Langit malam tampak cerah, dihiasi cahaya bulan purnama yang indah. Ditambah lagi kerlap-kerlip bintang yang bertaburan di langit. Angin malam pun berhembus dengan damainya.
Nadia menatap langit dengan pesona anugerah keindahannya itu, seraya duduk memegang kedua lututnya. Bintang-bintang itu tampak jelas terlihat dari balik atap kaca balkon yang ada di depan pintu luar kamarnya, balkon yang dibentuk menjadi bangunan jembatan yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Dhika. Jembatan itu juga diterangi dengan cahaya lampu yang cukup terang.
Nadia termenung di atas bangku kayu panjang yang diletakkan di tengah-tengah jembatan itu dan dibatasi oleh jeruji besi. Jeruji besi itu dihimpit oleh dua bangku kayu panjang yang posisinya berlawanan arah. Satu menghadap ke arah kamar Nadia, yang satunya lagi menghadap ke arah kamarnya Dhika.
Pikiran Nadia jauh melayang ke masa lalu, sesaat Nadia menghela nafas panjang. Tiba-tiba seseorang datang dari arah kamarnya Dhika. Orang itu mengusik ketenangan Nadia, tapi Nadia tak menghiraukan sosok seorang yang duduk di bangku yang ada di belakangnya. Mereka pun duduk saling membelakangi.
Sayup-sayup terdengar suara cowok itu mengucapkan sesuatu, Nadia sudah tau itu siapa. Siapa lagi kalau bukan Pian, kan dia yang menempati kamarnya Dhika sekarang.
“Langitnya indah ya? Ternyata pemandangan langit malam yang indah bisa terlihat dari sini.” ucap Pian seraya terus menatap langit.
“Ya, langitnya memang indah. Apalagi tempat ini sangat indah, indah banget. Indah dengan kenangan-kenangan yang tak bisa dilupakan.” Nadia membenarkan.
Nadia memang sedang bernostalgia, tapi Pian datang mengusiknya.
Suasana hening sejenak, setelah beberapa detik Pian pun berbicara kembali pada Nadia dengan hati-hati, takutnya Nadia tersinggung dengan perkataannya. Ntar dia malah diusir lagi.
“Maaf ya kalau aku ganggu acara nostalgia kamu??. Tapi kamu nggak mau ngusir aku lagi kan? Takutnya kamu ngusir aku lagi, karena kamu nggak suka aku berada di tempat-tempat khusus kamu dan Dhika.” tanya Pian hati-hati. Pian sudah mulai panik, siapa tau saja Nadia mengusir dia lagi.
Nadia menarik nafas panjang. Hembusan nafasnya bisa terdengar oleh Pian, dan itu menambah perasaan paniknya Pian. Sepertinya Nadia akan benar-benar mengusirnya lagi. Nadia tersenyum kecil, seraya menoleh ke arahnya Pian. Pian tak mengetahui hal itu. Nadia pun mengeluarkan suaranya.
“Pian, Pian, kamu itu aneh ya? Nggak mungkinlah aku ngusir kamu dari rumahmu sendiri. Bahkan nggak akan pernah aku ngusir kamu.” kata Nadia menggelengkan kepalanya seraya tertawa kecil. Pian kaget mendengar ucapan Nadia, dia pun membalikkan badannya ke arah Nadia.
“Nad, kamu nggak kenapa-napa kan?” tanyanya seraya memasukkan tangan kanannya ke salah satu lubang jeruji besi itu, dan telapak tangannya menempel di kening Nadia yang berhasil diraihnya. Nadia langsung menepis tangan Pian yang menempel di keningnya.
“Apaan sih kamu Ian, nggak sopan tau??” protes Nadia seraya membalikkan badannya dan melihat Pian, mereka pun saling berhadapan.
“Maaf Nad, maaf!!!. Aku cuma mau mastiin aja kalau kamu itu nggak lagi sakit, tapi badanmu nggak panas kok.” kata Pian disertai goresan senyuman di wajahnya.
“Emang aku nggak sakit, aneh-aneh aja kamu itu??” kata Nadia dengan lembutnya. Pian jadi tambah heran, kok ini anak berubah ya?
“Alhamdulillah, akhirnya doaku terkabulkan. Terimakasih Tuhan.” Pian menadahkan kedua tangannya yang kemudian diusapkan ke wajahnya.
“Ya, doa kamu emang udah dikabulkan sama Allah.” Nadia membenarkan.
“Berarti sekarang kita udah damai dong??” tanya Pian girang, seraya menatap Nadia yang ada di hadapannya.
Nadia pun menganggukkan kepalanya seraya tersenyum manis, senyum yang tulus dari hatinya. Tumben ini anak tersenyum setulus itu pada Pian. Akhirnya khayalan Pian sudah memasuki dunia nyata.
“Teman!” lanjut Pian seraya menjulurkan tangannya ke salah satu jeruji besi itu. Nadia menatap wajahnya Pian sesaat, setelah itu dia pun menyambut uluran tangannya Pian.
“Teman.” Nadia mengulang ucapan Pian. Nadia menggenggam tangan Pian yang dijabatnya dengan lembut.
Entah kenapa, perasaan Nadia sangat bahagia melihat senyum di wajah Pian. tak hanya itu, ada sesuatu yang berbeda yang dirasakan Nadia, terasa kesejukan yang menyelimuti hatinya saat menatap mata itu. Entah mengapa sosok orang yang ada di hadapannya sekarang sangat dekat dengan dirinya. Seakan-akan Pian adalah sosok Dhika yang hadir kembali di hadapannya.
Mereka pun berdiri di tempat masing-masing seraya menatap ke luar jalan yang terlihat dari jembatan itu. Jalan nampak sepi, malam pun juga sudah larut. Lampu-lampu di setiap rumah juga sudah padam, hanya lampu teras mereka yang dinyalakan, juga lampu yang menerangi jalan saja yang masih bercahaya.
Malam yang indah menghiasi hati yang sedang bahagia. Inilah lembaran kehidupan baru yang akan dijalani Nadia dan Pian. Kehidupan adalah sebuah misteri yang tak bisa ditebak apa yang akan terjadi nantinya, penuh dengan rahasia.
????
“Ya Nad, ada apa kamu nelpon tengah malam gini??” jawab suara dari seberang sana yang masih terdengar segar belum mengantuk maksudnya.
“Untung kak Ayu belum tidur, kak Ayu telpon-telponan sama siapa? Pas Nadia nelpon, kok panggilan menunggu??” tanya Nadia.
“Oh, tadi temennya kakak yang nelpon. Nanyain tugas buat besok ada apa nggak,hehe”
“Kok nanya tugas tengah malem gitu sih kak?? Nggak biasa-biasanya juga kak Ayu belum tidur jam segini, ada apaan kak?? Biasanya juga jam sepuluh udah tidur, jangan-jangan kakak bohong ya sama Nadia. Pacarnya udah itu yang nelpon? Ayok ngaku!” goda Nadia
“Tau sendiri kakak nggak punya pacar, ngapain juga kakak bohong! Kamu sendiri, kenapa nelpon tengah malam gini? Lagi bahagia kayaknya nih? Suaranya aja girang kaya gitu.” Ayu mengalihkan pembicaraan.
“Emang, Nadia lagi bahagiaaaaaaaaaa banget malam ini.” kata Nadia jujur
“Cieeee elah, ehemmm, bahagia kenapa Buuu’???”
“Hehehe, kok jadi malu ya diriku mau cerita.” muka Nadia memerah, sayang Ayu nggak bisa lihat.
“Alah, kayak kamu nggak pernah cerita aja sama kakak, ngapain malu?. Cerita aja!”
“Okey Nadia cerita, kakak tau?”
“Nggak tau, makanya cerita!!! Apaan sih? Jadi penasaran. Nggak usah apa ngomong sepotong-sepotong!!!” protes Ayu
“Iya, iya, malem ini Nadia udah jujur ama perasaannya Nadia kak. Dan....” ucapan Nadia terhenti, kini giliran Ayu yang memotong ucapannya.
“Maksud kamu, jujur tentang perasaan kamu ke Pian ya?” tanya Ayu.
“HOREEEEEEE” teriak suara seorang lagi.
“Lho, itu suara siapa kak yang teriak? Kok suaranya mirip sama kak Fahri.” kata Nadia heran mendengar suara teriakan cowok tadi.
“Hah, bukan. Mana ada Fahri di sini, itu mah suara tetangga sebelah yang lagi main PS.” kata Ayu berbohong.
“Masak sih, tapi kok suaranya deket banget kedengarannya.”
“Udahlah nggak usah dipikirin, lanjutin aja ceritanya.”
“Oceh sudah, iya Nadia sekarang udah sahabatan ama Pian. Tapi kalau untuk jujur tentang perasaan yang seperti ada rasa cinta kayaknya belum ada tuh. Lagian Nadia belum bisa ngelupain Dhika, tapi ada sesuatu yang aneh saat Nadia deket ama Pian. Perasaan Nadia terasa tenang dan damai, Nadia nyaman di deketnya, Nadia ngerasa deket banget ama dia. Nadia ngerasa ada sosok Dhika yang hadir di saat Nadia bersama Pian.” jelas Nadia panjang lebar.
“Emm, itu berarti kamu bener ada rasa sama Pian. Pikiranmu hanya masih terfokus dengan Dhika makanya kamu ngerasa Dhika hadir di dalem dirinya Pian. Nad, manusia itu diciptakan dengan sifat dan karakter yang berbeda semuanya memang sama dari segi anatomi, dan fisiologis. Dan tentunya sama di hadapan sang Pencipta. Tapi yang membedakan mereka adalah kadar iman masing-masing di hadapan Tuhan, tapi di dalam ilmu kedokteran yang membedakan adalah susunan gen yaitu DNA. Tapi DNA juga bisa sama satu dengan lainnya, yang masih ada hubungan darah. Dalam hukum islam yang namanya reinkarnasi itu tak pernah ada Nad, orang yang udah meninggal nggak bisa hidup kembali ataupun hadir dalam tubuh orang lain. Ruh yang udah diambil dari raga seseorang akan kembali ke alam ruh, dan setiap ruh memiliki raga masing-masing dan takkan bisa berpindah tempat. Itu yang kakak tau.” Ayu membantah kata-kata Nadia. Macam DNA pula yang di bahas, kacau dah.
“jadi yang kamu rasakan sekarang itu emang tulus dari hati kamu sendiri, bukan karena kamu merasakan kehadirannya Dhika saat kamu dekat ama Pian. Rasa simpati yang kamu rasakan ke Pian itu emang karena kamu juga suka dan tertarik ama dia. Nad, satu hal yang kamu harus tau. Cinta itu hanya ada dua yang pertama ya tentunya cinta pertama, dan cinta pertama itu adalah cinta yang nggak pernah bisa dilupain sampe kapan pun, sampe azal kita tiba juga cinta itu takkan hilang karena kita selalu mengingatnya.” lanjut Ayu, tapi ucapannya terhenti karena Nadia memotongnya.
“Berarti Dhika dong cinta pertamaku, karena sampe sekarang Nadia belum bisa lupain dia, kalau kakak siapa cinta pertamanya?” tanya Nadia bersemangat
“Kamu ini kebiasaan, belum kakak selese ngomong udah nyeletuk duluan. Ya bukan Dhika lah Nad, makanya dengerin dulu kakak ngomong baru kamu nyeletuk. Kalau kamu tanya cinta pertamanya kakak, jawabannya kakak adalah Allah SWT.”
“Lho kok gitu kak?” Nadia memotong lagi
“Ya, kan kakak tadi udah bilang, cinta pertama itu akan selalu kita ingat sampe kapanpun takkan pernah kita lupakan. Nah sekarang kakak tanya, siapa yang selalu kita inget setiap saat dan setiap waktu? Tempat kita selalu meminta dan memohon?” tanya Ayu
“Ya Allah SWT. sihnya kak.” jawab Nadia singkat
“Nah itu kamu tau, Dialah Allah cinta pertama kita, cinta yang pertama dan yang paling utama, takkan pernah tergantikan di hati dan ingatan. Dan yang ada hanyalah cinta pertama dan terakhir, nggak ada yang namanya cinta kedua, ketiga, dan seterusnya. Yang ada hanyalah cinta pertama dan terakhir. Cinta pertama kita itu Allah atau Hablumminallah, dan cinta terakhir kita itu barulah kepada makhluknya, atau biasa disebut Hablumminannas, cinta kepada makhluk ciptaan Allah atau sesama manusia. Yang termasuk di dalamnya cinta kepada orang tua, keluarga, saudara, sahabat, maupun lawan jenis, dan umat islam lainnya. Kamu ngerti kan sekarang?”
“Iya kak, Nadia ngerti sekarang. Makasih ya kak, berkat kakak hati Nadia bisa terbuka lagi buat orang lain, Nadia juga bisa ngontrol khayalannya Nadia tentang Dhika, bisa menerima kenyataan yang ada, dan masih banyak lagi. Tapi ada satu yang kakak belum lakuin buat Nadia biar kebahagiaan Nadia tambah komplit.” kata Nadia
“Apa?” tanya Ayu
“Nadia mau kakak jadian sama kak Fahri, jadinya khayalan kakak bisa jadi nyata. Dan perasaannya kakak juga jadi nggak bertepuk sebelah tangan.” jawab Nadia dengan polosnya tanpa basa-basi.
Sejenak Ayu terdiam, lumayan lama. Sampai akhirnya suara Nadia menyadarkannya.
“Kak, kenapa diem? Udah tidur ya?”
“hah, eh, nggak ada apa-apa kok. Ya sudah, kakak udah ngantuk nih. Lagian udah jam setengah dua lebih, tidur yuk! Huaaam.” Ayu mengalihkan pembicaraan, Nadia tidak bisa memaksa.
“Ya sudah, kakak tidur dah, Nadia juga mau tidur. Sekali lagi, makasih ya kak.” kata Nadia menutup pembicaraannya.
“Oceh sama-sama sayang, good night, have nice dreams,,!”
“Good night to, and have nice dream to. Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam,”
TUT TUT TUT.
Telpon pun terputus, Nadia meletakkan HPnya di atas meja yang ada di samping tempat tidurnya. Tubuhnya pun dijatuhkan ke ranjang tempat tidur, matanya masih belum bisa terpejam, pandangannya menatap kearah langit-langit kamarnya, dan pikirannya masih mengingat-ingat kejadian yang beru aja dialaminya.