"Iya, bentar lagi gue pergi. Tapi, gue pengen tanya sama lo berdua," kata Jonathan.
"Tanya apa?" tanya Reina.
"Kalo ngga ada yang penting, mending lo pergi sekarang deh," usir Jennifer.
"Penting ngga penting, sih. Jadi gini, gue 'kan abis beli HP baru. Tapi, gue bingung mau diapain HP lama gue," jelas Jonathan. Rencana yang sebelumnya ia susun bersama Jennifer akhirnya terlontar juga.
"Yang pasti, gue ngga butuh HP bekas lo. Lo buang aja ke tempat sampah. Kayaknya itu lebih cocok deh," balas Jennifer mulai berakting.
"Jangan dong, Je. 'Kan sayang kalo dibuang," kata Reina menimpali.
"Bener apa kata Reina. Kalo mau dibuang, kenapa gue harus tanya kalian berdua," sanggah Jonathan.
"Ya, terus mau gimana? Kasih aja tuh sama Reina. Kali aja dia mau," tanya Jennifer.
"Emang lo mau? Masih bagus dan masih layak pakai kok," tawar Jonathan.
Memang seperti inilah niat awalnya. Ia berharap Reina akan menerimanya dan bisa menghubunginya. Namun, apakah Reina akan menerimanya? Sedangkan harga dirinya begitu tinggi?
"Ngga juga, sih. Tapi, gue punya ide," balas Reina menolak.
"Ide apa? Bukankah kata lo kemaren lo ngga punya HP? Jadi, ini buat lo aja gimana?" tanya Jonathan menawarkan ponsel itu pada Reina.
"Ayolah Reina, terima aja," batin Jonathan.
"Iya tuh, Rein. Sayang 'kan kalo harus dibuang. Mending buat lo aja. Tapi, itu, sih, kalo lo mau," timpal Jennifer berusaha membujuk.
"Siapa bilang gue ngga punya? Gue punya kok," sangkal Reina.
Gadis itu memang memiliki ponsel. Namun, hanya bisa digunakan untuk mengirim pesan dan telepon saja. Selebihnya, tidak ada kegunaan lain selain bisa digunakan untuk menimpuk maling.
"Jadi, kemaren lo bohongin gue, ya?" tanya Jonathan menyelidik.
Ia benar-benar tidak percaya ada gadis yang berbohong ketika dipinta nomor telepon olehnya. Bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi pada seorang Jonathan Kingston? Pemuda tampan, pintar, dan kaya raya. Di dunia ini mungkin hanya ada Reina seorang yang dengan bodohnya melakukan hal itu.
"Hehehe, peace." Reina mengangkat tangannya menunjukkan huruf V, "Sebenarnya, gue ngga bermaksud buat bohongin lo. Gue cuman ngga mau berurusan aja sama lo," sambung Reina menjelaskan.
"Loh, emangnya kenapa? Lo aja mau berurusan sama bocah ngeselin ini." Jonathan menunjuk ke arah saudari kembarnya, "Kenapa sama gue ngga?" tanya Jonathan.
"Enak aja. Lo yang ngeselin bukan gue," protes Jennifer sambil menjulurkan lidahnya.
"Bodo," ketus Jonathan.
"Gue cuman ngga mau pacar-pacar lo pada salah paham sama gue," sahut Reina.
"Emangnya gue selingkuh sama lo? Gue cuman pengen kita temenan aja ngga lebih. Jadi, mulai sekarang lo ngga bisa menghindar lagi. Karena mulai sekarang, gue, lo, juga Jennifer udah sah berteman," putus Jonathan.
Pemuda satu ini terlihat mirip sekali dengan seseorang. Pemaksa dan tidak mudah menyerah dalam menggapai sesuatu. Mirip sekali dengan Zavier Kingston, sang ayah. Memang apa kata pepatah itu benar bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Selain fisiknya yang terlihat seperti duplikat. Sifatnya pun sangat-sangat mirip.
"Iya, iya deh."
Akhirnya Reina menyerah juga. Mungkin karena ada Jennifer di antara mereka. Jadi, ia tidak berpikir bahwa kekasih Jonathan tidak akan mempermasalahkannya.
"Jadi, gimana dengan HP lama gue?" tanya Jonathan kembali membahas ponselnya.
"Pulang kuliah lo ikut gue. Biar gue bantu lo kasih solusi," sahut Reina.
"Solusi apa? tanya Jonathan penasaran.
"Udah pokoknya ntar pulang kuliah lo ikut gue. Dan sekarang, mending lo pergi dari sini," usir Reina.
"Kok lo ngusir gue lagi? 'Kan sekarang kita udah jadi best friend," tanya Jonathan. Tadi Reina sudah mau berteman dengannya. Tapi, kenapa gadis itu masih berusaha mengusirnya lagi?
"Menurut lo gimana, Je?" Bukannya menjawab pertanyaan Jonathan, Reina justru bertanya pada Jennifer.
"Kalo menurut gue, sih, biarin aja dia di sini. Itung-itung ada yang jagain kita," balas Jennifer.
Reina bertanya pada orang yang salah. Jennifer memang sudah berencana untuk membantu kembarannya dan kebetulan sekali Reina terlihat mempercayainya. Kali ini, dunia berpihak pada Jonathan.
"Emang lo pikir gue bodyguard," cetus Jonathan menimpali.
"Lo emang bukan bodyguard, tapi mulai sekarang lo kita anggap sebagai bodyguard. Ya ngga, Rein?" sanggah Jennifer bertanya pada Reina agar menyetujui ucapannya.
"I-iya." Tidak tahu harus menjawab apa. Akhirnya Reina menjawab dengan terbata-bata.
Jennifer pun mengedipkan matanya pada Jonathan. Dan, Jonathan pun membalasnya dengan sebuah senyuman. Ia tidak menyangka Jennifer akan membantunya. Padahal, selama ini mereka selalu bertengkar. Selalu mencari-cari kesalahan ketika berada di rumah. Atau mungkin, memang seperti itu cara mereka menunjukkan kasih sayang mereka.
"Ya udah ngga papa gue jadi bodyguard. Lagian, gue ini 'kan bodyguard tampan," kata Jonathan menerimanya dengan senang hati.
"Huuuuu ... " teriak Jennifer dan Reina.
"Udah buruan selesain makan kalian. Abis itu, biar nanti gue yang bayar," kata Jonathan melihat Reina dan Jennifer hanya mengaduk-aduk makanannya.
"Cakep," balas Jennifer memberi jempol untuk kembarannya.
Setelah makan di kantin, Jonathan kembali ke kelasnya. Namun sebelum itu, ia melakukan tugas pertamanya sebagai seorang bodyguard yaitu mengawal Reina dan Jennifer ke kelasnya. Setelah itu, baru ia kembali ke kelasnya. Karena sebentar lagi jam kedua mulai.
Beberapa jam berlalu, Jonathan mengirim pesan pada kembarannya. Ia bertanya ada berapa mata kuliah hari ini di kelasnya. Kemudian, setelah mendapat balasan Jonathan langsung merapikan buku di mejanya dan berlarian keluar.
"Kenapa gue b**o banget, sih? Kenapa gue ngga tanya tadi pagi dan baru tanya sekarang?" bisik Jonathan dalam hati merutuki kebodohannya.
Ternyata, hari ini kelas Reina hanya ada dua mata kuliah begitu pula dengan Jonathan. Jadi, ketika jam kedua selesai Reina dan Jennifer pulang. Sementara Jonathan, masih ada satu mata kuliah di jam ketiga.
Sementara di Weeds Cafe, Jennifer dan Reina sedang menikmati jus jeruk yang sangat menyejukkan tenggorokannya di cuaca yang sangat panas.
"Lo bener lagi nyari kerjaan?" tanya Jennifer.
Ketika Jennifer berencana untuk mengantar Reina pulang. Reina berusaha menolak dan berkata ingin mencari pekerjaan sebelum pulang. Lalu, Jennifer membawa Reina ke cafe milik ibunya.
"Iya, Je. Udah seminggu gue nyari dan sampe sekarang belom dapet," sahut Reina.
Sebelumnya, ia bekerja part time di sebuah restoran. Tapi, karena ada rekan kerja yang tidak menyukainya karena atasan lebih menyukai Reina. rekan kerjanya selalu membuat ulah dan membuat Reina dipecat.
"Oke. Kebetulan banget, kemaren nyokap gue bilang lagi butuh karyawan di sini. Pas banget 'kan lo lagi butuh kerjaan. Daripada kerjaan ini buat orang lain. Mending buat lo aja yang jelas-jelas lagi butuh kerjaan. Gimana? Lo mau ngga?"
Entah mengapa, Jennifer merasa rencananya membantu Jonathan benar-benar dipermudah. Segala sesuatu terasa tidak ada hambatan apa pun.