Rumah Dhika Di Jual

1048 Kata
Selesai makan malam, keluarga Nadia berkumpul untuk berbincang-bincang melepas kerinduan mereka di ruang keluarga. Mereka bertukar cerita satu sama lain, sampai pada akhirnya Nadia menanyakan alasan kepulangan Kak Fahri yang begitu tiba-tiba. Karena dua hari yang lalu Fahri berbicara pada Nadia kalau dia sedang sibuk jadinya tidak bisa pulang bulan ini dan taunya sekarang Fahri sudah ada dihadapannya. “Katanya kakak lagi sibuk dan nggak bisa pulang bulan ini. Tapi kok sekarang sudah ada di Lombok. Emangnya ada keperluan penting apa kak?” tanya Nadia. “Ya mau gimana lagi. Emang ada urusan penting yang harus kakak selesaikan di sini. Makanya kakak pulang, sebenarnya Mama dan Papa sih yang punya urusan tapi kakak yang diutus untuk gantiin mereka.” jawab Fahri. “Emang ada urusan apaan, kok kalian jadi pada diam begitu?” tanya Nadia heran saat melihat semua anggota keluarganya terdiam sambil melihat Nadia. Wajah mereka terlihat cemas, ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Nadia. “Begini, sayang” Mama mulia mencoba menjelaskan, ”Maafkan Mama, Papa, dan juga kakak-kakakmu ya sayang.” ucapan Mama terhenti, wajahnya nampak semakin cemas. “Maaf atas apa Ma, kenapa wajah Mama cemas gitu?” tanya Nadia yang tambah heran, Fahri cuma bisa terdiam. “Begini nak, sebenarnya rumah yang ada di sebelah rumah kita mau dijual, dan ada orang yang sudah mau membelinya. Bahkan Papa dan Mama juga sudah setuju dengan penawaran harganya, dan uang muka pembayarannya juga sudah diterima. Begitu juga orang tuanya Dhika. Kita semua sudah setuju, dan minggu besok pemilik rumah baru Dhika akan datang jadi Fahri ke sini untuk mengurus surat jual beli dan pindah nama sertifikat rumah itu.” Papa menjelaskan dengan hati-hati. “APA? Rumahnya Dhika sudah dijual, kenapa nggak ada yang kasi tau Nadia sebelumnya. Kenapa kalian menyembunyikan hal ini dari Nadia? Kalian semua jahat, jahat ama Nadia dan Dhika, terus ntar dhika tinggal di mana?” Nadia syok mendengar penjelasan Papanya, air mata nadia seketika menetes, karena merasa kecewa telah dibohongi sama keluarganya, nadia langsung berlari pergi meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya. Semua yang ada di ruang keluarga hanya bisa menghela nafas seraya menggelengkan kepala. Meraka semua tau pasti hal ini bakalan terjadi. “Biar Fahri yang nyusul Nadia, ntar Fahri coba bicara ama dia!” pamit Fahri seraya menyusul Nadia, yang lainnya hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka semua tau sifat Nadia kayak gimana, kalau dia sudah merasa dikecewakan atau marah dia nggak bakalan mau dengerin siapapun sampai ntar dia tenang baru dia mau bicara dan prosesnya itu juga nggak bisa satu hari dua hari, butuh berhari-hari sampai Nadia tenang dan kalau sudah tenang pasti Nadia mau ngomong lagi dan ngelupain semuanya. Yeah semoga saja Nadia mau dengerin Fahri. “Nad, kakak boleh masuk nggak?” tanya Fahri yang sudah berada di depan pintu kamar Nadia. “Kak tolong biarin Nadia sendiri, kakak pergi aja sana! Ngumpul ama Mama, Papa, dan yang lainnya. Terusin aja main rahasia-rahasian!!” kata Nadia dengan isak tangis. Fahri nggak bisa maksa Nadia, karena dia tau sekali adiknya itu kayak gimana. Tapi Fahri juga nggak mungkin harus nunggu berhari-hari untuk Nadia menenangkan diri, apalagi masalah yang sekarang bukan masalah kecil, ini masalah besar dan nggak gampang buat Nadia secepat itu nenangin diri. Cuma satu jalan keluarnya, Fahri yakin Nadia nggak bakalan terus-terusan nenangin diri sampai berhari-hari karena Fahri tau ada seseorang yang bisa nenangin Nadia, jadinya dia harus bersabar untuk malam ini, dan dia memutuskan kembali ke kamarnya untuk menghubungi seseorang. Nadia terus saja menangis di atas tempat tidurnya, pikirannya melayang ke mana-mana, sampai pada akhirnya deringan suara HP menyadarkan dirinya, diapun melirik ke arah HPnya. Ada panggilan masuk dan itu dari kak Ayu. Nadia memutuskan untuk mengangkat telpon itu, mungkin dengan Nadia bicara sama kak Ayu kekecewaannya bisa terobati, atau paling tidak kenyataan yang ada bisa diterima sama Nadia. Nadia menghapus air mata yang membasahi wajah cantiknya itu. “Assalamu'alaikum,” sapa suara dari seberang sana. “Wa'alaikumsalam,” jawab Nadia dengan suara parau karena nangis tadi. “Nad, kamu kenapa? Kok suaranya kayak orang baru selesai nangis. Ada masalah apa lagi? Ceritakan ke kakak!” pinta Ayu dengan suara paniknya. “Ya, Nadia memang baru selesai nangis kak. Kak semua orang di rumah jahat ama Nadia.” Nadia memulai ceritanya, matanya mulai berkaca-kaca lagi. “Jahat? Nggak mungkinlah Nad, meraka sayang sama kamu. Jadi nggak bakalan mereka jahat sama kamu.” “Kalau mereka sayang sama Nadia, kenapa mereka merahasiakan semuanya dari Nadia.” “Merahasiakan apa sih? kakak nggak ngerti.” “Kak, mereka nggak cerita ke Nadia kalau rumahnya Dhika udah ada yang beli, mereka menjual rumah itu tanpa minta izin dulu sama Nadia dan Dhika. Tega sekali mereka merahasiakan itu dari Nadia, apa itu nggak jahat namanya.?” “Ternyata itu masalahnya, kakak ngerti sekarang. Nad, sekarang kamu dengerin kakak! Kakak tau kamu sakit hati karena ngerasa dibohongin atau apalah, tapi itu bisa menjadi suatu pelajaran buat kamu. Sekarang kamu taukan gimana rasanya dibohongin, seandainya sekarang sahabat-sahabat kamu tau, kalau kamu berbohong tentang keberadaan Dhika yang sebenernya sudah meninggal tapi kamu bilang kalau Dhika masih ada, gimana,? Mereka juga pasti bakalan sakit hati kalau tau hal itu.” “Tapi kak, itukan nggak ada sangkut-pautnya dengan masalahnya Nadia.” Nadia memotong pembicaraannya Ayu. “Nggak ada sangkut-pautnya gimana? Tetep aja sih ada Nad, keluargamu merahasiakan itu semua karena mereka ingin menjaga perasaan kamu, sementara kamu nggak menjaga perasaan sahabat-sahabat kamu, kamu terus aja bohongin mereka tentang Dhika. Semua orang yang ada di sekeliling kamu itu, sayang ama kamu, cinta ama kamu sama halnya dengan Dhika yang sayang dan cinta ama kamu. Maksud mereka dengan bersikap seperti itu ke kamu baik kok, dan itu juga demi kebaikan kamu.” “Baik apanya kak, itu namanya baik? Mereka nyuruh Nadia ngelupain Dhika, Nadia nggak bisa kak, dan itu bukan sebuah kebaikan namanya. Mana ada orang baik yang menyuruh seseorang untuk ngelupain orang yang dicintai dan disayangi.” “Nad, kamu itu nggak ngerti permasalahannya. Buat apa mereka nyuruh kamu ngelupain Dhika, sementara mereka juga masih inget kenangan tentang Dhika. Lagian nggak akan pernah ada yang bisa ngelupain sosok seseorang dalam hidupnya, apalagi itu orang tercinta dan yang dikasihi. Siapapun itu, nggak akan pernah ada yang bisa ngelupain orang lain. Nah kecuali yang dilupain itu berupa khayalan, ataupun kenangan buruk." Tutur Ayu panjang lebar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN