amat sayang sama Kayla. Mereka sahabatan sejak SMP. Lalu dengan perhatian, Regi mengusap kepalanya. "Tenang ya..."
Sedangkan Kay, dengan gesitnya. Segera mengangkat tubuh lemas Kayla. Gadis itu benar - benar terlihat pucat.
"Ko bisa kaya gini sih Sas? Ko lo enggak bilang ke gue dari tadi sih?"
Dengan nada menyalahkan, Kay tergesa membawa Kayla. Membuat Sasi perlahan terisak.
"Sorry, tadi larang gue."
"b**o!"
Entah apa yang terjadi sama Kay. Laki - laki itu berkata kasar pada Sasi. Hanya karena tidak memberitahunya, dan membiarkan Kayla pingsan.
"Jangan gitu dong, Kay!" Regi protes. Laki - laki itu perlahan menarik Sasi ke dalam pelukannya. Untuk mencoba menenangkannya.
"Sasi gak salah!" Sambung Regi lagi. Dan hanya di tanggapi lirikan datar dan dengusan saja. Kay melangkah cepat, bahkan hampir berlari.
***
Setelah ditangani perawat khusus yang diadakan di sana. Kayla perlahan membuka kedua matanya. Badannya terasa sakit semua, kepalanya berat, dan rasanya lemas sekali.
Terdengar isakan pelan seseorang yang sedang menangis, Kayla menatap orang itu, "Eh, bocah, Ngapain lo nangis?" Dengan suara yang masih amat lemas. Kayla bertanya. Namun pertanyaan itu, cukup membuat Sasi terlonjak girang lalu memeluk Kayla.
"Ya Alloh, sumpah! Gue cemas banget. Lo kalau gak ada obat, bilang ke gue dong, nanti gue beliin. Itu murah ko,"
Kayla tersenyum haru. Ia amat bersyukur mempunyai teman sebaik Sasi. Perlahan ia menepuk pelan pundaknya. "Hehe... sebenernya ada di rumah. Cuma gue lupa, gak bawa."
Sasil melepaskan pelukannya dan menatap garang pada Kayla, "Nah, itu tuh. Kebiasaan gila lo! Kan itu bahaya banget La... kalau lo pingsan di jalan gimana? Kalau gak ada yang nolongin gimana?"
Lagi, Kayla hanya tersenyum. Marahnya Sasi amat membuktikan, kalau ia sangat peduli pada Kayla. Perlahan menggapai tangannya, Kayla berkata. "Sorry ya... bikin lo khawatir."
"Kagak! Gue kesel sama lo! Lo tuh huhu..." Sasil malah menangis, sambil kembali memeluk Kayla.
"Maaf ya... beneran deh, besok - besok gak akan lupa lagi," Kayla kembali mengusap pelan pudaknya Sasil.
"Awas lo! Kalau lupa lagi," Sasil kembali menegakan dirinya. Lalu mengusap air matanya. Ia duduk di tepi ranjang "Eh, lo mau tau gak, siapa yang bawa lo ke sini?"
"Siapa?"
"Kay!"
"Dih, ko dia sih? Ini pasti lo yang ngasih tahu dia." Kayla menunjuk Sasi dengan tatapan curiganya.
Sasi nyengir kuda ,"Habis gue cemas La, tadinya kan emang gue nyuruh si Regi. Tapi si Kay kaya kesurupan. Masa gue dibilang b**o!"
"Lah, kenapa?"
"Katanya gue, biarin lo pingsan. Dia marah, tau gak sama gue."
"Ko, gitu?"
"Lo pikir aja sendiri. Kenapa doi marah kaya gitu. Dia enggak akan kaya gitu, kalau dia gak sayang sama lo, La."
"Ck, gak lah! Lagiankan dia udah punya pacar. Masa iya sayang sama gue."
"Serah lo, deh, La. Tapi..."
"Apa?"
Sejenak Sasil terdiam. Sepertinya kali ini Kayla akan benar - benar kelimpungan. Dengan apa yang akan Sasi ceritakan padanya.
