Jeffry menghela nafas panjang dan menenangkan diri sendiri. Saat ini yang ia inginkan adalah mendapatkan maaf dari Janna karena sikapnya kemarin dan menyelesaikan masalah mereka yang tertunda. Ia pun mencoba menghampiri Janna dan mencoba mengambil tangannya, tapi Janna menepisnya kasar.
"Janna, aku ingin minta maaf atas sikapku kemarin," ucap Jeffry dengan suara lembut dan penuh penyesalan.
Janna segera menutup kupingnya dengan jari tangannya seolah tak ingin mendengarkan perkataan apapun dari Jeffry.
"Janna, aku benar-benar menyesal," ucap Jeffry tak menyerah.
"Aaaaaaaa…" Janna tetap menutup kupingnya dan berkata sendiri sehingga ia benar-benar tak mendengar apapun yang Jeffry katakan.
"Janna, jangan kaya anak-anak begitu!" ucap Jeffry sambil menarik kedua tangan Janna perlahan dan mencoba memeluknya untuk memberikan ketenangan pada Janna. Tapi Janna yang masih marah mencoba melepaskan pelukan Jeffry dengan mendorong tubuh suaminya.
Jeffry yang lemas karena tak tidur semalam malah terhempas ke atas ranjang bersama Janna yang masih di dalam pelukannya. Ia segera membalikan tubuhnya sehingga kali ini Janna berada di bawah tubuhnya.
Janna terpekik sesaat lalu memukul wajah Jeffry agar bangkit dari atas tubuhnya. Melihat sikap Janna yang tak bisa diam dan penuh kemarahan, Jeffry kembali kesal dan menahan kedua tangan Janna diatas kepalanya sendiri.
"Jangan kurang ajar kamu mas!" pekik Janna panik karena Jeffry menduduki tubuhnya.
"Memangnya kenapa kalau aku kurang ajar?! Kamu istriku dan aku berhak menyentuh setiap inci dari tubuhmu!" ucap Jeffry menakuti dan spontan menyentuh p******a Janna dengan sebelah tangannya yang lain yang tak mengunci tangan Janna.
Hening. Sepasang suami istri itu sama-sama terkejut dengan apa yang dilakukan Jeffry.
"Ihhh! Keterlaluan kamu mas!" pekik Janna marah dan memukuli wajah Jeffry karena Jeffry melepaskan tangannya. Jeffry hanya diam, ia merasa pantas mendapat cakaran dari Janna karena perbuatannya barusan.
"Makanya kamu harus tenang dong! Aku hanya ingin minta maaf sama kamu!" gumam Jeffry kesal.
"Turun dari tubuhku mas!" usir Janna sambil mendorong suaminya ke samping. Tapi Jeffry yang bertubuh tinggi dan atletis tak bergeming, Janna mulai merasa tubuhnya terasa berat ditindih oleh Jeffry.
"Berjanjilah dulu bahwa kamu akan bersikap tenang, kita tak punya waktu banyak untuk bicara karena harus berangkat ke kantor," pinta Jeffry mencoba bernegosiasi.
Janna yang awalnya masih memberontak, akhirnya mulai diam dan melunakan hatinya. Melihat Janna sudah tenang, perlahan Jeffry memindahkan tubuhnya dan membantu Janna untuk duduk di sisi ranjang bersamanya.
Janna segera merapikan rambutnya dengan tangan perlahan untuk mengalihkan kecanggungannya.
"Janna, maafkan atas sikap kasarku kemarin … aku tak bermaksud semarah itu padamu. Aku tak bermaksud membandingkanmu dengan Sarita. Kamu benar, aku tak mengetahui apa yang terjadi padamu setahun belakangan ini … aku hanya ingin selama kita menjadi suami istri tetap menjalaninya dengan baik dibalik masalah yang kita miliki saat ini. "
Janna hanya diam mendengarkan ucapan Jeffry, ia tak tahu harus menjawab apa. Untuk memaafkan pun ia merasa malas.
"Aku tahu, hubungan pernikahan kita dalam kondisi yang tak baik tetapi bisakah kita akur sebentar demi papa?" pinta Jeffry lagi.
Mendengar nama Naresh disebut, Janna melunak. Suami istri itu diam cukup lama seolah mengambil waktu untuk menenangkan diri sendiri.
Jeffry menatap Janna dalam. Wajah istrinya terlihat sangat pucat, bahkan tadi saat ia berada diatas tubuh Janna, ia bisa merasakan tubuh Janna terasa panas. Sepertinya perempuan disampingnya ini sedang demam.
Kebersamaan mereka selama hampir empat hari yang naik turun penuh emosi ini tampaknya berdampak fisik terhadap Janna. Apalagi tadi malam pasti ia kurang istirahat setelah berolahraga.
"Lebih baik hari ini kamu gak usah ngantor, badanmu terasa panas, sepertinya kamu demam," ucap Jeffry menyentuh lengan dan kening Janna walau Janna mencoba menepis tangannya.
Perlahan Jeffry berdiri dan mendorong Janna yang sudah mengenakan pakaian kerja untuk berbaring. Janna menurut, karena ia memang merasa pusing dan tak enak badan dan membiarkan Jeffry menyelimuti tubuhnya.
Jeffry pun keluar kamar dan kembali membawa obat dan segelas air putih lalu menyerahkannya pada Janna.
"Minumlah lalu istirahat, sebentar lagi aku akan berangkat untuk bekerja. Kamu istirahat dirumah saja dan kuharap kamu benar-benar dirumah dan tak kemana-mana," suruh Jeffry dengan suara lembut.
Janna hanya diam dan segera meminum obatnya lalu kembali berbaring untuk istirahat. Ingin rasanya ia menepis tangan Jeffry yang mengusap rambutnya lembut cukup lama, tapi entah mengapa sentuhan Jeffry begitu menenangkan sehingga Janna merasa mengantuk dan mulai menutup matanya. Melihat Janna mencoba untuk tidur, Jeffry pun meninggalkan kamar Janna.
Ia segera kembali ke kamar untuk mandi. Saat membasuh tubuhnya di bawah shower air dingin, dalam benak Jeffry terlintas rasa hangat tubuh Janna yang sempat ia peluk dan raba. Jeffry segera mengacak-acak rambutnya di bawah air ketika merasa bagian bawah tubuhnya mengeras.
Untung saja, Sarita tak pernah ia sentuh seperti ia menyentuh Janna, rasa cintanya pada Sarita pasti akan membuatnya berubah menjadi nafsu jika ia melakukan hal yang sama.
Selesai mandi, handphone Jeffry berdering nyaring dan tertera nama Sarita di dalamnya. Jeffry segera menyapa kekasihnya dengan suara mesra.
"Gimana kabarmu pagi ini mas?" tanya Sarita cemas karena tadi malam ia mendengar dari Jeffry tentang pertengkaran besarnya dengan Janna.
"Aku sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja," jawab Jeffry ringan sambil mengeringkan rambut.
"Mbak Janna?"
"Hari ini sepertinya ia tidak masuk, sepertinya ia tidak enak badan."
"Hmm, mungkin memang lebih baik jika kalian tak sering bertemu, baru empat hari saja pertengkaran kalian sudah seperti ini … jaga jarak dulu mas, aku sangat tahu mas Jeffry bukan tipe pria sekeras itu… tapi jika kamu sampai seperti itu tak baik juga… semoga setelah ini mbak Janna mau melunakan hati dan berbicara dengan mas Jeff."
Jeffry terdiam sesaat, entah mengapa ia tak ingin menceritakan bahwa ia telah mencoba berbaikan dengan Janna pagi ini pada Sarita. Jeffry dan Sarita menyelesaikan komunikasi mereka karena Jeffry harus berangkat bekerja.
Jeffry segera mengambil tasnya dan segera keluar kamar. Hatinya tergelitik untuk mengintip ke dalam kamar Janna. Perlahan ia membuka pintu dan melihat Janna tengah tertidur lelap dan tampak sangat lelah. Perlahan Jeffry menyentuh ujung rambut Janna agar tak membangunkannya. Perempuan ini tadi berhasil menggugah hasrat kelelakiannya.
****
Janna terbangun saat tenggorokannya terasa sangat kering. Kepalanya terasa pusing karena tertidur begitu lama. Dengan langkah gontai Janna bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar.
Ia merasa terkejut saat melihat Jeffry tertidur di sofa depan tivi mengenakan kaos oblong putih dengan celana pendek.
Saat melirik ke arah jam di dinding waktu telah menunjukan waktu pukul 3 sore. Mendengar suara gelas berdenting, Jeffry terbangun dan melihat Janna tengah mengambil air dari dispenser.
"Kamu sudah bangun? Aku membeli makanan saat kembali kerumah … ayo makan dulu," gumam Jeffry sambil mengumpulkan nyawanya.
"Kamu gak kerja mas?"
"Aku sudah kembali satu jam yang lalu. Ternyata selama di kantor aku terlalu lelah dan mengantuk, jadi kuputuskan untuk pulang agar bisa tidur," ucap Jeffry menjelaskan.
Pertengkaran semalam ternyata membuat keduanya resah sampai tak bisa istirahat. Tanpa ragu Jeffry menyuruh Janna untuk duduk di kursi makan dan segera membuka makanan yang ia beli untuk dimakan bersama.
Janna tertegun sesaat ketika melihat tubuh Jeffry yang tampak atletis dibalut kaos oblong putih dari belakang. Bahu dan punggungnya yang lebar terlihat sangat sexy membuatnya tak sadar menelan ludahnya sendiri. Jeffry segera menyajikan makanan dan duduk dekat disamping Janna tanpa sungkan. Saking dekatnya lengan mereka saling bersentuhan halus.
Dering handphone Jeffry menyadarkan lamunan Janna dari lamunannya akan tubuh dan sentuhan Jeffry. Apalagi saat ia mendengar bahwa itu panggilan dari Sarita. Tanpa bicara apapun, Janna segera berdiri dan membawa piring makanannya ke dalam kamar meninggalkan Jeffry yang menatapnya penuh arti.
Bersambung.