Pergi Umroh

942 Kata
Sebenarnya jauh-jauh hari suamiku sudah ada berbicara tentang rencana untuk mengantarkan dan menemani ibunya pergi ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah umroh. Bahkan sebelum virus covid-19 mewabah, namun saat itu masih terkendala masalah biaya. Akhirnya setelah hampir tiga tahun pandemi covid-19 pun mereda. Sehingga bepergian ke mana saja sudah bebas dari pemeriksaan dan juga tak perlu lagi untuk menjalani serangkaian tes kesehatan serta vaksinasi. Sekitar bulan Agustus 2022, suamiku berjalan ke rumah teman, pak Rasyid namanya. Dia menawarkan paket perjalanan umroh dengan biaya tiga puluh dua juta rupiah per orang selama dua belas hari, lima hari di Madinah, tujuh hari di Mekkah. Sepulangnya dari sana lalu dia menunjukkan brosur yang dibawanya dan ditunjukkan pada emaknya. Saat itu emak sedang memotong kain perca sisa yang dibelinya dari para penjahit, lalu dijahitnya dan dibuat menjadi alas kaki untuk dijual. "Mak, ini ada brosur umroh, biayanya tiga puluh dua juta satu orang. Di Madinah lima hari, di Mekkah tujuh hari." kata suamiku pada emaknya. "Aku belum ada duit." Jawab emak singkat. "Kita bayar uang muka saja dulu Mak, lima juta satu orang, jadi sepuluh juta berdua." jawab suamiku menjelaskan. "Kapan berangkatnya ke Mekkah."tanya emaknya lagi. "Berangkatnya bulan Desember Mak, bulan dua belas, sekitar tanggal dua puluhan." kata suamiku memperjelas waktu keberangkatannya. "Dik, kesini sebentar!" suara suamiku memanggilku. "Iya bang, sebentar. Nyiapkan masak dulu." jawabku. Begitu masakan ku masak langsung ku matikan kompor gas, dan keluar menemui mereka berdua. "Ada apa bang?" tanyaku pada suamiku. "Ini dik, brosur umroh dari pak Rasyid, berangkatnya bulan dua belas." ia memberikan penjelasan padaku. Aku mengambil brosur umroh yang diberikan padaku, lalu membacanya dengan seksama. "Pembayarannya bagaimana bang?" tanyaku pelan. "Bayar DP-nya dulu dik, lima juta satu orang, jadi sepuluh juta berdua." jawab suamiku menjelaskan. "Berdua?" tanyaku lagi tergantung. "Iya, tak mungkin Mak pergi sendiri, Mak kan sudah tua, tak mungkin orang yang ngurus kalo terjadi apa-apa. Perjalanannya jauh dan lama, Mak juga lututnya sakit, tak kuat lagi berjalan jauh, jadi abang yang membawa dan menjaga mamak ke sana." jawabnya panjang lebar. "Ya sudah, uangku ada lima juta." jawabku. Lalu Mak berdiri dan berjalan menuju kamar untuk mengambil dompet dan membawanya ke dekatku. Lalu ia menghitung uangnya, karena sudah tua, ia salah hitung. Jadi aku bantu dia menghitung dan menyusun uangnya. Ternyata uangnya ada empat juta lima ratus ribu rupiah. "Uangnya ada empat juta lima ratus ribu bang."kataku. "Tambahkan dulu dik biar genap sepuluh juta, malam nanti abang antar ke rumah pak Rasyid." pinta suamiku. Aku melihat rona kegembiraan Mak mertuaku. Sudah sejak lama ia bercita-cita untuk pergi umroh, dapat menjalankan ibadah di tanah suci. Bagi orang-orang tua atau yang sudah berusia lanjut dapat memijakkan kaki dan beribadah di tanah suci adalah sebuah kebahagiaan yang tiada bandingnya. Meskipun itu hanya ibadah umroh yang mereka laksanakan. Saat sekarang ini bagi orang-orang tua yang sudah kelewat umur seperti Mak mertuaku, yang usianya sudah tujuh puluh tahun lebih dan jelas tak bisa untuk mendaftar ibadah haji, karena daftar tunggu haji saat ini di atas lima belas tahun. Sehingga banyak dari mereka yang usianya senja lebih memilih ibadah umroh. Karena bagi mereka tak ada waktu lagi untuk menunggu. Rezeki sehat dan umur yang panjang siapa yang tahu. Kalau tidak di jemput pulang oleh sang pencipta, mereka bisa saja menderita demensia ataupun mengalami penyakit fisik seperti lumpuh dan lainnya, sehingga tidak akan bisa melaksanakan ibadah dengan maksimal. "Pembayaran sisanya kapan bang?" tanyaku pada suamiku. "Akhir November, jadi masih sempat untuk mencarikan uang untuk mencukupi sisa pembayarannya." jawab suamiku. "Ya mudah-mudahan lah banyak rezeki dan bisa memenuhi pembayaran pada batas waktu yang sudah ditentukan." jawabku. Malamnya setelah pulang mengantar uang muka pembayaran, kami berbincang-bincang. Rona kegembiraan terpancar di wajah keriput Mak mertuaku. "Kapan bikin pasportnya bang?"tanyaku Masih lama dik, tapi ini banyak yang berangkat sekitar enam puluh orang." kata suamiku padaku. "Baguslah bang kalau ramai yang berangkat dari kampung kita, setidaknya bisa saling menjaga dan membantu kalau ada apa-apa di sana nanti." kataku lagi. "Iya, mudah-mudahan lancar, sehat selamat berangkat dan pulangnya.Bisa beribadah dengan khusyuk di tanah suci." katanya dengan riang. Keesokkan harinya Kakak suamiku yang sulung, Rosma datang ke rumah kami. Lalu bercerita lah Mak, jika ia akan berangkat umroh. Mak pun menceritakan kejadian kemarin, bahwa ia sudah membayar uang muka untuk ibadah umrohnya. "Ros, aku insyaallah jadi berangkat umroh." katanya dengan gembira. "Syukur Alhamdulillah." kata kakak ipar ku dengan gembira. "Iya, aku sudah bercita-cita sejak dulu, mudah-mudahan dimudahkan segala urusan dan selamat berangkat dan baliknya." kata Mak pada anak sulungnya. "Semalam Aci sudah bayar uang mukanya lima juta, jadi kami berdua sepuluh juta." kata emak lagi. Tak lama kemudian terdengar salam. "Assalamualaikum..." ucap seseorang di pintu depan. "Wa alaikum salam." jawab Mak dan kakak serempak. Lalu kakak berdiri membuka pintu depan. Ternyata kakak ipar ku yang nomor dua datang. Lalu mereka pun berbincang bersama. Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Tak terasa waktu keberangkatan pun semakin dekat. Para jamaah umroh sudah mulai mengurus surat izin, surat jalan, surat kesehatan atau bukti vaksin, serta pembuatan pasport. Para jamaah juga mengadakan selamatan bersama, dalam acara tersebut di selipkan tausiyah tentang keutamaan umroh, acara doa bersama dan saling bermaafan antara jemaah dan masyarakat yang menghadiri acara selamatan tersebut. Aku pun sudah menyiapkan berbagai keperluan yang akan di bawa ke tanah suci. Mukena, pakaian, jilbab, kaus kaki, kaus tangan, dan lain sebagainya. Minggu tanggal dua puluh lima Desember, para jamaah umroh berangkat dari kampung menuju kota kabupaten menggunakan dua buah speed boat. Jam tujuh pagi mereka melaksanakan ibadah sholat sunat safar di masjid desa. Setelah selesai mereka langsung menuju pelabuhan diiringi oleh sanak keluarga, mengantarkan sampai ke pelabuhan. Ramai masyarakat yang mengantarkan keberangkatan mereka, mereka bersalaman sepanjang jalan ke pelabuhan. Banyak tangis haru mengantar keberangkatan para jemaah umroh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN