Berkumpul dengan Tetangga Baru

1821 Kata
Pagi yang indah, seindah hatinya Nadia. Pagi ini langit tampak cerah, sang mentari dengan semangat menyinari bumi. Embun-embun di dedaunan nampak mulai menghilang, Nadia kesiangan karena semaleman begadang. Habis salat subuh tadi, dia tidur lagi, karena masih mengantuk. Nadia terbangun dari tidurnya, cahaya mentari pagi yang menembus kaca jendela kamarnya langsung tanpa terhalang gorden, jendela-jendela yang lumayan besar tanpa terhalang gorden, karena subuh tadi Nadia sengaja membuka gordennya sehingga dia bisa terbangun kala mentari sudah berada lebih tinggi. Cahaya mentari menghangatkan tubuh Nadia dan menerangi kamar Nadia membuatnya terbangun. Dengan keadaan masih setengah sadar, Nadia berjalan ke kamar mandi. Setelah setengah jam di dalam kamar mandi, Nadia pun keluar dengan wajah segarnya nan cantik. Nadia memakai bajunya, simpel saja baju kaos dan celana jins yang panjang sampai lutut. Pagi ini Nadia mulai dengan kegiatan rutinnya setiap hari minggu yang biasa dia kerjakan. Menyiram tanaman dan merawat tanaman-tanamannya. Nadia pun keluar meninggalkan kamarnya, semoga ini awal hari yang baik setelah semalam Nadia mulai menulis cerita baru di lembaran baru hatinya. Tapi sebelum Nadia ke taman, dia mau mampir dulu ke rumah tetangga barunya “Assalamualaikum semuanya.” sapa Nadia ketika sudah berada di depan pintu depan rumahnya Pian. Pagi ini memang ada acara ngumpul bersama antara kedua tetangga ini, ruang tamu sudah rame dengan anggota keluarga dari masing-masing, ada orang tuanya Pian dan juga Nadia, ada saudara kembarnya Nadia, dan juga Fahri, tapi ada seseorang yang tidak hadir di sana. Pian tidak ada di tempat itu, Nadia mencoba mencari sosok itu, memandang ke segala sudut rumah yang terlihat, tapi tak ada. “Waalaikumsalam.” jawab semua yang ada di ruangan itu. “Orang yang kamu cari nggak ada di sini, dia lagi di taman.” kata Fahri seraya menoleh ke arah Nadia, karena Fahri tau apa alasan Nadia datang ke rumah itu. Yang lainya hanya bisa menatap heran ke arah Nadia setelah mendengar ucapan Fahri tadi. “Oh, ya udah Nadia mau nyusul dia dulu, Nadia tau dia ada di mana,” kata Nadia seraya berlalu pergi. Seisi ruangan hanya bisa saling memandang dengan tatapan heran melihat tingkah laku Nadia pagi ini. Tapi ada perasaan bahagia di hati orang tua Nadia dan juga para kakak-kakaknya, karena mereka sudah bisa melihat Nadia kembali ceria seperti dulu, sebelum kepergian Dhika untuk selamanya. Ucap syukur pun terucap dari masing-masing, Alhamdulillah. Sementara orang tuanya Pian masih bingung atas semua kejadian yang ada. Karena mereka tak tau apa-apa. “Ternyata benar dugaanku kamu ada di sini.” sapa Nadia ketika menemukan Pian ada di taman sedang memotong rumput-rumput yang sudah tumbuh panjang. Pian pun menoleh ke arah Nadia.. “Eh, kamu itu ya, nyelonong aja. Ucapin salam kek dulu,!!” protes Pian seraya menatap Nadia,“ulangi sana, keluar dulu terus masuk sambil ngucapin salam!!!” lanjutnya lagi. “Ya maaf, tapi kejauhan kalau harus balik lagi, kenapa nggak dari sini aja ucapin salamnya!!!” pinta Nadia “Nggak boleh, harus di ulang!!! Kalau diajarin sesuatu yang baik itu harus diikutin, nggak usah ngebantah!!! Udah sana balik!!! Ulang lagi, cuma jarak di depan hidung di bilang jauh, malesnya ini anak. Udah nggak pake alasan lagi, balik sana!!!” kata Pian seraya mengacungkan tangannya menuju ke arah pintu gerbang taman. “Nggeh, Nadia balik, ngulang lagi.” Nadia pun menuruti perintah Pian. Wiiiiihhh hebat ini cowok, akhirnya bisa buat Nadia patuh gitu. “Assalamualaikum, selamet pagi Pain. Boleh Nadia masuk,?” kata Nadia seraya berdiri di depan pintu gerbang. “Waalaikumsalam,masuk aja, kan gerbangnya nggak di kunci. Tuh terbuka lebar.” jawab Pian seraya tertawa kecil. Nadia yang lihat Pian tertawa jail langsung berlari ke arah Pian, Pian pun langsung bangkit dari duduknya dan mencoba menghindar. “Awas kamu ya Pian, kamu ngerjain aku ya, dasar jelek.” kata Nadia seraya mengejar Pian, Nadia tersenyum bahagia. Merekapun saling berkejaran mengelilingi hamparan tanaman bunga, Nadhi yang baru muncul dari balik semak tanaman bonsai juga ikut berlari mengejar majikannya. “Ehm, ehm, yang baru pada berdamai. Seneng banget kayaknya, sampe saling kejar-kejaran gitu??” teriak suara sekelompok cowok dari depan gerbang, siapa lagi kalo bukan ketiga saudara kembar nadia dan Fahri.. Kontan Pian berhenti mendadak tak jauh dari pintu gerbang, Nadia yang ada tak jauh dari belakangnya akhirnya menabrak Pian yang tiba-tiba berhenti. Pian langsung berbalik arah menangkap tubuh Nadia sebelum terjatuh. Sementara para pria yang berdiri di depan gerbang hanya bisa menatap takjub ke mereka. “Kamu nggak apa-apa kan?” tanya Pian khawatir, Pian hanya menarik lengan kanannya Nadia agar dia tidak terjatuh, itupun langsung dia lepas setelah Nadia bisa menjaga keseimbangannya.. “Keningnya Nadia yang sakit, kejedot di bahumu tuh, lagi lengannya Nadia di tarik, sakit tau??” protes Nadia seraya memegang lengannya yang tadi ditarik Pian. Pian pun mengusap keningnya Nadia. Nadia hanya terdiam menatap wajah Pian. Manisnya ini anak, Subhanallah. Perasaan apalagi ini, batin Nadia. “Maaf ya, itu lasingan gara-gara kakak kembarmu dan kak Fahri, ngagetin aja. Jadiannya aku berhenti mendadak. Ntar juga sembuh kok keningnya.” kata Pian seraya menjauhkan tangannya dari kening Nadia, dan berbalik arah. “Kalian itu ya, ngagetin aja. Untung Nadia nggak jatuh.” bentak Pian. “Ya, ya maaf. Perhatian benget kayaknya nih ama adek kita yang satu itu??” kata Aichal mewakili, yang lainnya hanya tersenyum. “Ngapain kalian kesini??” tanya Nadia yang sekarang sudah berdiri di samping Pian. “Nyusul kalian di suruh ama Mama ikut bergabung, eh taunya kalian lagi kencan di sini??” sindir Agil “Kencan dari man?? orang lagi ngerawat tanaman.” kata Fahri menambahkan, ikut-ikutan nyindir sih sebenernya. “Iya ngerawat tanaman sambil main kejar-kejaran??” tambah Anul, mukanya Nadia tambah manyun. “Udah-udah, kalian ini nyindir aja kerjaannya, ya ntar kami nyusul. Lagian kan bisa satu aja yang dateng ke sini, nggak perlu banyak orang!!” kata Pian menengahi pembicaraan. “Pengen sih kita liat orang lagi kencan pertama.” goda Fahri “Apaan sih kakak ini, kencan dari hongkong??” bantah Nadia “Ya udah yuk, kita pergi aja, jadi nyamuk aja kita di sini!!!” ajak agil “Ayok dah kita balik, dan buat kamu Pian, jagain tuh adek kita baek-baek,!” pesan Aichal. “Tenang aja kakak-kakakku semuanya, Adeknya yang tersayang ini akan selalu Pian jagain kok!!” kata Pian seraya mengusap-ngusap kepalanya Nadia. “Apaan sih Pian nih, hancur rambut Nadia jadinya.” protes Nadia seraya merapikan rambutnya. “Okeh lah kalau begitu, ntar kalian nyusul kalau kerjaannya udah kelar!!!!” kata Fahri “Okeh.” kata Pian dan Nadia kompak seraya mengacungkan jari jempol mereka. “Ya sudahlah, kita pergi dulu.” pamit keempat cowok keren itu dengan kompak seraya meninggalkan taman. ***** “Nad, aku punya sesuatu buat kamu.” kata Pian ketika mereka sudah ada di ruang tamu rumahnya Pian, semuanya lagi pada asyik makan-makan bersama. Untung Nadia nggak keselek mendengar Pian yang katanya mau ngasi dia hadiah, kira-kira apaan ya???. Sementara itu Pian kembali memasukkan nasi goreng ke mulutnya yang diambil dengan sendok dari piringnya. Dengan perlahan mulutnya mulai bergerak mengunyah makanan yang ada dalam mulutnya itu. “Apaan tuh? Tumben banget kamu mau ngasi aku hadiah?” kata Nadia seraya melanjutkan makannya. “Ntar lanjutin lagi ngomongnya, habisin aja dulu sarapanmu!!!” kata Pian. kasian mereka sarapannya telat, sudah jam setengah sebelas baru mereka sarapan. Setelah sarapan