Usai mengirim pesan pada Raisha dan menjelaskan kondisinya di rumah serta membatalkan janjinya, Bagas merasa lega. Ia menunggu Raisha membalas pesannya.
Sesaat tiba-tiba, satu pesan masuk di ponsel nya "Nggih" hanya itu jawaban Raisha, tanpa menuntut penjelasan apapun.
Itulah Raisha sebuah anugerah ketika Bagas diijinkan bertemu dua wanita luar biasa apalagi mengijinkan kedua tangannya mendekap mereka berdua.
Berbagi cinta? Siapa yang mau? Itulah jalan yang kini dilaluinya.
Dalam bimbang nya Bagas terus saja berputar antara memikirkan Arum istrinya dan Raisha wanita barunya, pikiran ini tidak benar mungkin namun ia datang tanpa dipesan, datang begitu saja di otaknya.
Sejurus kemudian Bagas telah kembali di samping istrinya, namun kali ini Arum telah duduk menghadap suaminya, ada gurat kecewa diwajahnya, wajah yang telah merona lelah termakan usia, wajah yang terus menemaninya bertahun tahun, wajah yang menghiasi susah payahnya berusaha siang dan malam, wajah itu pula yang menolak untuk diajak pergi ke salon sekedar facial dan creambath dengan dalih cukup seperti ini saja abi, anak anak kita lebih membutuhkan banyak dana.
Wajah itu juga masih dicintainya pun ketika ia menemukan wanita selincah Raisha yang meskipun terpaut empat tahun lebih tua namun masih teramat lincah, wajah itu tak pernah terkalahkan oleh siapapun juga apapun bahkan saat yang lain hadir.
"Aku ingin melanjutakan ceritaku, Mi.."
"Nggak perlu Bi.." jawaban Arum menakuti Bagas.
"Abi nggak perlu menambah alasan didaftar hati ummi, yang Ummi tahu Abi saat ini telah memiliki wanita lain, wanita yang datangnya entah kapan namun ia sudah datang dan bertengger di hati Abi" ucap Arum lagi dan Bagas tak mau Arum salah mengartikan maksud baik nya pada Raisha hingga ia pun berucap..
"Sesuatunya beda Ummi.."
"Sttt" jangan terlalu nayaring,Bi, nanti anak anak dengar" suara Arum sambil menutup bibirnya dengan kedua jarinya.
"Pemahaman Abi sangat bagus, ilmu agama Abi juga bagus dan selama jadi suamiku Abi sudah sangat baik, ini saatnya aku berbaik baik padamu, Bi." lirih sekali jawaban Arum.
"Bila Raisha memang wanita yang baik dan layak menikahlah Bi, karena aku tak mau Abi melewati jalan dosa hanya karena memendam hasrat, aku sangat mengerti suamiku"
"Kamu yakin?" tanya Bagas parau.
"Ya, Bi, menikahlah, ikhlas itu terkadang memang harus dipaksakan kok Bi, kalau aku maunnya ya malah ga ikhlas terus, semua wanita ingin menjadi wanita paling dicintai, paling disayangi, paling dihargai, paling bisa...dimata suaminya, sedangkan yang wajib untuk jadi 'paling' ALLAH kan Bi?" tanya Arum berkelakar seperti sengaja hendak menghapus perih dari hatinya meski Bagas sangat mengerti perih itu masih disandangnya.
Bagas mengagumi jawaban istrinya, dan ia menjadi demikian cinta pada Arum istrinya yang demikian berusaha mengerti.
Sakit yang dirasakan oleh Arum sengaja ia pendam, ia sengaja bertahan. Ia tidak ingin menjadi manja.
Bila ini adalah jalan Tuhan maka Arum yakin Tuhan juga yang akan menyelesaikan semua masalahnya. Selama ini Arum terlalu terlatih dengan kepasrahan tingkat tinggi pada penciptaNya... Itulah mengapa ia menjadi bisa bicara seperti yang baru saja dikatakannya untuk suaminya.
Arum juga enggan menambah daftar panjang pertengkaran dalam rumahnya. atau bahkan saling berdiam diri hanya karena ketidaksetujuannya pada permintaan Bagas suaminya tentang ijin menikah lagi.
Apakah lantas Arum tidak merasakan sakit.
Pasti sakit lah.
Namun menurut Arum akan lebih sakit lagi bila dia tidak mengijinkan dan dibelakangnya ia mengetahui Bagas membohonginya.
Bagas malah sembunyi-sembunyi menikahi wanita yang namanya tadi ia sebutkan.Atau Bagas sembunyi-sembunyi membagi cinta dan perhatiannya.
Akan jauh lebih menyakitkan. Dan Arum tidak ingin itu terjadi.
Karena Arum sangat tahu, lelaki itu manusia sama juga seperti dirinya. Mereka makhluk hidup bukan sebangsa meja atau kursi yang bisa kita arahkan semau kita sesuai ingin kita.
Bila mereka punya keinginan mereka bisa melakukan apapun untuk mewujudkan keinginannya.
Itulah mengapa Arum membuka jalan ini untuk Bagas.
Ketika suami menikah lagi bukan berarti hidup lantas menjadi hancur lebur bukan?
Hidup akan tetap berjalan, tergantung kita mau sekuat apa.
Itu saja masalahnya.
Arum menghargai kejujuran Bagas hari ini.
Mawar, melati juga kenanga bergantian menebar wanginya, di serambi rumah penuh cinta milik mereka, seorang Arum terpaku disamping kamarnya. Entah apa yang dipikirkannya, yang pasti saat ini, ngilu sekali rasanya menyandang perih ini sendiri, kenyataan terberat bukanlah saat kita tau suami kita menikah lagi tapi ketakutan paling berat bahwa kita akan menjadi yang terkalahkan.
Arum sangat tau ini bisikan setan, tapi bisikan ini nyata pun ketika ia dengan sangat kuat menghalaunya...
Bagas telah pergi dari kamar mereka dan memilih berdiri di halaman rumah. Memandangi taman juga bunga beraneka warna sambil merokok, entah apa yang ia pikirkan. Arum hanya bisa menerawang dari jendela kamarnya.