Menanti Kepulangan

1154 Kata
Selama suami berangkat umroh, aku melakukan kegiatan seperti biasa. Berhubung saat itu libur akhir tahun, aku setiap hari pergi ke kebun. Pergi pagi bersepeda dan pulang pada sore harinya. Seminggu berturut-turut untuk mengisi liburan. Banyak rekan kerja yang pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu maupun memanfaatkan waktu liburan untuk jalan-jalan. Setelah libur usai, aku kembali bekerja seperti biasanya. Ngumpul dan bergurau bersama rekan kerja. Sambil menunggu suami pulang dari umroh. Ternyata begini rasanya ditinggal dalam waktu yang lumayan lama, padahal baru seminggu rasanya sudah berbulan-bulan. Apalagi setelah menikah selama dua puluh tahun kami tidak pernah berpisah lama.Paling lama tiga hari sudah pulang. Baik aku yang bepergian maupun suamiku bepergian. Untung ada anak keponakan yang aku bawa dari Jawa dan ku asuh sejak kelas lima SD. Kasih namanya, ia anak abang kedua ku Supri. Abang ku menyuruhku mengasuh karena ia berpisah dengan istrinya. Abang ku mempunyai dua orang anak, Febri anaknya yang sulung laki-laki. Lalu Kasih anak keduanya yang kubawa ke Riau. Orang bilang sih untuk pancingan. Abang ku ditinggalkan istrinya kabur dengan lelaki lain. ketika Kasih berumur tujuh tahun, saat itu ia baru kelas satu SD. Abang ku sebenarnya sudah menyuruh ku untuk membawa Kasih sejak ditinggal pergi ibunya. Namun aku baru sempat pulang ke kampung untuk silaturahmi dan membawanya ke Riau ketika Kasih umur sebelas tahun. Kami tinggal bertiga di rumah. Aku, Kasih, dan adik ipar perempuan ku Misna namanya, ia sudah menikah dan tinggal di kecamatan lain. Untuk sampai ke tempat tinggal kami ia harus naik speed boat selama kurang lebih empat jam perjalanan. Misna datang sehari sebelum suami dan mertuaku berangkat umroh, sehingga ia dapat menemani kami di rumah. Kakak sulung suamiku, Rosma sudah kembali ke rumahnya. Tempat tinggalnya di desa di bagian hilir dari desa tempat kami tinggal, sekitar dua puluh menit perjalanan menggunakan pompong atau klotok. Kakak ipar ke dua dan dua adik ipar laki-laki ku rumahnya tidak jauh dari rumahku, sekitar seratus meter. Yah bisa di bilang masih satu kawasan pemukiman. Aku sempat bertanya kepada suamiku sebelum berangkat, "Bang, beli paket nelpon dan internet untuk di luar negeri kah? Biar bisa nelpon." "Tak payah dik, Abang di sana mau beribadah, bukan mau pamer." jawabnya. "Iyalah." jawabku singkat. "Jauh-jauh ke sana, Abang mau khusyuk ibadah, nanti kalau beli paket internet, asyik selfi sana-sini, asyik dengan HP upload di sosmed akhirnya tak jadi beribadah." jawabnya panjang lebar. Kami tinggal bertiga di rumah, aku Kasih dan Misna. Seminggu Misna tinggal di rumah menemani kami. Kadang-kadang kakak ipar kedua ku Ida datang, juga istri dari adik ipar ku Maria juga sesekali datang ke rumah. Misna di telpon suaminya, disuruh pulang karena anak-anak sudah masuk sekolah jadi harus standby di rumah. Setelah Misna pulang, tinggal aku berdua dengan kasih. Pagi aku berangkat kerja dan Kasih berangkat sekolah. Waktu terasa sangat lambat. Aku tidak dapat berkomunikasi sama sekali dengan suami dan Mak mertuaku, cuma pak Rasyid ada mengirimkan foto dan video saat jemaah tiba di Madinah, di situ ada suami dan Mak mertuaku. Mereka nampak sehat. Syukur Alhamdulillah tak henti-hentinya doa dan ucapan syukur ku panjatkan atas nikmat sehat yang mereka peroleh, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan cita-cita mereka sebelum berangkat. Tak terasa waktu kepulangan yang sudah dijadwalkan pun tiba. Sesuai jadwal para jemaah umroh berangkat dari bandara internasional Jeddah tanggal enam Januari. Semua keluarga jamaah umroh yang menunggu di rumah pun sudah semangat, sebentar lagi akan bertemu kembali. Namun Allah berkehendak lain, pesawat Malaysia airline yang dijadwalkan berangkat dari bandara internasional Jeddah tanggal enam Januari jam sebelas malam mengalami kendala sehingga gagal terbang. Para jemaah sudah menunggu di bandara dari jam sembilan malam sampai jam tiga dini hari, karena menunggu pemberitahuan apakah pesawat delay atau tak jadi terbang. Lalu para jamaah umroh pun diarahkan ke hotel karena jamaah umroh perlu beristirahat, apalagi di bulan Januari cuaca di sana masih dingin, ditambah lagi AC di bandara yang sangat dingin, tentunya membuat jamaah umroh yang sudah lelah mengerjakan serangkaian ibadah banyak yang terserang flu dan batuk. Keesokkan harinya pada tanggal tujuh Januari mereka pun berangkat dari bandara internasional Jeddah jam sebelas malam. Pesawat terbang selama kurang lebih sembilan jam. Tanggal delapan Januari tiba di Malaysia, menginap di Kuala Lumpur satu malam. Tanggal sembilan Januari jam satu mereka menuju bandara Kuala Lumpur untuk terbang kembali menuju bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru. Siang itu pak Rasyid video call via w******p ke nomor ku. "Assalamu'alaikum Pak, apa kabar?" tanyaku berbasa-basi. "Wa alaikum salam Bu, Alhamdulillah sehat. Mau bercakap sama mamak kah?" Tanya pak Rasyid padaku. Lalu iapun mengarahkan kamera HPnya pada Mak mertuaku "Apa kabar Mak? Sehat?" tanyaku. "Alhamdulillah aku sehat. Aci yang demam, batuk pilek." katanya padaku. Pak Rasyid memanggil suamiku yang sedang bercakap-cakap dengan sesama jamaah, lalu mendekat. "Apa kabar bang? Sehat?" tanyaku Suamiku kelihatan kurus dan kuyu, ia pun batuk dan suaranya terdengar parau. "Sehat dik, cuma batuk dan pilek saja, mungkin karena cuaca dingin." jawabnya menjelaskan. Sekitar sepuluh menit kami berbicara, karena menggunakan HP pak Rasyid, tentunya tak enak berlama-lama, mungkin pak Rasyid masih mau menghubungi anggota keluarganya yang lain. Tiba di Pekanbaru jam lima sore. Karena di Pekanbaru sudah kawasan Indonesia maka suamiku sudah bisa berkomunikasi. Ia menghubungi ku. "Assalamualaikum bang. Menginap kah dulu di Pekanbaru atau langsung pulang ke kampung?"cecar ku penasaran. "wa alaikum salam, langsung pulang dik, bis sudah nunggu di bandara, jadi besok pagi sudah sampai di Tembilahan."jawab suamiku. "Di jemput ke Tembilahan apa pulang sendiri saja?" tanyaku lagi. "Jemput dik, bawaan banyak, mana masih menuntun Mak. Nanti memasukkan barang ke dalam speed boat juga payah." Jawab suamiku. "Iyalah, besok pagi adik berangkat menjemput." jawab ku. "Sudah dulu ya dik, ini mau masuk bis, HP Abang matikan, Abang mau istirahat." terangnya sekali lagi. "Iyalah bang, di bawa tidur. Assalamualaikum.." kataku. "Wa alaikum salam." Jawabnya. Perjalanan menggunakan bis selama kurang lebih delapan jam, sehingga tiba di Tembilahan diperkirakan jam tiga dini hari, karena mereka akan singgah untuk makan malam terlebih dahulu. Keesokkan paginya, aku cepat-cepat bangun, mandi, sholat Subuh, dan bersiap untuk menunggu speed boat yang sudah ku pesan sebelumnya. Begitu speed boat tiba, aku langsung naik, dan speed boat pun berangkat ke Tembilahan. Sampai di Tembilahan aku menuju penginapan tempat suamiku menginap, ternyata ia masih tidur karena kecapaian. Mak mertuaku bangun, lalu ia membangunkan suamiku. Aku menyalami Mak mertua dan suamiku. Sebelum ia menyambut tanganku, ia terlebih dahulu mengusap wajahku dengan kedua tangannya, bau harum tercium dari kedua belah telapak tangannya. Sekitar jam sepuluh lewat tiga puluh menit kami pun turun menuju pelabuhan, naik speed boat yang aku tumpangi pagi tadi. Jam dua belas lewat tiga puluh menit speed boat berangkat. Sekitar jam tiga sore speed boat akan tiba di desa tempat tinggal ku. Di tengah perjalanan Kasih menelpon. "Jam berapa sampai bu lik, Wak Rosma sudah ada di rumah." katanya padaku. "Jam tiga, tunggulah di pelabuhan."jawabku menyampaikan pesan suamiku. Akhirnya jam tiga lewat sepuluh menit kami pun tiba. Kakak sulung, kakak kedua, adik dan ipar suamiku sudah menunggu di pelabuhan. Mereka bersalaman dan berpelukan dengan penuh bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN