Kehidupan Naya selanjutnya di sekolah kembali seperti biasa.
Atan sekarang sudah kembali duduk disamping Naya dan melakukan hal-hal yang membuat cewek itu naik darah.
Walaupun Atan kadang jadi so sweet yang membuat Naya sedikit geli sendiri. Karena Atan selalu membantunya untuk hal-hal sepele seperti mencatat apa yang guru bicarakan atau mengantri untuk beli somay pak Tono yang ramenya Naudzubillah kalo istirahat jam pertama. Karena gak mungkin Naya yang ngantri dengan kondisi tangan masih di gips . Kesenggol dikit aja bisa bikin Naya ngamuk.
Tapi ya namanya juga Atan , mana ada setan tobat dari sikap jailnya.
Atan lagi-lagi mengikat rok Naya diatas tiang bendera. Bahkan rok abu-abu itu berkibar diatas sana seakan menggantikan bendera merah putih yang baru diturunkan anak paskibra tadi pagi.
Naya memijit pelipisnya melihat rok kesayangannya ada diatas tiang bendera. Bahkan ia hanya mengenakan celana olahraga sekarang.
Walaupun keadaan tangannya emang gak memungkinkan untuk ikut pelajaran olahraga tapi Naya tetap ganti baju dan mendapat tugas dari guru olahraganya untuk memegangi stopwatch saat teman-temannya atletik tadi.
" Dasar setan!!! Kalo tangan gue sembuh beneran gue bunuh lo nanti!!" teriak Naya ke Atan yang saat ini sedang memeletkan lidahnya di lapangan upacara.
Akhirnya Naya turun kesana dan menurunkan sendiri rok miliknya yang tentu saja sudah menjadi tontonan seluruh siswa SMA Kusuma.
Beberapa dari mereka tertawa ngeliat aksi konyol dari Atan dan amukan dari Naya. Tapi ini kejadian yang begitu mereka rindukan setelah beberapa minggu sekolah mereka diliputi ketenangan karena dua orang itu gak saling bicara satu sama lain.
" Gue lebih suka begini. Sekolahan ribut. Kelas berisik. Surga dunia banget," ucap Aryo sambil tersenyum lega. Bagas mengangguk setuju sambil tetep menonton Naya yang sedang menurunkan roknya dari tiang bendera dengan satu tangan.
Sementara Dirga hanya menatap datar ke cewek yang sekarang sedang mengejar Atan di lapangan. Bahkan ketika kondisi tangan seperti itu pun, Naya tetap ceria seperti biasanya. Mungkin karena sudah ada Atan sekarang. Mereka juga kelihatannya makin dekat.
" Kayaknya mereka udah jadian ya," ucap Fray yang tau-tau berdiri disamping Dirga.
Dirga berbalik dan masuk ke kelasnya. Fray menyeringai kemudian menonton aksi Naya yang dengan ganasnya menjambak rambut Atan dengan tangannya yang normal.
" Kenapa lo masih aja menang banyak sih, Nay?!" Geram Fray sambil meremas rok seragamnya dengan wajah kesal dan tak terima.
......
Kadang ketika seseorang bahagia, akan ada sosok yang gak suka dengan kebahagiaan itu.
Bahkan kalo bisa dia harus merusak kebahagiaannya.
Walaupun dengan cara paling kejam sekalipun.
Hampir sebulan sudah tangan Naya di gips. Bahkan saat UAS seminggu kemarin pun susah payah ia menyilang lembar jawabannya dengan satu tangan dan harus membalik soal pula. Bayangin aja betapa ribetnya.
Untung aja hari ini gips di lengan kiri Naya sudah dilepas dan cewek itu merasa sangat bebas sekarang . Walaupun masih agak nyeri, setidaknya ia bisa memiting leher Atan lagi.
Hari ini pertama kalinya Naya kembali latihan silat lagi setelah sebulan penuh vakum karena kondisinya yang gak memungkinkan untuk ikut latihan.
Pak Dio dan beberapa temen Naya menyambut kedatangan cewek itu dengan senang.
Hanya satu orang yang masih memukuli samsaknya seolah tidak peduli dengan kehadiran Naya disini.
Dirga.
Hanya sekilas Dirga melirik kearah Naya yang sekarang sudah ganti baju menjadi seragam silat seperti biasa dan mengobrol dengan teman-temannya yang lain, yang kebanyakan menanyakan keadaan lengan kirinya dan kenapa bisa patah dengan satu tendangan yang mereka pikir gak terlalu kencang itu.
Melihat Naya sudah baik-baik aja, membuat hati Dirga sedikit lega.
Plak!
Pak Dio memukul kepala Dirga dengan buku absensi anggota silat di sekolah ini.
" Aduh pak! Salah Dirga apa sih sampe dipukul gini." Dirga memegangi kepalanya sambil menatap sebal ke pelatih silatnya itu. Yang bahkan umurnya gak lebih dari lima tahun diatas Dirga. Tapi tetep Dirga panggil dengan sebutan "pak"
" Saya udah kasih kesempatan ya hampir satu bulan lebih. Dari yang latihan terakhir sebelum turnamen kamu masih aja berantem sama Naya."
" Saya gak berantem sama Naya kok." Dirga mengelak, membuat Dio memukul kepala Dirga sekali lagi dengan buku absennya.
" Kamu pikir saya gak tau?! Saya tau kamu jaga jarak sama Naya. Sampe sekarang Naya dateng kamu diem aja disini malah pacaran sama samsak." Dio menunjuk samsak gak bersalah didepannya. " Cepat lari keliling lapangan sepuluh kali sama Naya. Dan pastikan kalian udah baikan setelah lari," ucap Dio tak terbantahkan kemudian menghampiri muridnya yang lain.
Dirga mendengus sebal. Pak Dio memang paling gak suka kalo ada muridnya yang membawa masalah pribadi kedalam ruang latihan. Semusuh-musuhnya seseorang diluar ruangan ini, pak Dio gak peduli tapi kalo ada yang musuhan di ritual latihan apalagi didalam ruangan ini, pak Dio gak segan-segan untuk memperingatkan.
" Naya. Karena kamu telat. Kamu lari sepuluh putaran di lapangan. Sama Dirga." Perintah Pak Dio tak terbantahkan.
Naya tersentak. Bukan karena pak Dio menyuruhnya lari sepuluh putaran, karena dua puluh kali pun Naya sanggup. Tapi lari bersama Dirga. Kok rasanya ini kayak sebuah settingannya pak Dio ya.
Naya gak berani menolak dan langsung melakukan apa yang pak Dio perintahkan. Semoga aja Dirga cepet larinya biar dia kelar duluan dan Naya bisa lari sendirian.
Sayangnya Dirga malah lari mengiringi langkahnya, tepat disamping Naya. Hanya berjarak satu meter.
" Pak Dio nyuruh kita baikan," ucap Dirga tanpa menoleh ke Naya dan sambil terus berlari kecil. Karena ia tau pembicaraan ini akan panjang. Bahkan lari sepuluh putaran pun terlalu sebentar untuk menyelesaikan masalah ini.
Naya merasakan nyeri di dadanya, melihat Dirga sedekat ini. Bahkan Naya hanya berani dalam mimpi aja. Tapi sekarang Dirga, sosok ini nyata ada didekatnya. Dan sakit itu pun muncul lagi seperti saat Naya melihat Dirga bergandengan tangan dengan Fray. Tapi sudah sejak lama Naya berusaha berdamai dengan hatinya, merelakan kepergian Dirga, merelakan perasaannya ke cowok itu yang tak terbalaskan.
Naya sadar bahwa ia jatuh cinta sama Dirga.
Tapi kenyataan Dirga malah mempermainkannya, membuat hati Naya semakin hancur.
Naya berusaha mengikhlaskannya walaupun sulit dan sakit berkali-kali.
" Emangnya kita berantem ya?" tanya Naya yang acuh.
Dirga mendengus sebal. " Iyalah. Lo lupa gue udah maenin perasaan lo? "
Naya tersenyum miring. " Iya gue sadar kok gue udah bego. Suka sama musuhnya sahabat gue. Maap deh karena gue terbuai." Ia mempercepat langkahnya.
Tapi Dirga tetap bisa mensejajarkan langkahnya dengan Naya. Walaupun tadi ia sempat berhenti sebentar karena mendengar ucapan Naya. Cewek itu menyukainya? " Iya lo bego. Gue gak suka cewek bego."
" Iya deh yang pinter. Fray kan pinter ya? Sama kayak lo. Cocok kok."
Dirga merasa panas kalo Naya menyebut nama Fray dengan nada seperti itu. Seolah ia dan Fray benar-benar pasangan yang serasi dan saling mencintai.
" Yaudahlah ya lupain aja semuanya. Anggep aja omongan lo ke gue itu hanya bunga tidur gue aja. Dan anggep gue gak pernah ada rasa sama lo. Gue bakal lupain semuanya."
Dirga seakan gak rela jika Naya benar telah menyukainya dan harus melupakan perasaannya itu. Dirga mau Naya tetap menyukainya. Tapi dia bisa apa? Soal Fray, Dirga masih harus menjauhkan Fray dari Naya. Bahkan ia sampai kelewatan soal Pertandingan Naya dan Reina waktu itu yang ternyata ada campur tangan Fray.
Dirga jelas tau tujuan utama Fray adalah Naya. Menghancurkan Naya sehancur-hancurnya.
Dirga masih harus tetap bersama Fray sampe menemukan alasan kenapa Fray melakukan semua itu dan menghentikan Fray. Walaupun harus mengorbankan dirinya sendiri.
Setidaknya Dirga tau kalo perasaannya ke Naya terbalaskan.
" Lo gak penasaran jawaban gue atas pertanyaan bullshit lo waktu di pantai?" tanya Naya lagi sebelum putaran terakhir mereka.
" Nerima gue kan? Iyalah kan lo udah suka sama gue ya. Sayangnya gue gak suka beneran tuh sama lo."
Hati Naya mencelos, tapi ia berusaha terlihat baik-baik saja. " Iya. Lo bener. Seandainya aja lo gak musuhan sama Atan. Mungkin pertanyaan lo waktu itu bakal jadi momen paling indah buat gue ya. Seandainya aja dendam itu gak pernah ada diantara lo dan Atan. Mungkin gue gak bakal jadi korban."
" Hidup lo miris banget disamping Atan ya, Nay."
Naya tertawa. " Hidup lo lebih miris karena dikelilingi sama dendam," ucapnya tepat sasaran.
Sayangnya Dirga udah gak dendam sama Atan dan semua yang diucapkan Naya jelas salah. Tapi ia hanya membuat dirinya semakin salah didepan Naya. Lebih baik daripada ia membiarkan Fray dengan bebas melakukan hal-hal diluar nalar manusia normal untuk mencelakai Naya.
" Gimana sama Fray? "
" Baik aja," jawab Dirga singkat. Padahal mati-matian ia ingin menyingkirkan Fray dari hidupnya.
" Boleh gue tau kenapa lo jadian sama Fray selain alasan balas dendam? Karena menurut gue pacaran tanpa perasaan suka itu kan gak enak, " ucap Naya lagi dengan sangat hati-hati. Karena ia tau pertanyaannya ini hanya akan menjadi bumerang yang akan berbalik dan menyakiti hatinya lagi.
Dirga gak menyangka pertanyaan seperti itu akan keluar dari mulut Naya. " Karena gue emang suka sama Fray," jawab Dirga, seperti dugaan Naya. " Dia mirip Kanya."
Naya mengangguk mengerti. Memang Dirga keliatan masih sulit melupakan Kanya, cinta pertama dan pacar pertama cowok itu. Fray emang mirip sama Kanya. Sama-sama manis tapi berhati iblis. Naya memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan menyelesaikan hukumannya.
Dirga jadi ingat perkataan Bara beberapa hari yang lalu. Saat Naya baru masuk sekolah lagi.
Flashback on
" Apa alasan lo sama Fray? Kayaknya lo gak suka sama cewek itu," ucap Bara yang langsung duduk disamping Dirga sambil menyedot es teh ditangannya.
" Sok tau. "
Bara terkekeh. " Gue yakin lo gak sebego Atan yang suka sama cewek licik begitu."
Dirga tersentak. Apa Bara juga curiga soal Fray? " Licik?"
Bara mengangguk. " Lo kan pinter. Kalo Atan emang rada bego jadi mungkin Fray gampang ngebegoin dia. Tapi buat lo yang IQnya boleh lah, gak mungkin kan dibegoin Fray juga?" Ia beranjak begitu melihat sosok Fray yang mendekat kearahnya. " Fray berbahaya. Gue cuma ngasih lo peringatan. "
" Kenapa lo peringatin ke gue?" tanya Dirga sebelum Bara melangkah pergi.
" Karena gue harus nyelametin sumber kebahagiaan dari seseorang yang kakak gue cintai," ucap Bara kemudian melangkah pergi. Tepat saat Fray tersenyum kearah mereka dan mengacuhkan kepergian Bara setelah kedatangannya.
Flashback off
Walaupun Dirga masih gak ngerti sama kalimat terakhir yang Bara ucapkan.