Bersin

1198 Kata
"Haaaaatchihhhhh!" Kay menyumpal hidungnya yang ternyata mengeluarkan lendir. Membuat Regi yang duduk di sampingnya bergidik sekaligus menautkan kedua alisnya. Setahunya, sahabatnya itu kemarin tidak kenapa - napa. "Haaaaatchihhhhh!" Lagi, sahabat tampannya itu bersin. Membuatnya menggeleng,"Lo kenapa sih Kay? Kejuhanan lo?" Kay mengambil tisu baru, lalu di sumpalkan lagi pada hidungnya. Karena tisu yang tadi sudah basah. "Beliin gue obat dong, puyeng nih, kepala." "Lagian lo kenapa hujan - hujanan sih, kemaren?" Tidak mau sahabatnya itu tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kay memilih merebahkan kepalanya di atas meja. "Gue lupa enggak bawa payung." Regi berdecak, "Makanya, jangan pacaran mulu. Inget, kalau sekarang tuh musim hujan. Kemana - kemana harus bawa payung." Menyebalkan, kenapa sahabatnya itu malah memberikan ceramah. Merasa kesal, Kay menutup kedua telinganya. "Lo mau nolongin gue enggak? Cepetan ke kantin gih, gue pingsan nih," Regi berdiri dengan gelengan jengahnya, "Dasar bocah!" Meski begitu, Regi cemas. Laki - laki itu segera beranjak ke kantin untuk membeli obat. Kay tidak biasanya terkena flu. Dia itu selalu cepat sedia, di tasnya pasti selalu ada payung. Makanya, Regi heran. Ketika mendengar alasan Kay tidak membawanya. Perginya Regi membuat Kay memejamkan kedua matanya. Kepalanya memang agak pusing. Dan badannya sepertinya terasa demam. Kay, tidak mungkin diam di rumah, di sana tidak ada siapa- siapa. Hanya pembantu dan tukang kebun. Ayahnya di rumahnya yang baru bersama istri barunya. Lalu Mamahnya? Ah, sudahlah. Kay sedang tidak ingin memikirkan itu. Perlahan terasa berat kedua matanya. Kay memilih tidur saja. Toh, masih pukul 7 pagi, masih ada tiga puluh menit lagi. Karena di Mutiara masuk kelas pada jam 07.30 pagi. Entah berapa menit Kay tertidur, ketika sebuah suara cukup lembut membangunkannya. Perlahan tapi pasti kedua mata menawan itu terbuka. Menghadirkan sesosok cantik yang ia pinjami payung kemarin. Sesosok yang menyebabkan ia rela kejuhanan hingga demam seperti saat ini. Sejenak Kayla terdiam. Ia merasakan ada yang berbeda dari tatapan Kay hari ini. Laki - laki itu terlihat lemah, dan pucat. "Eh, maaf gue ganggu lo." Merasa tidak enak, Kayla segera mengeluarkan payung milik laki - laki itu di dalam tasnya. "I - ini, gue kembaliin. Makas..." "Oalaaaahhh! Ternyata payungnya di kasih ke lo toh!" Belum selesai Kayla mengahabiskan kalimatnya. Si manusia songong Regi berteriak, membuat Kayla dan Kay kaget. Lalu tatapan penuh tanya dari teman sekelasnya. Kay yang merasa rahasianya akan terbongkar. Hanya memutar kedua bolanya matanya jengah dengan dengusan kesal. Lalu Kayla mendadak kaku, merasa bingung apa yang harus ia lakukan. Melihat keduanya bersikap amat lucu. Geri segera meletakan obat dan air mineral di atas meja."Nih, obat lo." Selesai dengan Kay, Regi melirik Kayla."Jadi kemarin si Kay ngasihin payungnya ke lo?" Kayla mengangguk, "Iya, kenapa emang?" "Pantes!" Regi mengulum senyumnya, menghadirkan decakan kesal dari Kay. Melirik si cantik di depannya, Kay segera meraih payung itu. "Ok, lo boleh pergi." Karena sudah di usir oleh pemilik meja. Kayla memilih memutar dirinya, meski ia penasaran pada keadaan Kay yang terlihat aneh hari ini. Berjalan menuju bangkunya, ketika sebuah suara ia dengarkan. "Katanya gue enggak bawa payung! Katanya gue lupa!" "Apaan sih lo!" "Cieee... " "Berisik!" "Ngaku enggak lo!" "Diem!" Kayla kembali meneruskan langkahnya. Meski kalimat kedua laki - laki itu menerbitkan rasa asing hatinya. Rasa aneh yang menimbulkan detakan hebat di jantungnya. *** "Jadi si Kay sakit?" Saat in Kayla Dan Sasi sedang di sisi lapangan. Melihat anak kelas lain yang sedang bermain volly. Tatapan Kayla tertuju pada Lysa yang terlihat aneh Hari ini. "Iya," kembali melirik Sasil lalu mengangguk. "Ecieee. Dan itu buat lo, La. Diakan kemarin ngasih payungnya ke lo, iyakan?" Mendadak Kayla melebarkan kedua matanya. Dari Mana sahabatnya itu tahu, kalau Kay kemarin memberikan payungnya