Rama terus-terusan menghubungi ponsel Farhan. Namun Farhan sama sekali tak menjawab panggilan dari sahabatnya tersebut. Bayu yang melihat Rama sedang mondar-mandir jadi ikut bingung sendiri.
"Belum diangkat juga?" Tanya Bayu. Rama menggeleng lalu menduduki sofa yang ada di apartemen Bayu.
"Gue gak tau itu bocah kemana, dia cuma nitip pesen buat bilang ke lo kalo dia gak bisa nemuin lo," rama menarik rambutnya, pusing.
Bayu menaruh gelasnya diatas meja makan lalu ikut duduk didepan Rama. "Si Farhan ketemu sama si Nara?" Tanya Bayu hati-hati.
Rama mendongakan kepalanya lalu mengangguk kecil. "Iyaa, dan dia keliatan seneng banget."
"Sebenernya emang gue sama Farhan ada tujuan tersendiri ke Yogya. Bukan karna pekerjaan." Kata Rama.
"Terus karna apa?"
"Karna Farhan mau cari Nara."
"Gara-gara soal itu?" Tanya Bayu lagi.
"Iya. 4 tahun Nara hilang dan pergi ngebawa sebagian dari diri Farhan. Farhan hancur, dia bener-bener kayak orang asing di sekitarnya. Dia juga menutup diri. Dia dibenci bundanya. Lo tau karna apa bay?"
"Karna apa?"
"Karna Farhan nyakitin Nara."
Bayu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terus bagaimana dengan Nur?" Tanya Bayu hati-hati.
"Nur pun gak ada bedanya sama Nara."
"Maksud lo ram?"
"Iya, mereka berdua gaada bedanya. Ketika Nara mencintai Farhan, Farhan lebih mencintai Nur hingga mereka menikah di belakang Nara. Lalu ketika Nara pergi dan Farhan menyadari semuanya, dia merasa telak. Dia sadar kalo dia sayang sama Nara sampe-sampe hubungannya sama Nur diambang kehancuran," ucap Rama. Bayu shok mendengarnya.
"Terus ram?"
"Terus ya udah, kesimpulannya adalah mereka berdua sama-sama tersakiti."
"Gila, gila si Farhan, ck!"
Bayu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih tak menyangka bahwa Farhan melakukan ini.
***
"Nara apa ada hal yang bisa aku lakuin untuk menebus semua kesalahan aku ke kamu, ke anak-anak kita?"
Farhan masih bersimpuh dihadapan Nara sembari tetap menangis. Ia sudah tak peduli lagi jika mantan istrinya ini mencap dirinya sebagai pria cengeng.
Nara menghapus air matanya, lalu menatap Farhan yang masih setia bersimpuh dihadapannya.
"Cukup maafkan dirimu sendiri Kak. Aku sudah ikhlas atas apa yang terjadi pada ku selama ini."
"Apa itu artinya kamu memaafkan aku?"
"Iya kak, aku memaafkan kamu. Karna bagaimanapun aku ini makhluk biasa, aku gak bisa terus-terusan menyimpan rasa tidak suka terhadap kamu."
"Bagaimana bisa ra? Bagaimana bisa kamu memaafkan aku sedang aku gak bisa memaafkan diriku sendiri?"
Farhan benar-benar tak percaya. Farhan benar-benar takjub. Setelah apa yang dia lakukan terhadap Nara, Nara masih tetap memaafkan dirinya.
"Kita diajarkan untuk ikhlas dan rela kak. Mungkin kemarin-kemarin aku belum ikhlas dan rela atas apa yang terjadi padaku. Tapi hari ini, aku menyadari sisi lain dari diriku. Aku sudah mengikhlaskanmu,"
Farhan mempererat genggaman tangannya pada tangan Nara. "Apa itu juga artinya kamu udah gak mau sama aku lagi ra?"
"Iya kak aku gak mau. Aku gak mau bukan karna aku gak cinta. Tapi aku hanya gak ingin, kak Nur harus merasakan apa yang aku rasa. Karna sungguh, menjadi pilihan dan tak dipilih itu sangat menyakitkan. "
Farhan merasa tersindir dengan ucapan Nara. Meski ia yakin bahwa wanita itu tak bermaksud menyindirnya.
"Aku udah gak cinta sama Nur, Ra. Aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu!"
Nara tersenyum lembut, "Enggak kak. Kamu mencintainyaa. Sangat mencintainya. Jangan cuma karna rasa bersalah kamu sama aku, kamu jadi melepaskan kak nur."
"Nara-"
"Udah kak cukup ya? Biarlah semuanya tetap seperti ini."
Farhan menggeleng-geleng.
"Gak bisa ra aku gak bisa. Aku udah nelantarin kalian bertiga. Aku harus menebus semuanya ra,"
"Iya aku tau, tapi enggak dengan menceraikan kak nur. Kamu masih bisa menebusnya dengan cara menjadi ayah yang baik buat Daffa dan juga Diffa."
Farhan sangat menyayangi Nara. Bertahun-tahun ia dirundung rasa penyesalan dan sesak. Dan baru hari ini ia merasakan hidup yang sebenarnya.
"Apa benar-benar udah gaada kesempatan untuk aku lagi ra? Apa aku sudah tidak ada lagi dihati kamu?"
"Bukan kayak gitu kak. Aku hanya gak ingin menyakiti kak nur,"
Farhan menghela nafas, ini adalah keputusan Nara. Ia tak bisa memaksa. "Boleh aku peluk kamu ra?"
Nara menimbang-nimbang apakah boleh atau tidak?
"Pelukan sebagai sahabat ra, gak lebih kok."
Pun dari itu Nara tersenyum dan mengangguk. Farhan langsung memeluk Nara dengan erat hingga Nara merasa bahwa dirinya sulit untuk bernafas.
***
Farhan berjalan dilorong apartemen Bayu. Jam sudah menunjukan pukul 23.10 ketika ia mendapat Line alamat apartemen Bayu.
Farhan menekan bel lalu tak lama pintu dibuka. Ia langsung masuk dengan mata yang sembab. Jelas terlihat bahwa ia baru saja menangis. Bayu menyikut lengan Rama membuat Rama menggidikan bahunya tanda tak tahu.
Farhan duduk disofa lalu menundukan kepalanya dalam-dalam. Ia kembali menangis. Hancur. Meski hubungannya dengan Nara sudah sedikit ada perubahan, tapi tidak dengan kenyataan yang baru saja ia dapati.
Bayu dan Rama langsung menghampiri Farhan. Mereka duduk didepan sahabatnya lalu menunggu apa yang akan Farhan bagi dengan mereka malam ini.
"Gue hancur ma, bay. Gue gak pantes disebut sebagai ayah. Gue bodoh. Gue brengsek."
Keduanya masih diam tak berani menjawab.
"Gue nelantarin anak-anak gue gitu aja ma, bay."
Bayu menaikan alisnya, tidak mengerti maksud dari anak anak yang diucapkan Farhan. Farhan menaikan tatapannya menjadi menatap mereka berdua.
"Iya, anak anak. Nara ngelahirin anak kembar 4 tahun lalu. Satu cowok dan yang satu cewek. Mereka beda lima menit. Daffa si sulung dan Diffa si bungsu." Farhan memejamkan matanya sebelum ia membeberkan kenyataan pahit itu.
"Daffa nangis kenceng tapi Diffa enggak. Bidan udah nyoba segala cara buat bikin anak bungsu gue nangis, tapi tetep aja dia gak nangis."
"Hah?" Beo rama.
"Bidan memvonis Diffa gak bisa berbicara. Dan bener, Diffa memang gabisa berbicara. Bahkan dia tumbuh gak secepat anak-anak yang lain. "
Tangis Farhan pecah. Ia menjambak rambutnya. Pedih sekali rasanya mengetahui kenyataan pahit ini.
Apa kamu sedang menghukum ayah nak? Batin Farhan.
Rama dan Bayu hanya bisa diam sembari memendam shock. Rama memejamkan matanya membayangkan bagaimana Nara bisa melewati ini semua sendirian?
"Gimana bisa han?" Tanya Bayu
"Gue gak tau bay, gue gak tahu. Mungkin ini hukuman buat gue atas apa yang gue perbuat dimasalalu," Farhan tertawa miris.
"Gue gak tau mesti ngomong apa han. Stay strong bro."
"Makasih bay, ram!"
Rama dan Bayu mengangguk. "Berarti anak ganteng yang super stylish itu ponakan gue han?" Rama bertanya, membuat Bayu menautkan alisnya. Kepo.
"Anak ganteng stylish, gimana?"
"Iya ganteng stylish. Si Daffa. Mantep emang si Nara ngedandanin anaknya kayak gitu," puji Rama.
Farhan tertawa kecil sembari menghapus air matanya. "Iya itu ponakan lo berdua."
"Feeling lo berarti ga salah ya?"
"Iya gak salah. Dia bener anak gue."
"Coba gue liat foto anak lo han!" kata Bayu.
"Gue gak punya fotonya. Rama ada kayanya!"
Rama dengan semangat membuka ponselnya dan menunjukan fhoto Daffa di hpnya.
"Ganteng juga anak lo han," komentar Bayu. Bayu memperhatikan wajah Daffa secara seksama.
"Stylish kan tu bocah? Gue aja sampe ngefans!" Kata Rama. Farhan tertawa meski kecil.
"Iya lah anak gue."
"Oiya han by the way Diffa dimana? Kok gue gak liat dia sama Nara tadi?" Tanya Rama
"Diffa lagi ikut orang tuanya Della di Malang. Kata Nara 2 hari lagi waktunya jemput Diffa. Gue mau ikut ke sana Ma, Bay. Gue pengen ketemu dia. Gue pengen cium dia, gue kangen.." kata Farhan.
"Malang?"
"Iyaaa!"
"Terus gue gimana han? Lo tega biarin gue sendirian?"
"Lo disini aja sama si Bayu. Emangnya lo mau ikut gue ke Malang?"
"YA MAU LAH BOSS!! Itung itung trip yegak?"
Bayu mengangguk setuju. "Gue juga mau ikut, tapi kerjaan gue disini banyaaak. Kalo cuti kasian nanti pasien-pasien gue," kata Bayu.
"Udah sih cuti ae dulu, sehari doang ini Bay!"
"Gimana ya?" Bayu menimbang-nimbang.
"Ntar dah liat ntar aja ye, kalo bisa cuti ya gue cuti kalo kagak ye kagak."
Dan dengan itu mereka bertiga kembali larut dalam keterdiamannya. Rama yang sedang sibuk memikirkan kapan ia akan menikah dan menemukan tambatan hati, sedangkan Bayu sedang memikirkan bagaimana caranya agar ia cuti dari rumah sakit. Dan Farhan, yang pikiran dan hatinya tetap tertuju kearah yang sama sedari tadi. Memikirkan nara dan anak anak mereka.