"I-iya deh, boleh," sahut Reina.
Ini pertama kalinya bagi gadis itu memiliki teman. Tiga tahun mengecap pendidikan di universitas itu. Reina tidak pernah memiliki teman karena memang gadis itu sendiri yang memilih sendirian alih-alih bergabung dengan yang lain.
"Ya udah, yuk!" ajak Jennifer.
Gadis itu menarik tangan Reina dan pergi ke kantin. Sampai di sana, Jennifer bertanya apa yang ingin Reina makan. Namun, nampaknya gadis itu bingung harus memilih menu apa.
"Woy! Kenapa lo bengong?"
"Eh, iya. Tadi lo ngomong apa?" tanya Reina terkejut.
"Astaga, Reina! Tadi itu gue tanya, lo mau makan apa biar gue pesenin," sahut Jennifer.
"Sorry, sorry, gue bingung aja pengen makan apa. Gue mau nasi goreng aja deh sama teh anget," kata Reina.
Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya bagi Reina pergi makan di kantin. Biasanya, ia hanya membawa bekal dari rumah. Entah itu makanan buatan ibunya atau sekedar roti dengan harga lima ribuan.
"Oke, gue pesenin."
Jennifer pergi memesan makanan dan kembali. Ia duduk berhadap-hadapan dengan Reina. Tiba-tiba, ada suara yang mengejutkan Reina. Suara seseorang yang baru-baru ini selalu datang mengganggunya.
"Lo di sini juga, Je? Eh, ada lo juga, Rein?" tanya Jonathan berpura-pura seolah ia tidak tahu keberadaan mereka di kantin.
"Iya. Lo ngapain di sini? Bolos lo, ya? Awas aja lo, ntar gue aduin ke Nyokap," tanya Jennifer menyelidik.
Jika memang benar Jonathan bolos, ia berencana untuk mengadukannya pada sang ibu. Sekalian saja biar Jonathan kena semprot. Jarang-jarang Jennifer melihat Jonathan dimarahi ibu mereka.
"Jangan asal nuduh lo. Jam pertama gue emang kosong dari dulu. Gue ke kantin karena gue laper. Awas aja lo ngadu yang ngga-ngga," balas Jonathan mengancam.
Sejak ganti semester, setiap hari Jumat memang hanya ada satu mata kuliah di jam kedua. Jika saja ia tidak berniat untuk menemui Reina. Mungkin Jonathan akan pergi ke kampus menjelang jam kedua. Jadi, ia tidak akan melewatkan waktu sarapannya dan berakhir makan ketoprak di pinggir jalan.
"Tunggu ... tunggu! Kalian berdua saling kenal?" sela Reina penasaran melihat Jonathan dan Jeje terlihat begitu akrab.
"Siapa yang ngga kenal sama playboy cap kuda poni ini. Dia sempet godain gue dulu pas ospek. Tapi sayangnya, gue ngga tertarik sama cowok model dia," sahut Jennifer berbohong.
Sebelum masuk ke universitas, Jennifer meminta Jonathan agar tidak menyebutkan nama belakang mereka. Gadis itu tidak mau berurusan dengan gadis-gadis yang menyukai Jonathan yang hanya akan membuatnya pusing saja. Cukup sudah ketika mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Jennifer selalu diteror oleh gadis-gadis yang tergila-gila pada kembarannya.
Beruntung wajah mereka tidak mirip sama sekali. Jennifer mirip dengan ibunya dan Jonathan mirip dengan ayahnya. Jadi, ia memutuskan untuk menyembunyikan status mereka. Dan untungnya, Jonathan tidak pernah mempermasalahkannya. Mereka juga tidak pernah menunjukkan kedekatan mereka. Dan sekarang, pertama kalinya bagi mereka berinteraksi lebih di depan Reina.
"Jennifer!" geram Jonathan.
Bisa-bisanya gadis itu membual di depan Reina. Padahal, tidak pernah sekali pun Jonathan menggoda gadis-gadis. Ya, meskipun ia memiliki banyak kekasih. Tapi, di antara banyaknya kekasih. Jonathan tidak pernah menggoda mereka dan justru sebaliknya.
"Iya, Jonathan King--" Jonathan lekas membungkam mulut Jennifer sebelum gadis itu membongkar rahasianya sendiri.
"Jonathan king apa, Je?" tanya Reina penasaran.
"Jonathan king playboy, yah king playboy," balas Jennifer canggung. Hampir saja ia melubangi kuburannya sendiri.
"Buih ... buih ... Tangan lo abis megang apaan, sih, Jo? Kok asin banget," tanya Jennifer menyeka bibirnya.
"Abis ngapain ya tadi?" Jonathan berusaha mengingat-ingat apa yang telah ia lakukan sebelumnya, "Oh iya, gue inget. Tadi gue abis ngupil trus lupa cuci tangan, hahaha ... " tambah Jonathan tertawa terbahak-bahak.
"Jonathan! Lo kenapa jorok banget, sih?" teriak Jennifer sambil mengusap bibirnya dengan kasar. Lalu, ia memukul bahu saudara kembarnya dengan keras.
"Becanda kali, ah. Orang gue ngga abis ngapa-ngapain juga. Tadi gue malah abis cuci tangan di toilet," jelas Jonathan.
"Bener? Lo ngga bohongin gue 'kan?" tanya Jennifer sendu.
"Iya, bawel. Ngomong-ngomong kalian udah pesen makan belom? Biar sekalian gue pesenin," jawab Jonathan.
"Udah dari tadi. Paling bentar lagi pesenan gue sama Reina bakal dateng."
Belum sempat menutup mulutnya, pesenan mereka sudah datang. Jonathan pun duduk di sebelah Jennifer tanpa memesan makanan terlebih dahulu. Karena sebenarnya ia sudah sarapan ketoprak di seberang jalan tadi. Dan kedatangannya ke kantin karena Jennifer yang mengabarinya.
"Nah, ini dia pesanannya dateng," kata Jonathan antusias.
"Udah lo pesen sana. Kenapa malah duduk di sini?" usir Jennifer.
"Ngga jadi, gue pengen bantuin lo makan aja. Sayang 'kan kalo ngga abis trus dibuang. Ya ngga, Rein?" tanya Jonathan pada Reina.
"I-iya," balas Reina terbata.
Gadis itu merasa seperti obat nyamuk saja yang mengganggu waktu kebersamaan Jonathan dan Jennifer. Apalagi melihat interaksi dari keduanya membuat Reina berpikir bahwa Jennifer salah satu kekasih Jonathan.
"Makan, Rein." Jennifer menyodorkan piring nasi goreng dan es teh manis pada Reina.
"Makasih," balas Reina. Kemudian, ia mulai mengaduk-aduk nasinya sambil sesekali melirik ke arah Jonathan dan Jennifer.
"Kalian pacaran, yah?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Reina tanpa terpikirkan lebih dulu.
"Brurb ... Uhuk ... uhuk ... "Jonathan dan Jennifer tersedak hingga menyemburkan makanannya.
"Minum dulu," kata Reina menyodorkan gelas minum pada keduanya.
Setelah meneguk minuman yang Reina sodorkan. Jennifer langsung membuka mulutnya lebar-lebar, "Lo gila, ya? Mana mungkin gue sama dia pacaran?"
"Ya, abis kalian berdua sikapnya kaya orang pacaran aja, sih," sanggah Reina.
"Masa, sih? Tapi, ngga ah kita biasa aja. Ya ngga, Jo?" Jennifer meringis merasa sikap yang dirinya dan Jonathan tunjukkan terlalu berlebihan.
"I-iya," sahut Jonathan tersenyum kaku.
"Semua ini gara lo, Jo. Reina aja nganggepnya gue pacar lo. Gimana sama yang lain coba," bisik Jennifer sambil menyiku lengan Jonathan.
"Kenapa jadi gue yang disalahin?" sungut Jonathan.
"Makanya, udah sono lo pergi. Ngapain pake ke sini, sih. Ganggu aja," usir Jennifer.
"Kan tadi lo sendiri yang ngabarin gue. Gimana, sih," sungut Jonathan.
"Gue cuman ngasih tau lo dan gue ngga nyuruh lo ke sini. Udah cepetan sono pergi," desak Jennifer.
"Oke, gue pergi." Jonathan bangkit berdiri. Namun bukannya pergi, ia justru hanya berpindah tempat dan duduk di sebelah Reina.
"Lo ngapain pindah ke sini?" tanya Reina.
"Ngga papa, pengen aja," balas Jonathan malas.
"Pindah ngga lo! Gue ngga mau ada yang salah paham lagi sama gue," usir Reina karena tidak ingin mencari masalah.
Kasihan sekali Jonathan. Di sana diusir di sini juga diusir. Lagi pula salahnya sendiri terlalu tampan dan memiliki banyak kekasih. Jadi, tidak dianggap saudara oleh Jennifer. Ia juga harus selalu ditolak ketika mendekati Reina.