"Maaf nih yeh, lo tembus..." Sasil berbisik. Dan sukses membuat kedua matanya Kayla membulat.
"Sumpah lo?"
"Iya, dan..."
"Gue sumpah enggak akan terima. Kalau ini bikin gue lebih malu lagi," Kayla menggeleng frustrasi.
"Tapi emang gitu... tadi... di seragamnya si Kay ada itu..."
Oh pleaseee...
Kayla meringis, dengan menjambak kedua sisi kepalanya panik.
Ini benar - benar memalukan. Ingin rasanya Kayla tenggelam.
Oh TUHANNNN!!!
Dan Sasil hanya terkikik nikmat. Melihat wajah Kayla yang panik parah.
"Lo jangan bilang, kalau di seragamnya dia ada darah gue. Sumpah! Gue gak ada muka! Ya Alloh tega bener."
Dan Kayla benar - benar kacau. "Gue mati aja kalau kaya gini!"
Sasil terbahak parah. Sampai ia mengeluarkan airmatanya.
"Anjirrr! Lo ngeselin banget!"
Kayla melempar Sasil dengan bantal. Gadis itu menutup wajahnya amat frustrasi. Rasa malu ini, lebih besar ketimbang ia kentut di depan Kepala Sekolah.
Bagaimana bisa ini terjadi?
Bagaimana caranya Kayla bisa mengahadapi Kay nantinya. Ya Alloh... akhirnya Kayla mengeleng pasrah.
"Ko lo tega banget, Sas. Ko lo huhu..."
Kayla akhirnya menangis. Membuat Sasil mendekat, dan menepuk pundaknya.
"Udah deh, gak apa - apa kali, dia juga udah lupa kayanya."
"Enggak mungkin! Dia pasti bakal ejek gue!"
"Enggak lah, La. Masa iya, dia ejek lo. Cuma gara - gara itu. Percaya deh sama gue. Lo gak lihat sih, gimana paniknya dia, tadi."
Dan Kayla terdiam. Ia menarik napas dalam, menenangkan dirinya.
***
Sementara ini, Kay sedang di depan Koperasi Sekolah. Kay mau membeli seragam baru untuknya.
"Memangnya seragmnya kenapa lagi?" tanya Bu Nurma, dia penjaga koperasi.
"Tadi kena jus, Bu. Eh, sekalian sama rok ya. Maksud saya, seragam bawahan murid cewek."
Si Ibu koperasi tampak menautkan kedua alisnya. Untuk apa murid tampan ini membutuhkan rok. Apa dia sekarang berubah jadi ...
"Buat temen Bu, bukan buat saya." Karena mengerti dengan tatapan si Ibu koperasi. Akhirnya Kay menjelaskan.
"Owh..." lalu si Ibu segera mengambil kedua benda itu. Dan memberikannya pada Kay.
"Terima kasih Bu." Kay segera pergi, setelah membayar keduanya.
Sepanjang jalan. Kay terus saja tersenyum, entah kenapa, ia malah senang. Direpotkan Kayla, sampai seperti itu. Dari mulai ia yang menggendong Kayla, lalu seragamnya yang terkena...
"Itu gigi udah pada kering, Kay!" Regi tiba - tiba datang, entah dari mana.
Kay menoleh, "Eh, kasih ini ke si Kayla. Gue ada urusan Kayanya." Kay memberikan seragam bagian bawah itu pada Regi.
"Mau kemana lo?"
"Lysa manggil gue."
"Ck, putusin aja lah,"
"Sembarangan!" Kemudian Kay bergegas ke arah yang berbeda dengan Regi.
Memang alasannya Kay mau bertemu Lysa. Tapi bukan itu sebenarnya yang terjadi. Kay hanya ingin memberi Kayla waktu. Agar gadis itu tidak terlalu malu saat berhadapan dengannya.
Mengingat peristiwa saat ia menggendong Kayla tadi. Kay, kembali tersenyum.