BAB 7

1853 Kata
Selesai makan malam, keluarga Nadia berkumpul untuk berbincang-bincang melepas kerinduan mereka di ruang keluarga. Mereka bertukar cerita satu sama lain, sampai pada akhirnya Nadia menanyakan alasan kepulangan Kak Fahri yang begitu tiba-tiba. Karena dua hari yang lalu Fahri berbicara pada Nadia kalau dia sedang sibuk jadinya tidak bisa pulang bulan ini dan taunya sekarang Fahri sudah ada dihadapannya. “Katanya kakak lagi sibuk dan nggak bisa pulang bulan ini. Tapi kok sekarang sudah ada di Lombok. Emangnya ada keperluan penting apa kak?” tanya Nadia. “Ya mau gimana lagi. Emang ada urusan penting yang harus kakak selesaikan di sini. Makanya kakak pulang, sebenarnya Mama dan Papa sih yang punya urusan tapi kakak yang diutus untuk gantiin mereka.” jawab Fahri. “Emang ada urusan apaan, kok kalian jadi pada diam begitu?” tanya Nadia heran saat melihat semua anggota keluarganya terdiam sambil melihat Nadia. Wajah mereka terlihat cemas, ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Nadia. “Begini, sayang” Mama mulia mencoba menjelaskan, ”Maafkan Mama, Papa, dan juga kakak-kakakmu ya sayang.” ucapan Mama terhenti, wajahnya nampak semakin cemas. “Maaf atas apa Ma, kenapa wajah Mama cemas gitu?” tanya Nadia yang tambah heran, Fahri cuma bisa terdiam. “Begini nak, sebenarnya rumah yang ada di sebelah rumah kita mau dijual, dan ada orang yang sudah mau membelinya. Bahkan Papa dan Mama juga sudah setuju dengan penawaran harganya, dan uang muka pembayarannya juga sudah diterima. Begitu juga orang tuanya Dhika. Kita semua sudah setuju, dan minggu besok pemilik rumah baru Dhika akan datang jadi Fahri ke sini untuk mengurus surat jual beli dan pindah nama sertifikat rumah itu.” Papa menjelaskan dengan hati-hati. “APA? Rumahnya Dhika sudah dijual, kenapa nggak ada yang kasi tau Nadia sebelumnya. Kenapa kalian menyembunyikan hal ini dari Nadia? Kalian semua jahat, jahat ama Nadia dan Dhika, terus ntar dhika tinggal di mana?” Nadia syok mendengar penjelasan Papanya, air mata nadia seketika menetes, karena merasa kecewa telah dibohongi sama keluarganya, nadia langsung berlari pergi meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya. Semua yang ada di ruang keluarga hanya bisa menghela nafas seraya menggelengkan kepala. Meraka semua tau pasti hal ini bakalan terjadi. “Biar Fahri yang nyusul Nadia, ntar Fahri coba bicara ama dia!” pamit Fahri seraya menyusul Nadia, yang lainnya hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka semua tau sifat Nadia kayak gimana, kalau dia sudah merasa dikecewakan atau marah dia nggak bakalan mau dengerin siapapun sampai ntar dia tenang baru dia mau bicara dan prosesnya itu juga nggak bisa satu hari dua hari, butuh berhari-hari sampai Nadia tenang dan kalau sudah tenang pasti Nadia mau ngomong lagi dan ngelupain semuanya. Yeah semoga saja Nadia mau dengerin Fahri. “Nad, kakak boleh masuk nggak?” tanya Fahri yang sudah berada di depan pintu kamar Nadia. “Kak tolong biarin Nadia sendiri, kakak pergi aja sana! Ngumpul ama Mama, Papa, dan yang lainnya. Terusin aja main rahasia-rahasian!!” kata Nadia dengan isak tangis. Fahri nggak bisa maksa Nadia, karena dia tau sekali adiknya itu kayak gimana. Tapi Fahri juga nggak mungkin harus nunggu berhari-hari untuk Nadia menenangkan diri, apalagi masalah yang sekarang bukan masalah kecil, ini masalah besar dan nggak gampang buat Nadia secepat itu nenangin diri. Cuma satu jalan keluarnya, Fahri yakin Nadia nggak bakalan terus-terusan nenangin diri sampai berhari-hari karena Fahri tau ada seseorang yang bisa nenangin Nadia, jadinya dia harus bersabar untuk malam ini, dan dia memutuskan kembali ke kamarnya untuk menghubungi seseorang. Nadia terus saja menangis di atas tempat tidurnya, pikirannya melayang ke mana-mana, sampai pada akhirnya deringan suara HP menyadarkan dirinya, diapun melirik ke arah HPnya. Ada panggilan masuk dan itu dari kak Ayu. Nadia memutuskan untuk mengangkat telpon itu, mungkin dengan Nadia bicara sama kak Ayu kekecewaannya bisa terobati, atau paling tidak kenyataan yang ada bisa diterima sama Nadia. Nadia menghapus air mata yang membasahi wajah cantiknya itu. “Assalamu'alaikum,” sapa suara dari seberang sana. “Wa'alaikumsalam,” jawab Nadia dengan suara parau karena nangis tadi. “Nad, kamu kenapa? Kok suaranya kayak orang baru selesai nangis. Ada masalah apa lagi? Ceritakan ke kakak!” pinta Ayu dengan suara paniknya. “Ya, Nadia memang baru selesai nangis kak. Kak semua orang di rumah jahat ama Nadia.” Nadia memulai ceritanya, matanya mulai berkaca-kaca lagi. “Jahat? Nggak mungkinlah Nad, meraka sayang sama kamu. Jadi nggak bakalan mereka jahat sama kamu.” “Kalau mereka sayang sama Nadia, kenapa mereka merahasiakan semuanya dari Nadia.” “Merahasiakan apa sih? kakak nggak ngerti.” “Kak, mereka nggak cerita ke Nadia kalau rumahnya Dhika udah ada yang beli, mereka menjual rumah itu tanpa minta izin dulu sama Nadia dan Dhika. Tega sekali mereka merahasiakan itu dari Nadia, apa itu nggak jahat namanya.?” “Ternyata itu masalahnya, kakak ngerti sekarang. Nad, sekarang kamu dengerin kakak! Kakak tau kamu sakit hati karena ngerasa dibohongin atau apalah, tapi itu bisa menjadi suatu pelajaran buat kamu. Sekarang kamu taukan gimana rasanya dibohongin, seandainya sekarang sahabat-sahabat kamu tau, kalau kamu berbohong tentang keberadaan Dhika yang sebenernya sudah meninggal tapi kamu bilang kalau Dhika masih ada, gimana,? Mereka juga pasti bakalan sakit hati kalau tau hal itu.” “Tapi kak, itukan nggak ada sangkut-pautnya dengan masalahnya Nadia.” Nadia memotong pembicaraannya Ayu. “Nggak ada sangkut-pautnya gimana? Tetep aja sih ada Nad, keluargamu merahasiakan itu semua karena mereka ingin menjaga perasaan kamu, sementara kamu nggak menjaga perasaan sahabat-sahabat kamu, kamu terus aja bohongin mereka tentang Dhika. Semua orang yang ada di sekeliling kamu itu, sayang ama kamu, cinta ama kamu sama halnya dengan Dhika yang sayang dan cinta ama kamu. Maksud mereka dengan bersikap seperti itu ke kamu baik kok, dan itu juga demi kebaikan kamu.” “Baik apanya kak, itu namanya baik? Mereka nyuruh Nadia ngelupain Dhika, Nadia nggak bisa kak, dan itu bukan sebuah kebaikan namanya. Mana ada orang baik yang menyuruh seseorang untuk ngelupain orang yang dicintai dan disayangi.” “Nad, kamu itu nggak ngerti permasalahannya. Buat apa mereka nyuruh kamu ngelupain Dhika, sementara mereka juga masih inget kenangan tentang Dhika. Lagian nggak akan pernah ada yang bisa ngelupain sosok seseorang dalam hidupnya, apalagi itu orang tercinta dan yang dikasihi. Siapapun itu, nggak akan pernah ada yang bisa ngelupain orang lain. Nah kecuali yang dilupain itu berupa khayalan, ataupun kenangan buruk, itupun terkadang masih membekas di pikiran kita, apalagi kenangan indah pasti akan melekat selamanya dalam pikiran. Mereka cuma ingin melihat kamu bahagia lagi, kembali seperti Nadia yang dulu, kembali menjadi sosok yang ceria, Nadia yang suka bergaul dengan orang lain, dan Nadia yang lainnya lagi, bukan kayak sekarang. Nadia yang selalu berkhayal sendiri, ngomong sendiri, tertutup dengan keberadaan orang lain, dan yang lainnya lagi. Mereka ingin kamu itu nggak terus-terusan menyiksa diri kamu sendiri, membebani pikiran kamu dengan khayalan tentang Dhika sampai kamu nggak mikirin diri kamu sendiri, nggak mikirin perasaan kamu, dan orang-orang yang sayang sama kamu. Apa kamu pikir Dhika akan seneng dengan kondisi kamu sekarang? Nggak Nad. Dhika nggak bakalan seneng dan suka ama apa yang kamu lakuin, Dhika juga pasti nggak mau ngeliat kamu sedih terus karena kepergiannya. Nad, kamu boleh berkhayal tentang apa saja, karena dunia khayalan kamu itu adalah dunia yang kamu ciptakan sendiri tapi kamu nggak boleh terpaku hanya pada khayalan mu itu, karena di sisi lain kamu masih punya dunia yang nyata, dunia yang udah diatur oleh sang Pencipta. Dan kamu harus ngejalanin kehidupan nyata itu Nad, kamu harus bisa terima apa yang udah ditakdirkan oleh-Nya, karena itu udah jalan hidup kamu.” Ayu terus berbicara dan Nadia mendengarkan dengan seksama. “Tapi kak, Nadia nggak mau rumahnya Dhika dijual.” Nadia memotong lagi. Nadia, Nadia, Ayu ngomong ke mana dia masih saja jalan di tempat. “Ya kakak tau kamu nggak terima kalau rumahnya Dhika dijual. Tapi Nad, kamu juga nggak punya hak untuk ngelarang siapapun buat beli rumahnya Dhika, maupun untuk marah-marah ama keluarga kamu karena mereka udah jual rumah itu. Kamu nggak punya hak apapun Nad, ingat itu.! Lagian malah bagus kan kalau rumah itu ada yang beli, jadinya rumah itu ada yang huni lagi dan tetep indah karena udah ada yang rawat. Dan yang paling penting kamu punya tetangga baru kan. Siapa tau aja kamu bisa mendapatkan cinta baru kamu.” “Apaan sih kakak ini, cinta baru. Nggak ada yang namanya cinta baru. Nggak bakalan pernah ada kak,!” “Ya kakak ngerti, sekarang aja kakak lagi ngalamin hal seperti kamu.” “Maksud kakak?,” tanya Nadia “Kakak mau ngelupain seseorang yang kakak cintai di masa lalu, tapi kakak belum bisa. Sulit buat kakak untuk ngelupain orang itu.” Ayu juga sedang mengalami problematika yang sama. “Emang cowok itu siapa kak? Kak Pian bukan?” “Bukan, cowok itu bukan kak Pian. Walaupun kakak sering ceritain kak Pian ke kamu bukan berarti dia yang kakak maksud sekarang. Bukan Kak Pian, tapi ada sosok seseorang yang udah buat kak Ayu tau apa itu arti persahabatan yang di dalamnya juga ternyata ada rasa cinta.” “Kayaknya itu cowok bener-bener berarti ya buat kakak,?” “Ya, cowok itu emang berarti buat kakak Nad,” “Terus cowok itu siapa dong kak, ceritain! Nadia juga kan pengen tau.” “Ntar udah kapan-kapan kakak ceritain itu cowok, yang terpenting sekarang kamu minta maaf dulu sana ama keluarga kamu,! Masalah cerita itu gampang. Sekarang kamu temuin dulu keluarga kamu yang udah nungguin kamu.!” “Yeah kakak pelit!” “Bukannya gitu Nad, kakak janji kakak akan ceritain kamu, tapi nggak sekarang. Soalnya itu cerita juga panjang banget. Oke adek ku tersayang. Sekarang temuin keluarga kamu dulu nggih,! Kamu minta maaf sama mereka.!” pinta Ayu “Ya, iya. Oya, kakak nggak mau nih kalau Nadia comblangkan sama kak Pian?. Mumpung dia ada di sini. Siapa tau kalian bias CLBB, cinta lama bolak balik maksudnya, hehehe” canda Nadia “Nggak usah repot-repot deh, makasih! Kakak nggak punya persediaan hati lagi buat mencintai orang lain.” “Preeet, dalem banget kata-katanya. Udah kayak sumur aja. Setia, paling ujung-ujungnya selingkuh tiada tara. Hehehe” “Tau aja kamu Nad?” “Berarti ucapannya kak Pian bener dong, kalau kak Ayu itu playgirl. Pantesan aja kak Pain juga ikut-ikutan deketin cewek di kelasnya, kak Ayu sih yang duluan. Hahaha, bercanda kak.” “Sudahlah, nggak usah dibahas lagi masalah kak Pian mu itu, masa lalu nggak baik di bahas lagi. Sudah cepat temuin keluarga kamu sana.!” “Ye siapa juga yang bahas. Dasar kak Ayu aneh, Nadia aja yang disuruh ngelupain masa lalu, taunya kak Ayu masih aja ingat masa lalu. Nadia tau kak Ayu masih suka ama kak Pian. Ngaku aja deh kak,!” goda Nadia. “Masalah kita beda Nad, sifat orangnya aja beda. Yang penting sekarang kamu cari cinta baru kamu yang akan diberikan sama Pian, jangan kayak kakak yang ceritanya nggak jelas dan hanya bisa berharap suatu saat khayalan kakak jadi kenyataan. Kak Ayu memang masih ingat masa lalu tapi itu bukan Pian.” Ya ampun nggak selesai-selesai pembicaraan mereka, mana yang mereka omongin malah tambah nggak jelas jalan ceritanya. “Itu kan kak Ayu emang masih mengharapkan kak Pian. Hehehe, ya sudahlah, makasih ya kak atas nasehatnya. Nadia mau minta maaf dulu ama keluarganya Nadia. Dan kakak juga jangan lupa ama janjinya kakak yang mau ceritain Nadia.” “Okeh siiip, tenang aja. Assalamualaikum.” “Wa'alaikumsalam” telpon terputus seiring balasan salam dari Nadia. Nadia menghapus air matanya, dan bersiap-siap untuk menemui keluarganya setelah hatinya kembali tenang. ????
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN