Pelajaran hampir berakhir, para murid sudah antusias. Kayla yang baru saja selesai mencatat, ia segera memasukan barang-barangnya ke dalam tas. Menatap jam di pergelangan tangannya, Kayla menggigit bibirnya pelan. Entah kenapa hari ini ia ingin sekali pulang. Padahal, ia punya janji pada dirinya. Ia akan mencuci mobil dan menghasilkan uang untuk menabung agar bisa membeli laptop.
Siang ini sepertinya akan hujan. Terlihat dari awan yang berarak berwarna hitam. Lalu angin mulai berhembus, seolah membawa kabar. Bahwa anugerah dari Tuhan itu akan segera tiba.
Kedua mata indah itu tak henti menatap keluar jendela. Seolah langit mendung itu adalah pemandangan indah yang tidak bisa dilewatkan. Kayla sedang mengingat masa kecilnya. Ketika ia nakal dan menikmati hujan. Membuat sang Mamah marah dan memaksanya masuk.
Lalu menyuruhnya mandi dengan air hangat, namun Kayla kecil malah menangis. Membuat sang Papah datang, kemudian memeluknya.
Kayla sangat merasa beruntung memiliki kedua orang tuanya. Ia bahagia, dan amat bersyukur.
Terimakasih Papah, Mamah...
Kedua bibir itu tersenyum. Sejenak kedua matanya terlihat memejam, lantas ia beranjak setelah meletakan tali tas di bahunya.
Berjalan keluar kelas, meninggalkan beberapa temannya yang masih mencatat. Kayla bersenandung kecil, sambil sesekali menatap sekeliling koridor yang sisi kanan - kirinya di penuhi pot - pot yang berisi bunga berwarna - warni.
Inilah, kenapa Kayla merasa betah bersekolah di Mutiara. Karena di sana dipenuhi bunga - bunga. Laksana taman yang memang sengaja di adakan untuk pameran.
Tapi bukan hanya karena bunga - bunga itu saja. Mutiara Bangsa berbeda dengan sekolah lainnya. Pemilik sekolah banyak mendonasikan alat - alat sekolah yang dibutuhkan murid yang kekurangan ekonomi seperti dirinya. Sehingga bisa membantu Kayla tetap bisa melanjutkan sekolah.
Memilih berjalan ke arah parkiran yang sudah tidak beratap. Ketika tiba - tiba hujan mulai turun. Kayla kembali memutar dirinya ke arah bagian yang beratap, sembari mengibaskan air hujan yang sudah terlanjur membasahi dirinya.
"Duh, gimana nih?"
Kedua tangan lentik itu sibuk mengusap baju dan rambutnya yang basah.
"Mana gue enggak bawa payung lagi," berharap ia lupa dan tidak sadar telah memasukan payung ke dalam tasnya. Gadis itu memilih mengecek tasnya.
"Hahh, tidak ada. " menarik napas pasrah, karena sepertinya lupa yang di harapkan tidak pernah terjadi.
Merasa tak bisa melakukan apa - apa. Kayla berjalan mendekat ke arah ujung. Kemudian menyodorkan tangannya pada hujan yang jatuh dari genting.
Tangannya mulai terasa dingin, namun kedua bibirnya kembali tersenyum. Ia kembali teringat masa kecil, betapa nakalnya ia. Di suruh mandi, malah kabur keluar untuk bermain. Lalu di suruh belajar, malah masuk ke ruangan sang Ayah, dan meminta perlindungan. Atau...
"Kita putus!"
"Kenapa? Apa karena cewek itu, lo mutusin gue?"
"Bukan, tapi emang kita udah gak cocok lagi. Kita udah gak bisa kaya dulu lagi."
"Inget Ga, kita pacaran bukan cuma di SMA sini aja. Kita pacaran dari SMP, dan lo, lo mutusin gue cuma alasan gak cocok? Lalu dulu apa kabar Ga?"
Perlahan Kayla menarik tangannya. Suara dari arah belakangnya adalah penyebabnya. Kayla memutar dirinya, dan jelas melihat siapa yang tengah berisik di koridor sepi saat ini.
Terlihat Rangga dan Nilam tengah saling berhadapan.
"Iya, gue minta maaf. Gue..."
Plakkk!
Tamparan keras menyapa pipi Rangga. Membuat Kayla meringis di tempatnya.
"Gue enggak nyangka lo kaya gini. Gue nyesel buka hati buat lo! Ternyata lo buaya!" Selesai dengan kalimatnya, Nilam meninggalkan Rangga. Gadis itu berlalu dengan kedua matanya yang memerah, setelah beberapa detik menatap Kayla dengan tatapan perihnya. Seolah masalahnya di sebabkan oleh Kayla.
Berhasil membuat gadis itu mematung, dengan kedua mulut tertutup rapat. Belum habis rasa iba ketika menatap kepergian Nilam. Kayla kembali di kejutkan oleh seseorang yang mendekat.
"Belum pulang?" Rangga sudah berdiri di sampingnya.
"Eh, iya kak. Nunggu hujan reda dulu." Merasa tak enak, Kayla memilih menunduk.
"Gue bawa mobil, mau pulang bareng?" Rasanya seperti seorang gadis perebut pacar orang. Kayla menggigit bibirnya kuat, ia memang ingin pulang. Tapi untuk menerima tawaran Rangga, Kayla tidak sampai hati.
Berdeham untuk menetralkan perasaannya, lalu Kayla berkata. "Eh, enggak usah Kak. Gue udah pesen taxi ko,"
Rangga menatap kecewa. "Kenapa enggak batalin aja taxynya. Kan bisa irit ongkos."
"It - itu..."
"La! Di tunggu Bu endang di ruang Guru! Katanya ada yang penting!"
Suara siswa lain, berhasil menyelamatkan Kayla dari jawaban bingungnya. Membuat gadis itu bernapas lega, dan segera memutar dirinya.
"Kayla ke sana dulu, Kak. Kakak pulang duluan aja."
Kayla beranjak ke arah ruang Guru, meninggalkan desahan pasrah dari Rangga.
***
Berjalan tergesa ke arah Guru, Kayla takut Bu Endang lama menunggunya, meski perasaannya berkata ia tidak punya salah. Tapi tetap saja, Kayla harus segera menghadap padanya.
Tapi...
Kayla terdiam di depan pintu kantor. Karena nyatanya ruang Guru sudah kosong.
"Lho, ko..."
"Seneng ya, bikin hubungan orang jadi putus!"
Suara familiar itu membuat Kayla segera memutar dirinya cepat. Kay berdiri dengan tatapan datar, dengan kedua tangannya yang ia masukan ke dalam kedua saku celananya masing - masing.
"Apa maksud lo?" Merasa tidak terima dengan kalimat laki - laki tampan di depannya, Kayla mulai menyerang.
Kay berdecih pelan, "Rangga mutusin Nilam, gue yakin lo tahu?"
"Dan kenapa lo bilang sama gue? Apa hubungannya sama gue?"
Memilih menghindari tatapan marah gadis cantik di depannya. Kay mulai melangkah, dan berjalan ke arah belakang Kayla.
"Kalau peka, lo pasti tau."
"Peka?" Memilih kembali memutar dirinya, Kayla menatap laki - laki itu tajam. "Gue sumpah enggak ngerti maksud lo itu apa Kay? Lo sengaja nyuruh orang buat manggil gue ke sini! Cuma buat ngomongin hal yang enggak penting kaya gini?"
Kayla menggeleng takjub, "Lo sakit jiwa ya Kay?"
Merasa gadis itu mulai emosi, Kay menatap kedua mata coklat indah itu lamat - lamat. "Seharusnya lo bilang makasih sama gue, gue udah nyelametin lo dari dia! Lo tadi bingungkan, gak bisa nolak dia. Lo suka ya, sama dia?!"
Apalagi ini sih?
Kayla menarik napas frustrasi, "Kay... lo tuh kenapa sih? Gue gak ngerti lo punya pikiran gila itu dari mana? Yang jelas, gue enggak suka dengan cara lo yang nuduh gue asal kaya gini. Ok, gue makasih sama lo. Karena ternyata lo pahlawan. Tapi sayang, mulut lo lancang! Lo gak pantes di sebut pahlawan, lo lebih pantes disebut pahlawan kesialan!"
Emosi yang tidak bisa di kontrol, membuat Kayla menunjuk wajah tampan itu lancang. Kemudian memilih memutar dirinya, ketika tangan itu Kay raih, menghadirkan lirikan tajam dari Kayla, ia hampir menarik tangannya. Namun Kay memegangnya erat, lalu meletakan sesuatu di tangan itu.
"Lain kali jangan lupa bawa payung. Hujan bisa bikin lo sakit!"
Sebuah payung terlipat rapi, berhasil Kay letakan di tangan lembut itu. Kemudian memilih pergi, menghadirkan hembusan rasa bersalah dari arah Kayla. Membuat gadis itu berdiri mematung, menatap punggung tegap yang perlahan menjauh mendahuluinya.