Malam ini begitu banyak bintang di langit.
Naya memandangi langit diatasnya sambil berbaring di sofa yang terletak di balkon kamarnya. Ia jadi ingat bagaimana pertemuannya dengan keluarga kecil Dirga tadi.
Perlahan air matanya mengalir. Ia rindu dengan kedua orangtuanya. Seandainya aja waktu itu ia ikut sama orang tuanya pasti mereka udah sama-sama sekarang.
Atau setidaknya Naya bisa sedikit egois untuk mencegah mereka mengambil pekerjaan di luar negri, pasti keluarganya masih utuh sekarang.
Tapi takdir tetap takdir. Takdir sudah tertulis. Sekuat apapun mencegah pasti akan terjadi juga kalo emang udah takdirnya.
Kadang Naya menyalahkan takdir yang membuatnya sedikit kesepian dan haus dengan kasih sayang orangtua. Tapi sosok Aldo sudah cukup mewakili kedua orangtuanya. Bahkan sahabat-sahabatnya termasuk Dirga.
Tanpa Naya sadari, Dirga telah masuk ke dalam kehidupannya terlalu dalam. Bahkan sedikit menggeser posisi Atan dihatinya. Walaupun Atan masih dengan posisi utama dihati Naya.
" Padahal bintangnya bagus. Tapi malah ditangisin. Aneh dasar!" celetuk Atan yang ternyata sedang berdiri di balkon kamarnya sambil menatap lurus kearah Naya.
Detik berikutnya cowok itu udah melompat kearah balkon kamar Naya dan duduk disebelah Naya. Cewek itu segera bangkit tapi Atan mencegahnya, ia membiarkan Naya tetap berbaring seperti posisi awalnya dan memangku kepala cewek itu di pahanya.
" Gue kangen nyokap bokap."
" Besok ke makamnya yuk. " Ajak Atan, ia juga dulu sangat dekat dengan kedua orang tua Naya. Mereka terlalu baik, bahkan saking baiknya mereka pergi duluan ke dimensi lain. Dimensi yang gak akan bisa ditembus.
Naya mengangguk setuju. " Sekalian ke makam Mario sama Anggara ya. Najis banget gak sih kangen sama dua i***t itu."
Atan terkekeh. Ia inget banget gimana dulu sikap Mario dan Anggara ke Naya. Memperlakukan Naya layaknya seorang ratu.
Cinta monyet.
Cinta masa SMP.
Tapi kelihatan begitu tulus.
Satu yang Atan tau.
Naya beruntung karena dicintai begitu tulus. Sementara Atan hanya berharap cintanya kali ini ke Fray akan berbuah manis, bukan berujung luka seperti dulu.
" Gimana nembak Fraynya? Romantis gak?" Naya memberanikan diri untuk bertanya, bagaimanapun juga ia harus mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan. Termasuk kebahagiaan Atan yang ternyata ada di Fray , bukan ada di dalam dirinya.
" Biasa aja. Gak ada yang spesial sih. Yang jelas gak ada bunga dan coklat kayak si dua i***t itu ke lo." Atan ketawa ngakak ngeliat raut wajah Naya yang langsung cemberut. Dulu cowok ini selalu mengejeknya karena dua i***t itu yang selalu ngejar-ngejar Naya.
Awalnya Naya emang risih tapi lama kelamaan mereka punya arti sendiri di hidup Naya, mereka diam-diam telah mewarnai sedikit hari-harinya.
" Digentayangin aja baru tau rasa!" Naya langsung mengangkat tubuhnya dan memposisikan duduk seperti Atan.
" Jangan dong. Masa setan gentayangin setan," ucap Atan yang emang udah biasa disebut Setan. Bikin Naya ngakak.
.....
" Lah mau kemana weekend gini?" tanya Atan yang saat ini sedang membantu ibunya menanam beberapa tanaman bunga. Ia melihat Naya sudah rapi dengan celana silatnya dan kaos polos warna hitam.
Naya menguncir rambutnya dan menoleh ke Atan. " Mau latihan. Kan tiga minggu lagi turnamen. Lo harus nonton ya."
Atan melotot. " Pasti Nay!" Ia mengacungkan jempolnya .
Naya nyengir dan langsung pergi begitu mobil sedan Dirga baru datang. Cowok itu keluar dari mobil dan menyapa Naya dan kak Aldo yang saat itu sedang olahraga ringan di halaman.
" Wih! Badan lo jadi ya," puji Dirga ke Aldo yang langsung memamerkan otot-otot dan perut kotak-kotaknya.
Naya berdecih. " Lo kayak homo tau gak. Ayok dah keburu siang nih!" Ia menarik Dirga untuk segera pergi.
Sementara Atan menatap mereka dengan tatapan gak suka. Tapi ia sadar ia gak bisa melarang Naya. Tapi kalo sampe Dirga macem-macem sama Naya, ia gak akan tinggal diam.
" Atan! Kamu ngapain motong-motong kaktusnya! Yang dipotong durinya aja jangan batangnya juga! Kamu tuh ya!" teriak Salsa yang melihat anaknya malah menggunting-gunting batang kaktus miliknya.
" Yah mahh! Refleks mah refleks!" sahut Atan yang gak sadar. Saking gemesnya liat Dirga dan Naya yang makin deket.
" Kamu kalo cemburu jangan dilampiasin ke taneman mamah dong, Tan!" teriak Salsa lagi, kali ini sambil cekikikan menggoda anak satu-satunya itu.
" Ih mamah!! Atan udah punya cewek juga kok. Yeee." Atan memeletkan lidahnya.
.......
Naya memperhatikan Dirga yang hari ini sedang sparing dengan Esa. Karena ini latihan khusus menjelang turnamen jadi dibanyakin sparingnya. Tadi Naya juga udah nyoba lawan kak Fitri yang berat badannya hanya beda satu kilo dengannya.
Gak berantem beneran, cuma ngelancarin jurus dan refleks serangan aja biar di gelanggang nanti sudah terbiasa.
" Nih minum." Naya melempar sebotol air mineral kearah Dirga yang langsung ditangkap cowok itu.
Selebihnya sambil menunggu yang sparing, Naya dan teman-temannya yang lain melancarkan gerakan mereka. Ada juga yang belajar seni untuk turnamen seni tunggal, ganda dan regu. Kalo Naya karena dia gak suka ngapali gitu makanya ia ngambil fighting aja, yang tanding gitu. Walaupun resikonya lebih berat tapi ia sudah terbiasa sejak SD ikut turnamen seperti ini.
Karena disaat semua orangtua mengajarkan anak perempuannya masak dan dandan, orangtua Naya dulu malah mendaftarkan Naya ke kelas bela diri. Katanya biar nanti gedenya Naya bisa jaga dirinya sendiri.
Mungkin memang pertanda bahwa mereka gak akan bisa lama-lama menjaga Naya. Bahkan kak Aldo juga diajarkan beladiri sejak kecil cuma bedanya dia ikut taekwondo sementara Naya ke Silat atau IPSI.
" technical meetingnya masih dua minggu lagi. Nanti pak Dio kan yang kesana?" tanya Dirga sambil mengatur napasnya di pinggir lapangan. Ia baru selesai ronde ketiga.
Pak Dio mengangguk. " Semoga aja lawannya pas ya. Katanya sih yang ikut hampir seluruh SMA di Jakarta."
Dirga mengangguk mengerti. Turnamen tahunan ini memang paling ditunggu-tunggu dan cukup menarik perhatian.
Setelah hampir dua jam gonta ganti lawan sparing dan sekedar membenarkan gerakan serangan, Naya dan Dirga keluar dari ruangan latihan.
" Langsung balik?" tanya Dirga sambil mencari kunci mobilnya di tas.
" Kayaknya gue dijemput Atan deh soalnya mau langsung ke makam nyokap bokap gue," jawab Naya yang mengingat kalo semalem dia dan Atan akan pergi ke pemakaman.
Dirga mengangguk mengerti. " Orangnya udah otewe kesini belom?"
Naya mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Dirga. " Barusan dia bilang udah didepan. Yuk!"
Atan udah menunggu didepan gerbang sekolah dengan honda jazznya. Cowok itu memasukkan satu tangannya ke saku jeans dan satu tangan lagi yang memegangi ponsel.
" Atan!" Naya langsung nyamperin cowok itu setengah berlari. Kemudian berbalik menatap Dirga yang berjalan dibelakangnya." Kita duluan ya, Ga!"
Dirga mengangguk sementara Atan hanya menatapnya sekilas sebelum masuk ke mobilnya.
.....
Pemakaman ini begitu rapi dengan gundukan tanah yang ditanami rumput gajah. Sangat terawat.
Naya dan Atan berjalan menyusuri setiap pemakaman, mencari satu makam yang gak kalah cantik.
Makam kedua orangtua Naya yang berdampingan. Ada satu buket bunga kering disetiap makamnya, buket bunga yang ia dan Aldo taroh beberapa minggu yang lalu. Karena mereka cukup rutin mengunjungi kedua orangtuanya.
Setidaknya doa dari anak akan langsung sampai kan ke kedua orangtua. Sebandel-bandelnya Naya, ia gak pernah mau jadi anak durhaka. Bahkan ketika ia ingin berbakti pun, hanya doalah yang bisa tersampaikan.
Naya mengusap tanah yang menutupi nisan kedua orangtuanya dan memanjatkan doa yang ia tau. Atan melakukan hal yang sama.
Atan mencabuti rumput dan tanaman liar yang tumbuh di sekitar makam kedua orangtua Naya.
Setelah selesai, mereka bangkit dan mencari makam Mario dan Anggara yang lokasinya juga sama dengan pemakaman kedua orangtua Naya.
Gak perlu bingung karena dua makam itu yang paling unik. Dengan satu tanaman Mawar disetiap makam. Karena dua i***t itu ternyata suka berkebun, dan tanaman mawar adalah favorit mereka.
Tanaman itu sedang tumbuh subur dengan beberapa kelopak mawar yang berjatuhan menghiasi gundukan tanah itu.
Ada dua buket bunga disana yang masih segar.
Naya mengernyitkan dahinya. Atan juga gak kalah bingung. Setau mereka kedua orangtua Anggara memutuskan untuk tinggal di New York setelah kepergian Anggara. Dan Mario yang orangtuanya pindah ke Jogja.
Jadi siapa yang belum lama ini berkunjung kesini? Atau salah satu teman mereka? Atau kedua orangtua mereka yang datang untuk sekedar menengok makam anaknya?
" Yaudah yuk balik." Atan memegangi pundak Naya yang masih aja gak bergeming saat memikirkan kemungkinan-kemungkinan siapa yang baru saja kesini.
Setelah meletakkan dua buket bunga, Naya langsung berdiri dan tersenyum kearah makam itu. Berharap seseorang yang tengah tertidur lelap didalam sana dapat melihat senyumnya.