Cowok itu membuang asap rokoknya yang mengepul membuat hampir setengah dari warung angkringan ini menjadi bau rokok.
Jam sudah menunjukan pukul 00.00 tapi cowok itu masih tetap setia duduk diwarung angkringan sembari ngopi bersama rekan-rekannya yang lain.
Satu dari ketiga cowok yang sedang mengopi itu membuka suara. "Lo kapan deh cari jodoh?" Tanya cowok berambut lurus yang sedang makan Mie rebus pakai telur. Sedap, dan cocok di musim hujan seperti ini.
Cowok berambut panjang-yang ditanya- itu menoleh lalu menjawab sekenanya.
"Ntaran. Gue masih nunggu bidadari gue," katanya sambil terkekeh. Cowok yang sedari tadi diam ikut terkekeh lalu meledek si cowok berambut panjang.
"Eleeh gegayaan aja lo, masih nungguin si cewek dalam lukisan lo itu?"
"Yoi lah,"
Kedua rekannya tertawa. Menertawakan kebodohan cowok berambut panjang ini karna mencintai seseorang dalam lukisan.
"Lo gak tau aja gimana cantiknya dia, beeeuhhh. Kalah dah si sri mah hahahaha!"
"Secantik-cantiknya itu cewek, kalo gak nyata didepan lo ya percuma Ka!" Sembur temannya sembari tertawa semakin keras.
Raka-cowok berambut panjang tadi- mempunyai nama lengkap Raka Chandra Reksapradipta. Namun hingga kini, ia tak pernah menyebut nama belakangnya dihadapan teman-temannya. Dia adalah seorang penyanyi jalanan. Ia sering mengamen diangkringan alun alun Yogyakarta setiap hari.
Raka memang bertemu dengan seorang wanita 1bulan yang lalu. Wanita manis, yang anggun meski hanya dengan menggunakan celana panjang juga cardigan serta kerudung langsung yang menghiasi dirinya. Raka yang kebetulan sedang membawa alat lukisnya, langsung melukis wanita itu tanpa sepengetahuannya.
Ingin rasanya ia menanyakan siapa nama dari wanita itu, namun diurungkannya ketika anak dari wanita itu menarik nya keluar dan langsung pergi.
"Woi raka!"
Raka menoleh ke arah kedua rekannya. Zaidan dan Fahmi. Zaidan si rambut lurus sedang Fahmi adalah si rambut keriting.
"Apaan?"
"Lo ngelamunin apaan?" Tanya zaidan sembari menyeruput kuah mie nya yang sisa setengah.
"Kagak, sotau lo!" Elak Raka.
"Ngeles mulu, kayak bajaj!" kata Fahmi. Cowok itu menarik pisang goreng dan langsung memakannya.
"Makin pinter dong gue kalo ngeles, yegak zid?"
Zaidan memutar bola matanya malas melanjutkan perkataan raka yang sialnya hampir tak bisa mereka tandingi hingga hari ini.
"Yain aja serah lu!" Kata zidan.
***
Nara mengusap usap pipi Daffa yang ada dipelukannya. Ia masih terjaga dari tadi. Setelah Farhan pergi meninggalkan kontrakannya, Nara tak bisa tidur. Pikirannya sedang menerawang jauh entah kemana.
Daffa tiba tiba terbangun dari tidurnya, ia membuka mata dan langsung memeluk manja Nara.
"Kenapa sayang? Kok bangunn?" Kata Nara. Daffa menggeleng lalu minta dibuatkan s**u. Pun Nara bangkit dan segera membuatkan anaknya ini s**u.
Setelah mendapat s**u yang di mau, Daffa kembali memejamkan matanya. Nara mengelus-elus rambut Daffa yag lurus.
Kamu mirip ayah, nak.
"Maafkan bunda yaa, karna bunda kamu dan adik harus seperti ini. Maaf bunda belum bisa membahagiakan kalian berduaa," Nara mencium kening Daffa lalu ikut memeluk erat anaknya dan ikut tertidur.
***
"Mama! Ayah kemana sii? Kok gak pulang-pulang?" Tanya reya yang sedang mewarnai gambar yang ada di buku gambarnya. Nur mematikan kompor lalu menuangkan nasi goreng yang tadi di masaknya kedalam sebuah piring.
"Ayah masih kerja sayang, sabar ya?"
"Ahh ayah kerja lama banget sii. Freya kesel sama ayah!"
Ngambek. Adalah hal yang kerap kalo terjadi selama hampir 3 hari ini. 3 hari Farhan pergi, 3 hari juga Freya sering mengambek. Entah itu sarapan atau makan siang.
"Hei jangan gitu donggg! Ayah kan kerja buat cari uang. Uangnya buat reya, buat mama, buat beli pakaian reya, s**u reya, makanan reya,"
"Tapi ma, reya kangen ayaah!" bibirnya sudah mengerucut dan matanya merah. Sudah dipastikan sebentar lagi akan ada tangis yang meledak.
Dan benar saja, baru hitungan detik saja reya sudah benar-benar meneteskan air matanya. Nur dengan segera memeluk dan menggendong putri semata wayangnya itu. Dan mendudukan dirinya di sofa ruang tamu.
"Nak hei udah sayang jangan nangiss, nanti jelek lho heei," kata nur sembari menghapus air mata yang terus menetes dari mata hazel putrinya.
"Sayang jangan nangiss yaaa? Reya mau apa? Mau telfon om Viko hhm?"
Mendengar nama Viko disebut membuat tangis Reya sedikit reda. Nur tersenyum lembut, "mau telfon om Viko?" Tanya Nur sekali lagi.
Reya mengangguk mengiyakan. Pun Nur ke kamar mengambil ponselnya lalu menghubungi Viko. Selang beberapa detik setelah panggilan itu tersambung Viko mengangkatnya.
Wajah Viko yang basah oleh keringat adalah pemandangan pertama yang dilihat oleh Reya.
"Ih om mukanya keringetaan," kata Reya. Viko tertawa disebrang sana lalu mengusap peluh yang sempat menetes di pipinya. "Iya dongg. Om kan abis olahraga. Reya udah olahraga?" Tanya Viko.
"Belum om, reya gamau ngapa-ngapain. Reya cuma mau ayah.."
"Reya kangen ayah?"
"Iyaaaaaaaa!"
"Reya udah telfon ayah, hm?" Tanya Viko lagi. Viko sudah berusaha untuk menahan emosinya yang tiba-tiba saja bangkit setelah mengerti apa penyebab Reya bermalas malasan hari ini.
"Belum, mama bilang nanti aja telfon ayahnya tunggu ayah selesai nugas,"
Viko mengangkat kedua alisnya. Menatap ke arah Nur seolah-olah mencari penjelasan.
"Oh yaudah Reya jangan sedih yaaaa? Mau jalan-jalan sama om?" Tawar Viko. Beruntung hari ini Viko libur, jadi ia tak keberatan sama sekali untuk mengajak Reya dan Nur jalan-jalan.
"MAU OMMMM!!"
Reya sangat bersemangat sekali ketika menjawab tawaran Viko. Viko tertawa lalu sambungan telfon terputus.
***
Farhan mengambil sebatang rokok, lalu menyudut ujungnya dengan korek gas. Ia sedang berdiri di balkon apartemen milik Bayu. Dia menghela nafas sembari memperhatikan jalanan jalanan yang lenggang.
Farhan tertawa kecil ketika mengingat pertemuan pertamanya dengan Nara bertahun tahun silam. Masa mopls.
Farhan memegang pagar pembatas balkon sembari menghirup aroma tanah sehabis hujan. Wangi petrichor.
"Maafin ayah re, maafin ayah kalo ayah gak bisa memberi keluarga yang utuh ke kamu setelah ini," kata nya ketika ia membuka ponsel dan melihat foto kebersamaan dirinya dengan Reya.
Farham mencium foto itu, lalu beralih ke arah kalungnya. Disana ada cincin pernikahannya dengan Nara. Cincin dengan ukiran nama Farhan dan yang satu lagi Nara itu masih setia menjadi bandul di kalungnya.
Ia menjatuhkan tatapannya ke sebuah cincin yang melingkar manis di jari manis kirinya. Cincin pernikahannya dengan Nur. Ia sadar ia telah banyak menyakiti Nur selama 4 tahun ini. Entah dengan perlakuan atau kata kata dinginnya. Tapi ia juga tak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa ia sudah tak memiliki rasa apapun kepada Nur. Reya adalah satu-satunya alasan mengapa Farhan tetap ada bersama mereka sampai sekarang.
Farhan menyayangi Reya melebihi apapun. Maka dari itu, ia berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan hubunganya dengan Nur.
Farhan menghela nafas lagi, lalu membuang puntung rokok nya yang masih sisa setengah. Ia berjalan masuk ke dalam kamar sembari memikirkan banyak hal.
Ya Allah mengapa serumit ini?
***