padanya. Gadis itu menggigit bibirnya karena terasa mendadak malu. Merasa lucu dengan tingkah Kayla yang seperti takut ketahuan. Sasil mendorong kening Kayla pelan. "Enggak usah salting gitu kali," Kesal dengan Sasil yang memojokannya, Kayla merenggut,"Ikh, gue enggak salting!" "Alaaah, bilang aja lo malu. Jangan Pura - Pura sama gue. Gue tahu tingkah lo itu kaya gimana kalau lagi salting." "Enggak salting! Apaan deh," Kayla menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Percayalah, kalau saat ini ia ingin kabur. Kalau saja ia tahu ke arah mana harus pergi tanpa diketahui sahabatnya itu. "Kalo menurut gue, doi emang peduli Banget sama lo. Tapi Pura - Pura enggak peduli gitu. Sama kaya lo! Enggak tahu deh apa untungnya kalian punya sikap kaya gitu." Merasa isi hatinya hampir tercuri. Kayla menatap sekilas pada Sasi. Kemudian kembali ke arah lapangan. Menatap para murid itu sedang bermain Polly dengan antusiasnya. Mencoba menenangkan dirinya, Kayla berdeham pelan."Ya enggak juga. Cuma enggak penting juga. Maksud gue, kenapa gue harus jujur sama lo coba?" Nah, kan. Sasi tahu betul bagaimana caranya Kayla berkilah kalau sudah hampir ketahuan. "Gue sih cuma mau tanya sama lo, emang lo sama sekali gak ada hati gitu sama dia?" "Dia siapa?" mendadak Kayla memutar dirinya cepat ke arah Sasi. "Nah, kan. Lo pura - pura b**o lagi!" Sasi menunjuk muka Kayla saking gemasnya. "Ya maksud gue, dia itu siapa?" Dan Kayla tetap saja tidak mau mengalah. "Tau ah, bisa gila gue!" Menggeleng takjub saking sebalnya Sasi pada tingkah ke pura - puraan Kayla itu. Beralih menatap ke arah lapangan dengan fokus. Berakhir pada seorang gadis yang saat ini terlihat lelah, "Eh, itu si Lysa kayanya agak aneh deh?" Merasa apa yang di katakan Sasi sependapat dengannya. Kayla mengangguk, "Iya, tadinya gue juga mau ngomong gitu." "Eh, lo suka cemburu gak? Kalau lihat si Kay perhatian sama tuh cewek?" "Apaan sih! Ngapain juga gue cemburu. Emangnya dia siapa gue?" Melirik sekilas dengan jengah. Kayla kembali pada arah lapangan. Di mana ada orang yang saat ini mereka bahas. "Ya kali aja." Mereka kemudian terdiam, menjadi penonton dari permainan itu. Terlihat cukup menegangkan ketika bola melayang dan jatuh hampir di bagian lawan. Namun dengan kuatnya bagian masing - masing mempertahankan daerahnya masing - masing agar tidak sampai di jatuhi bola. Permainan semakin panas ketika salah satu grup itu terkena bola di kepalanya. Menghadirkan u*****n kasar dari sang korban. Menimbulkan kericuhan yang cukup kacau. Sampai berakhir pada pembalasan hebat, ketika sang korban kembali melemparkan bola dengan kuatnya, kemudian menimpa kepala Lysa, membuat gadis itu jatuh dalam seketika. Kayla dan Sasi menganga, ia segera ikut turun kelapangan. Lysa saat ini mulai dikerubungi para siswa yang ada di lapangan dengan memanggil - manggil namanya. Kayla Dan Sasi hampir memasuki kerubungan itu. Ketika suara tegas dari belakangnya terdengar. "Minggir!" Menghadirkan tatapan takjub dari para siswi, ketika tahu siapa yang berkata itu. Kay Abigel Hardinata, tentunya. Si the most wanted guy, yang selalu mereka curi perhatiannya meski dari jauh. Lalu tatapan tak terbaca dari Kayla. Gadis itu perlahan mundur memberikan akses pada sang peran utama. Kay berjalan cepat, lantas segera berjongkok, menyelipkan sebelah tangannya di lututnya Lysa. Kemudian sebelahnya lagi di pundaknya. Perlahan diangkat, kemudian membawanya pergi, melewati para siswa dan tentunya Kayla. Sejenak seolah tak bisa bernapas. Ketika tatapan laki-laki tampan yang tengah membopong gadis lain itu bertemu dengannya. Tidak ada ekspressi apa pun yang diperlihatkan keduanya. Hanya aja tatapan keduanya seolah tidak ingin terlepas, sampai Kay benar-benar pergi melewati menyisakan pandangan punggung tegap itu yang semakin berlalu terhalang koridor bangunan. Katanya sakit? Kedua bibir itu tersenyum miris. Menarik napasnya dalam karena tanpa sebab dadanya terasa sesak. Enggak mungkin kan gue suka dia?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN