"Tadi itu gue cuman becanda. Lo nya aja yang nganggep serius," balas Jonathan sambil melepas helmnya.
"Makasih karena lo udah bikin gue hampir terkena serangan jantung," ketus Reina menyodorkan helm ke tangan Jonathan dan beranjak pergi.
"Lo mau ke mana? Katanya mau makan ketoprak," tanya Jonathan.
Ia lekas turun dari sepeda motornya dan melihat mobil yang melaju kencang. Jonathan langsung berlari mengejar Reina dan menariknya untuk menghindar dari mobil itu.
"Lo kenapa, sih? Kalo gue sampe telat sedetik aja, lo bisa ketabarak," omel Jonathan. Namun, Reina hanya terpaku menatap Jonathan.
"Rein, Rein." Jonathan mengayunkan tangannya di depan wajah Reina, "Lo kenapa? Ada yang sakit? Lo mau gue bawa ke dokter?" tanya Jonathan khawatir.
"Gu-gue ... Ngga, gue ngga papa kok," balas Reina sambil mengusap sikunya yang lecet.
"Bener lo ngga papa?" tanya Jonathan.
"Iya, gue ngga papa. Palingan cuman lecet-lecet doang. Justru, seharusnya gue yang tanya sama lo. Lo baik-baik aja 'kan?" Tadi ketika Jonathan menariknya. Pemuda itu terjatuh dan tertimpa oleh tubuh Reina.
Sepertinya kemarahan Reina sudah musnah ketika mengetahui Jonathan telah berbohong. Dan sekarang, digantikan dengan perasaan hangat.
"Seperti yang lo liat," balas Jonathan mengedikkan bahunya.
"Serius lo ngga papa? Jangan pura-pura baik-baik aja biar keliatan keren," tanya Reina. Ia berpikir Jonathan berpura-pura baik-baik saja agar tidak terlihat lemah di depannya.
"Apaan, sih, lo. Gue baik-baik aja dan gue ngga pura-pura. Puas?" sungut Jonathan. Kenapa Reina jadi menyebalkan seperti itu? Membuat Jonathan merasa seperti pria lemah, tapi berusaha menutupinya.
"Iya, gue tau. Ngga usah emosi gitu dong," sanggah Reina.
Gadis itu beranjak berdiri dan mengulurkan tangannya," Kenapa lo diem aja?" tanya Reina menggoyangkan tangannya meminta agar Jonathan meraih tangannya dan lekas berdiri. Lalu, Jonathan pun meraihnya dan berdiri.
"By the way, thanks ya udah nolongin gue," tukas Reina.
"Ngga perlu. Mendingan kita pesen sekarang, gue udah laper," sahut Jonathan.
"Ya udah lo pesen aja. Gue mau balik ke kelas, sebentar lagi kuliah pertama gue mulai," kata Reina menatap jam yang melingkar di tangan kirinya.
"Yah. Lo gimana, sih? Katanya mau nemenin gue sarapan. Kok malah mau balik ke kelas. Lagian, ada yang pengen gue omongin sama lo," keluh Jonathan.
"Salah lo sendiri pake keliling buang-buang waktu bukannya langsung brenti di sini." Reina menyalahkan Jonathan karena memang pemuda itu yang salah, "Kalo emang ada yang mau lo omongin sama gue. Ntar aja kalo gue ada waktu. Gue sibuk dan ngga bisa diganggu. Terutama sama lo, Jonathan," tambah Reina sudah memberi jarak sebelum Jonathan kembali mendekatinya.
Jonathan menggaruk tengkuknya merasa memang dirinya yang salah. Ia juga mengerti maksud perkataan Reina agar ia berhenti mendekatinya. Dan alasannya pun ia tahu dengan jelas.
Karena statusnya saat ini bukan single. Tapi, kekasih banyak orang. Jadi, sebelum masalah datang menghampirinya. Reina berusaha menjauh dari Jonathan. Namun sayangnya, sikap Reina yang seperti itu justru membuat Jonathan semakin merasa tertantang.
"Sorry, Rein. Gue ngga peduli lo sibuk atau ngga. Kalo gue bilang pengen ngomong sama lo. Itu artinya gue harus ngomong sama lo. Entah lo sibuk atau ngga," kekeh Jonathan.
"Jangan gila lo, Jo. Tapi, terserah lo mau ngapain. Gue mau balik ke kelas dulu," protes Reina beranjak meninggalkan Jonathan setelah tidak ada mobil yang melintas.
Sesampainya di kelas, baru saja Reina duduk. Jennifer datang mendekat dengan sok akrab. Gadis itu tidak jauh berbeda dengan kembarannya. Mereka berdua sama-sama sok dekat dengan Reina. Ya, meskipun Jennifer dan Reina satu kelas. Namun, Reina tidak pernah sekali pun berinteraksi dengan teman sekelasnya. Ia merasa tidak perlu membaur dengan mereka karena status sosialnya.
"Hai, Rein," sapa Jennifer.
"Hai," balas Reina. Namun, sikapnya saat ini terlihat tidak mempedulikan Jennifer.
"Gue boleh duduk di situ ngga?" tanya Jennifer.
Kursi di sebelah Reina selalu kosong. Tidak ada satu pun orang yang berniat untuk duduk di sana karena sikap tak acuh Reina. Sebenarnya, bukan tidak peduli. Hanya saja, ia ingin menghindari hal-hal yang bisa membuat beasiswanya terancam. Ia lebih memilih menjadi pendiam dan penyendiri.
Reina menatap Jennifer, "Boleh," jawab Reina singkat.
"Makasih. Lo kenal gue 'kan?" tanya Jennifer. Pasalnya, Reina tidak pernah berinteraksi dengan orang lain yang ada di kelasnya.
"Iya. Lo Jennifer 'kan?"
"Gue pikir lo ngga tau nama gue. Oh iya, by the way gue boleh duduk di sini terus ngga? Gue ngga nyaman duduk di belakang."
Jennifer mulai mendekati Reina karena ingin membantu saudara kembarnya. Ia ingin Jonathan memutuskan semua kekasihnya dan berlabuh pada satu hati yaitu Reina.
"Boleh kok. Tapi, lo ngga merasa terganggu duduk sama gue?" tanya Reina.
"Nggalah, Rein. Emangnya kenapa harus merasa terganggu? Gue oke-oke aja kok duduk di sini," balas Jennifer.
"Ya, kali aja gitu. Gue 'kan orang miskin dan lo orang kaya. Takutnya orang kaya seperti lo takut deket-deket sama orang miskin kayak gue," jelas Reina.
"Ya elah, Rein. Belom apa-apa lo udah berprasangka buruk sama gue. Tapi, lo tenang aja ya. Gue itu, biar kaya nya ngga ketulungan. Tapi, gue baik hati dan tidak sombong. Karena apa? Karena kekayaan yang gue miliki itu punya bokap nyokap gue. Jadi, gue itu sama miskinnya kayak lo," balas Jennifer.
Gadis itu memang gadis yang pandai dan baik hati sejak kecil. Tentu saja berkat ibunya yang sangat telaten mengajarinya. Meskipun ia selalu bertengkar dengan Jonathan. Bahkan sejak mereka berdua masih kecil. Namun, hal itu cara mereka berdua menunjukkan kasih sayang mereka. Jadi, ia akan berusaha keras untuk mendekatkan Reina dengan Jonathan.
"Ya, sorry," kata Reina tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh, ngomong-ngomong kayaknya jam pertama kosong deh," celoteh Jennifer.
"Kata siapa?" tanya Reina.
"Ini. Lo liat aja sendiri," sahut Jennifer menyodorkan ponselnya pada Reina menunjukkan pesan di grup chat teman-teman sekelasnya.
"Oh, iya bener," kata Reina.
"Berhubung sekarang kita itu temenan. Gimana kalo gue traktir lo makan-makan di kantin? Anggep aja sebagai perayaan pertemanan kita," ajak Jennifer.
Padahal, tadi ia sempat membaca pesan dari Jonathan kalau Reina belum sarapan. Jadi, Jennifer berusaha mencari alasan agar Reina mau diajak makan di kantin. Jennifer ini benar-benar saudara yang sangat pengertian. Saudara idaman bagi semua orang.
Mudah-mudahan saja, nanti ketika gadis itu memiliki cerita sendiri. Jonathan akan dengan senang hati membantunya untuk mendapatkan cintanya.
"Gimana? Lo mau ngga?" tanya Jennifer karena Reina hanya diam seperti orang yang sedang bingung.