"Hai, Rein," sapa Jonathan.
Hari ini, ia pergi ke kampus lebih awal. Ia berdiri di depan kelas Reina untuk melancarkan rencana yang telah ia susun kemarin bersama Jennifer.
"Lo ngapain di sini?" tanya Reina.
"Gue mau bersih-bersih di kelas lo. Pake nanya lagi. Gue di sini karena nungguin lo lah. Emang mau ngapain lagi," balas Jonathan.
"Oh, gitu," kata Reina menyebikkan bibirnya dan berjalan melewati Jonathan.
Jonathan mengikuti Reina masuk ke dalam kelas, "Lo udah sarapan belom? Gue laper nih belom sarapan," tanya Jonathan mengusap perutnya dengan gerakan memutar.
"Gue udah sarapan di rumah dan gue udah kenyang," balas Reina dingin.
"Ya udah ngga papa kalo emang lo udah kenyang. Lo temenin gue sarapan aja di kantin," kekeh Jonathan.
"Ngga mau. Gue ngga pengen ada kesalahpahaman lagi," tolak Reina.
Kalau sampai salah satu kekasih Jonathan memergoki mereka berduaan di kantin. Bisa-bisa Reina habis diamuk oleh semua kekasih Jonathan.
"Gue ngga peduli, pokoknya lo harus temenin gue. Lo harus bertanggung jawab karena lo yang udah bikin gue ngga sarapan di rumah pagi ini." Jonathan masih berusaha memaksa Reina untuk menemaninya sarapan di kantin.
"Kenapa jadi gue yang disalahin? 'Kan lo sendiri yang ngga sarapan di rumah," sungut Reina kesal.
"Ya, karena gue pengen ketemu lo, jadi gue melewatkan waktu sarapan gue dan lo harus bertanggung jawab," tukas Jonathan.
"Oke, oke, gue temenin lo sarapan. Tapi, ada tapinya loh, ya," sahut Reina tidak menerimanya begitu saja.
"Tapi, apa?" tanya Jonathan.
"Tapi, tempat sama menunya gue yang pilih. Gimana? Setuju ngga?"
Reina ingin mengerjai Jonathan dengan mengajaknya sarapan di pinggir jalan. Ia yakin, Jonathan tidak akan mau makan di pinggir jalan karena ia tahu Jonathan berasal dari keluarga kaya raya.
"Oke, gue setuju. Jadi, kita mau sarapan di mana?" Jonathan menyetujui tawaran Reina tanpa berpikir bahwa gadis itu akan mengerjainya.
"Sebenarnya gue juga belom sarapan, Jo. Jadi, pagi ini gue pengen sarapan ketoprak yang ada di seberang jalan," sahut Reina beralasan.
"Ayo!" Tanpa berpikir panjang, Jonathan langsung menarik tangan Reina dan berjalan keluar.
Sementara Reina, gadis itu hanya berjalan sambil menatap Jonathan lekat. Ia pikir, Jonathan akan menolaknya dan pergi. Namun, pemikirannya salah dan ia justru masuk ke dalam perangkatnya sendiri.
"Pake helmnya," kata Jonathan menyodorkan helm motor pada Reina. Namun, karena gadis itu tidak bergeming. Akhirnya, Jonathan memakaikan helm itu di kepala Reina.
"Gu-gue bisa sendiri," cegah Reina.
"Telat. Dari tadi bukannya dipake malah bengong aja. Giliran udah selese lo mau pake sendiri. Dasar aneh!" balas Jonathan sambil memasang pengait pada helm yang Reina kenakan.
"By the way, gue ajak lo makan ketoprak di seberang sana. Kenapa harus pake motor segala? Kita 'kan tinggal jalan beberapa langkah, trus sampe," tanya Reina menunjuk ke arah jalanan. Gadis itu benar-benar heran dengan apa yang Jonathan lakukan saat ini.
Memangnya mereka akan makan di mana? Kenapa Jonathan menggunakan motornya alih-alih jalan kaki? Apa jangan-jangan, pemuda itu ingin membawa pergi Reina?
"Ngga usah banyak protes. Lebih baik lo naik sekarang sebelum gue paksa!" ancam Jonathan.
"Iya, iya, ini gue naik," ketus Reina menyentuh kedua bahu Jonathan dan naik ke atas motor, "Dasar pemalas!" umpat Reina sambil memukul helm yang Jonathan pakai.
"Lo berani pukul-pukul gue?" tanya Jonathan menyeringai tipis.
"Orang gue nabok laler di helm lo juga," elak Reina.
"Laler apa laler?" Jonathan menggerakkan tangannya ke belakang, menarik tangan Reina, dan melingkarkan tangannya di perutnya, "Mending lo pegangan daripada ntar lo jatoh."
Reina menarik tangannya kembali, "Lo apa-apaan, sih, Jo? Please, deh. Jangan bikin gue berada dalam masalah," protes Reina.
Berboncengan saja sudah membuatnya takut. Apalagi harus memeluk Jonathan dalam posisi seperti itu. Pokoknya, Reina hanya bisa berdoa agar ia tidak berpapasan dengan salah satu kekasih Jonathan.
"Lo kenapa, sih? Biasa aja kali, Rein," sahut Jonathan menyeringai.
"Jonathan! Gila lo, ya?!" bentak Reina kala Jonathan menarik gasnya dengan kencang sehingga membuat tubuh Reina hampir terlempar ke belakang. Namun, posisi gadis itu sekarang justru memeluk Jonathan erat.
"Udah, diem. Kalo lo masih berisik, gue bakal kencengin lagi nih," ancam Jonathan.
"Dasar ngeselin!" umpat Reina memukul kepala Jonathan lagi.
Untuk sejenak, Reina dan Jonathan hanya diam. Entah karena tidak ada pembicaraan atau memang mereka tidak tahu bagaimana cara memulainya. Yah. Mungkin mereka berdua tidak tahu cara memulai pembicaraan.
"Ehm .. ehm ... " dehem Jonathan berusaha menghilangkan kecanggungan.
"Kenapa lo? Kurang Aqua atau Le Mineral?" tanya Reina.
"Iya nih, tenggorokan gue kering banget." Mau tidak mau Jonathan membalas ucapan Reina.
"Eh, eh, eh ... Kenapa lo malah lurus aja bukannya brenti. Jadi kelewatan 'kan tukang ketopraknya," tukas Reina sambil memukul-mukul bahu Jonathan.
Bukankah sebelumnya Reina sudah mengatakannya bahwa ia yang memilih tempat dan menunya? Dan, Jonathan juga sudah menyetujuinya. Tapi, kenapa pemuda itu justru melewati tukang ketoprak dan jalan terus mengendarai motornya?
"Gue juga ngga tau, Rein. Motor gue ngga bisa brenti. Kayaknya remnya blong deh," bohong Jonathan dan sayangnya, Reina mempercayai kebohongannya begitu saja.
"Lo serius, Jo? Lo lagi ngga becanda 'kan?" tanya Reina panik.
"Gue serius. Gue ngga tau kenapa rem motor gue bisa blong," balas Jonathan berpura-pura panik.
"Ya elah, Jo. Gue belom mau mati, gue belom bahagiain nyokap gue. Terus, sekarang gue mesti ngapain?"
Reina terlihat seperti orang yang terjebak di sebuh ruangan yang dipenuhi dengan asap. Tidak bisa bergerak sama sekali kecuali hanya berteriak meminta tolong.
"Yang perlu lo lakuin sekarang cuma satu. Peluk gue erat-erat biar lo ngga jatoh," balas Jonathan tidak masuk akal. Apa hubungannya dengan rem blong dan memeluknya?
"Tapi, apa hubungannya, Jo?" tanya Reina polos.
"Udah, lo ngga usah banyak tanya. Pokoknya lo peluk gue, pegangan yang kenceng," sahut Jonathan dengan tangan yang menyentuh punggung tangan Reina agar tidak melepaskan tangannya.
Dengan bodohnya, gadis itu mempercayai ucapan Jonathan dan memeluknya erat. Ia bahkan sampai memejamkan matanya karena takut. Sedangkan Jonathan, pemuda itu hanya terkekeh dalam diam.
"Sebenarnya lo itu polos atau bodoh, sih," gumam Jonathan tidak menyangka bahwa Reina merupakan gadis yang polos. Dan, ini pertama kalinya bagi Jonathan bertemu dengan gadis se-polos Reina.
Sebenarnya, polos dan bodoh itu hanya beda tipis. Terkadang, orang sering salah membedakannya.
"Turun, udah sampe," ujar Jonathan.
Reina melepaskan pelukannya dan memberi sedikit jarak, "Tadi kata lo remnya blong. Tapi, kenapa ini motor bisa brenti?" tanya Reina ketus dengan raut wajah muram.