selesai, Pian dan Nadia pun mencuci piring mereka masing-masing. Setelah itu mereka berdua kembali ke ruang tamu berkumpul bersama keluarga yang lainnya lagi. Saat Nadia sampai di ruang tamu, para orang tua Pian mau pun Nadia pamit pergi karena meraka harus menyelesaikan urusan masing-masing. Jadi yang tersisa hanyalah Nadia, Pian, ketiga saudara kembar Nadia, dan juga Fahri. “Nad, tunggu bentar!!! Aku ambilin hadiahnya dulu.” pamit Pian seraya pergi menuju kamarnya. “Cieeee elah, kayaknya ada yang mau di kasi hadiah nih, pasti cincin tunangan.” celetuk Aichal. “Ngaco aja kakak ini, ya nggak lah!!!” bantah Nadia “Kalaupun bener cincin tunangan, juga bagus kan???” tambah Anul “Pada gila kalian semua, tambah aneh aja ngomongnya?” kata Nadia seraya menekan remote TV yang berhasil diraihnya di atas meja dari tempat duduknya. TV pun menyala, tepat di chanel Global TV, acara kesukaannya Nadia, apalagi kalau bukan anime Inuyasha. “Yang ada itu kamu yang aneh, gila.” kata Agil menimpali “Udah, udah, kalian ini ribut aja!! Bisa diem nggak sih!!” kata Fahri seraya menatap layar TV, tapi dari raut wajahnya Nadia melihat seperti ada yang dipikirin oleh kakaknya yang satu itu. “Kak Fahri lagi mikirin apa??” tanya Nadia seraya menatap wajah kakaknya itu. “Hah, eh nggak lagi mikirin apa-apa kok.” kata Fahri terbata “Nggak mungkin kakak lagi nggak mikirin sesuatu, tampangnya aja kayak orang gelisah gitu, nggak tenang??” bantah Nadia “Palingan dia lagi mikirin Ayu.” celetuk Aichal, Fahri tidak berkata apa-apa, pandangannya terfokus ke layar TV. “Hah, Ayu? Maksudnya?” tanya Nadia heran sekaligus kaget, apa yang dimaksud kak Aichal itu kak Ayu temennya kak Fahri waktu SMA dulu?? Batin Nadia “Ya, siapa lagi kalau bukan Ayu yang selalu jadi temen curhat kamu itu.” Agil menimpali. “Nad, lagi pada ngomongin apaan sih? Serius banget kayaknya.” kata Pian yang sudah balik dari kamarnya dengan membawa sebuah bingkisan terbungkus kertas berwarna merah muda bergamabarkan tedy bear. Tau saja ini Pian kesukaannya Nadia. Bingkisan itu lumayan besar, bentuknya persegi panjang. Berarti itu nggak mungkin isinya cincin, kotaknya aja sebesar itu. “Nggak ada kok. Oya, kita pergi jalan-jalan yuk?? Mumpung hari minggu nih.” kata Fahri mengalihkan pembicaraannya, kontan semuanya serentak menjawab dengan bersemangat. “AYYYOOOOOKK.” teriak seisi ruangan heboh. Nadia jadi melupakan pembicaraan pentingnya mengenai Ayu. “Sekalian perpisahan, dua hari lagi kan kakak balik ke Jogja, jadinya kakak mau kita jalan-jalan, keliling-keliling ke mana aja yang penting bisa seneng-seneng sebelum kak balik ke Jogja.” kata Fahri “Siiiiip lah, sekalian ngilangin stres karena mikirin ujian dan pelajaran-pelajaran yang membosankan itu.” kata Anul “Mumpung mobilnya Mama dan Papa juga nggak di pake, jadinya kita bisa pake itu jalan-jalan, tapi kita jemput dulu para pujaan hati kita???” kata Aichal “Bagus juga tuh idenya, biar tambah rame ntar suasananya juga kan jadi lebih asyik.” Anul membenarkan, Agil hanya terdiam karena dia satu-satunya orang yang tak punya pasangan. Agil memang tak pernah mau pacaran, karena buat dia pacaran itu hanya akan bawa banyak mudarat (kerugian) saja, lebih baik dia langsung nikah saja, itu prinsipnya Agil, lain halnya dengan dua kembarannya dan adiknya itu. “Oke Lah kalau begitu, nanti kalian bertiga bawa mobilnya Papa, sedangkan Nadia, Pian dan aku pake mobilnya Mama!!” kata Fahri “SETUJU.” kata semuanya kompak. “Okeh sudah, kita siep-siep dulu sekarang. Selese salat zuhur kita berangkat.” kata Pian, semuanya menganggukan kepala tanda setuju. Mereka semua pun bubar dan kembali ke rumah untuk mempersiapkan semuanya. Nadia kembali ke rumahnya beserta ke tiga saudara kembarnya dan juga Fahri. Tak lupa Nadia membawa hadiah dari Pian tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN