Part 14

756 Kata
Jika saja cinta bisa jatuh tepat pada seseorang yang bisa membalasnya, maka mungkin tidak akan pernah ada luka yang disebutkan. .... Beberapa hari ini Naya disibukkan dengan latihan silatnya untuk persiapan turnamen, sementara Atan lebih sering kekelasnya Fray untuk senang mengobrol atau makan bekal bareng dengan cewek itu. Lagi-lagi dua anak ayam suka lagi induknya. Aryo dan Bagas. Mereka berdua daritadi hanya saling men drible  bola basket dan saling mengopernya lalu memasukan ke ring. Begitu seterusnya. Sampe Bagas capek dan mengacuhkan bola dari Aryo, melepaskan bola yang menggelinding bebas ke tepi lapangan basket. Bagas bersandar ke tiang ring basket sambil mengusap keringat di dahinya. Kancing seragam yang sudah terlepas semua membuat ia mudah melepaskan seragamnya itu dan menjembrengnya di gawang futsal yang ada di tepi lapangan basket. Aryo ikut duduk sambil meniduri Bagas sambil duduk. "Nanti kalo lo punya pacar, gue dewekan ya Yo." Ucap Bagas dengan nada khawatirnya. Melihat Naya dan Atan yang memiliki lebih dulu punya pacar, Sementara Naya belum jadian sama Dirga tapi kayaknya sih hampir. Bagas jadi khawatir kalo nanti Aryo punya pacar maka dia akan main keranjang senang kayak anak ilang. "Yeee jelek aja pikiran lo. Mereka cuma lagi sibuk aja." Bagas menghela napas. "Kayaknya gue yang paling suka pacar dapet deh Yo." Nada bicaranya kedengeran pesimis. "Emang kenapa?" Aryo menaikan sebelah alisnya, melirik Bagas yang tampak sedang lurus ke depan seakan menerawang sesuatu. "Gue kan lemot Yo. Kalo otak lemot, hati bisa lemot juga gak Yo?" Bagas membalas tatapan Aryo dengan wajah polosnya. Aryo mengusap tantangan dengan gemas. "Iya kayaknya. Jomblo seumur idup ntar lo!" Ia langsung beranjak dan memungut bola basketnya daripada harus berbicara dengan Bagas yang lemotnya gak ketulungan itu. "Amit-amit Yo! Kalo ngomong ya!" Bagas menepuk-nepuk jidatnya. ...... Kelar latihan, Dirga mengundang Naya utama pergi ke pantai. Mereka berdua menikmati matahari terbenam di pinggir pantai. Matahari mulai dibahas di gedung-gedung tinggi di Jakarta. Meninggalkan kegelapan di sekelilingnya dan tergantikan dengan pantulan cahaya jingga dari sisa sinar matahari itu. "Udah mulai bagus ya pantai di Jakarta." Ucap Dirga mewujudkan kebersihan pantai di sini dan juga pasir putihnya yang bebas sampah. Dulu kalo Dirga kesini bersama-sama, masih banyak sampah yang diberikan di bibir pantai dan sekitar pasirnya. Naya mengangguk setuju. "Bagus kan. Oh iya tumben ngajak gue kesini. Ada apa Ga?" Ia memiringkan duduknya menghadap Dirga yang ternyata sudah daritadi memandangnya. Bikin wajah Naya mendadak bersemu merah. "Gapapa. Kita kan perlu liburan sebelum turnamen. Gak ada dua minggu lagi ya waktu latihannya. Cepet banget." Dirga ingat-ingat sisa hari yang tersisa untuk latihan sebelum akhir bulan ini. Naya mengangguk. Akhir minggu ini pun pak Dio akan mengikuti  pertemuan teknis  . Itu berarti akan dibuka lagi. Akan dimulai. Persiapan sudah sangat matang, mulai dari rutin,  hemat,  dan dirilis jurus dan latihan IPSI untuk yang lulus kejuaran senior. "Menurut lo pindah di gampang gak sih?" Tanya Dirga tiba-tiba tapi mengalihkan pandangannya dari Naya. Cewek ini malah menundukan malah. Naya mengangkat dan tatapan beralih dengan tatapan mata milik Dirga. "Gampang. Mungkin." Jawab Naya ragu. "Kalo ada penggantinya." "Lo bener. Pindah gampang kalo udah ada yang mau atau ada yang berhasil bikin kita terus." Dirga membenarkan jawaban Naya. "Gue rasa gue udah bener-bener pindah dari Kanya." Ia tersenyum lega. "Kok bisa? Kenapa?" "Elo." Naya menunjuk dirinya sendiri. "Gue? Maksudnya?" Dirga mengetuk-ngetuk jaya Naya dengan jari telunjuknya agar otak cewek ini bisa sedikit lebih encer dan ngerti omongannya. "Karena gue deket sama lo, gue bisa lupain Kanya. Kalo lo. Apa bisa lupain Atan setelah deket sama gue?" Ia menaikan sebelah alisnya membuat cewek dimanapun akan meleleh dikunjungi. Jantung Naya berasa mau copot tapi ia gak berani menjawab. Meski Dirga berhasil menggeser posisi Atan dihatinya, tapi belum sepenuhnya. Seakan Dirga dan Atan berada di posisi yang sama di dalam posisi. Membuat Naya gak bisa memilih di antara mereka. Meski jelas Atan gak akan diminta dipilih. Kalo Dirga, dari pertanyaan yang cowok ini lontarkan seperti ada harapan kalo Naya akan menjawab iya atas pertanyaannya. "Gue gak tau." Jawab Naya akhirnya, Dirga takut-takut ia membalas tatapan. Takut cowok yang kecewa dengan jawaban yang sebenernya bukan jawaban itu. Diraya hanya memandang lembut kearah Naya, tanpa rasa kesal atau marah. "Gapapa. Gak harus lo jawab sekarang." "Kasih gue waktu ya Ga. Gue takut." Dirga mengusap rambut lembut Naya. "Jangan kelamaan tapi ya. Entar keburu bulukan gue." Naya terkekeh. "Satu minggu dari sekarang. Gue Janji!" Ia mengacungkan jari kelingkingnya. “Lama ya. Semoga aja nanti sesuai yang mau gue ya. Udah nunggu lama soalnya.” Dirga mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Naya. Ya semoga aja saat itu gue udah gak ragu lagi sama perasaan gue ya Ga. Naya membatin. Sementara seseorang gak jauh dari tempat mereka memandang dengan penuh kekesalan, ia tersenyum sinis melihat Naya yang memasang senyum seakan dia jadi orang paling bahagia di bumi ini. "Satu-satunya orang yang gak bisa bahagia itu Elo. Khanaya Felicia."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN