s e b e l a s

1246 Kata
   Pukul 02.00 dini hari Farhan memasuki kamar yang dulu ditempati Nara. Tak ada yang berubah di sini sejak 4 tahun lalu. Farhan berjalan ke arah ranjang milik Nara dulu. Dadanya sesak, ia merindukan wanita itu. Bahkan sangat merindukannya. "Nara i miss u." Farhan merebahkan dirinya di kasur. Matanya kosong menatap langit-langit kamar. Ia menyesal. Menyesal karena menyakiti Nara. Ia juga menyesal karna menyakiti calon buah hatinya. Sekarang ia tak tahu dimana Nara dan anak mereka. "Nara aku menyesal, seandainya aku bisa mengulang waktu, aku gaakan pernah membenci kamu dan bermain api seperti ini." Satu titik air matanya menetes keluar dari matanya yang hazel. Ia bangkit dari kasur, lalu mengambil satu buah kaus milik Nara dan memasangkan nya di guling lalu dipeluknya guling itu dengan erat. Ia menumpahkan segala air matanya disitu. Ia sedih. Ia menyesal. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Nara pergi bersama sebagian dirinya yang ada dirahim wanita itu. "Nara maafkan aku. Aku mohon Nara.." Kenangan itu berputar-putar diotaknya. Ia memikirkan bagaimana rupa anaknya? Bagaimana Nara melahirkan tanpa ditemani dirinya atau sanak saudara? Ia tak kuasa untuk tidak menangis semakin deras malam ini.. Hujan juga turun dengan derasnya, seperti seolah olah sedang mendukung apa yang dilakukan olehnya malam ini. "Dimanapun kamu berada, sukses atau tidak dimata ku kamu tetap wanira paling kuat Nara." I love u. ••• Nur berdiam diri di atas balkon kamarnya. Ia memandang langit kota jakarta yang sedang mendung. Oh jelas sekali mendung, karna diluar pun rintik hujan kini mulai berjatuhan. Ia menengadahkan tangannya ke luar pagar balkon, membiarkan air hujan itu membasahi telapak tangannya. Dingin. Itulah yang dirasakan Nur ketika air hujan itu menyantuni jemarinya. "Hufttt sampai kapan?" lirih Nur. Matanya menerawang lagi ke langit, "Maafkan aku Nara. Mungkin ini karma bagiku. " Nur memejamkan matanya sambil menekan kuat-kuat dadanya yang sesak tiba-tiba. Ia teringat semua perlakuan Farhan semenjak kepergian Nara malam itu. Farhannya berubah drastis. Menjadi dingin, kaku, tak bersahabat, dan ketus. Ia faham akan situasi seperti ini. Ditambah lagi, sang mertua -bunda Fatma- yang tak menyukainya sama sekali. Ia juga faham dan sadar diri betul siapa dan apa posisinya kini. Yang tak lain hanyalah seonggok sampah tak berguna. Karna entah sejak kapan, Nur merasa bahwa Farhan sudah sepenuhnya mencintai wanita itu. *** Pagi-pagi sekali Nur bangun dan membuatkan sarapan di dapur. Setelah selesai ia langsung bergegas menghampiri kamar buah hatinya. Ia berjalan ke arah dimana putrinya tertidur. Nur tersenyum kecil mendekati ranjang itu. Ia mengelus pipi putrinya dengan sayang lalu mengecup nya. "Sayang, ayo bangun yuk? Nanti gak sarapan bareng ayah lho!" ucap Nur. Anaknya menggeliat bak belatung diatas kasur itu, Nur terkekeh lalu tanganya menarik selimut yang dikenakan anaknya. "Freya sayang ayo bangun dong!" bujuknya. Yap. Freya, Freya Binar Abigail. Nama yang tersemat untuk anak Nur dan Farhan. Farhan sendiri yang memberinya nama. Yang memiliki arti nona cantik dengan binar ceria. Farhan ingin anaknya selalu bersinar bak matahari pagi, juga ia ingin anaknya kelak selalu menjadi anak yang ceria dimanapun dan dikondisi apapun. Freya mengerjapkan matanya lalu matanya mendelik ke arah Mamanya. "Mama," Panggilnya. "Hhm? Ayo Freya bangun Nak, nanti gak sarapan bareng sama ayah lho." "Tapi Freya ngantuk Ma," katanya, lalu membaringkan lagi tubuhnya ke atas kasur. "Hei sayang ayo dong bangun gak mau sarapan bareng ayah ya kamu hm?" Tanya Nur. "Aaah reya mau Ma, tapi reya ngantuk," katanya sambil menggaruk- garuk kepalanya. Pun seperti itu ia tetap bangun dan turun dari ranjangnya. Berjalan ke arah Nur, lalu menggandeng tangannya untuk ke bawah. "Ayaaaah!" Seru Freya kencang sekali. Farhan menghentikan kunyahannya lalu tersenyum begitu lembut kepada gadis kesayangannya ini. Tangannya menyambut tubuh Freya lalu mendudukannya di atas pahanya sendiri. "Hai anak yayah!" "Ayaaaah reya kangennnn bangett sama ayah," ucap Freya sambil memainkan kerah kemeja Farhan. Farhan tersenyum kecil lalu mencium pipi Freya, "Ayah juga kangen banget sama Reyaaa!" "Hm? Beneran ayah?" Farhan mengangguk. Lalu detik-detik selanjutnya hanya ada suara celotehan Farhan juga Freya di ruang makan itu. Menyisakan keheningan yang tercipta di dalam lubuk hati Nur. ••• Jogjakarta, 20.00 pm Nara mengelus rambut hitam legam anaknya yang sedang tertidur pulas di atas pahanya. Ia sedikit membungkuk untuk mencium kening putranya yang berusia 3,5 tahun ini. "Maafkan Bunda sayang," kata nya pelan. Matanya menerawang jauh keatas langit dari teras kontrakannya yang hanya seperempat dari teras dirumahnya dulu. "Maafkan bunda jika suatu saat bunda gak bisa nemuin kamu dengan ayah kamu," lanjutnya lagi. Tangannya mengusap alis tebal milik putranya dengan senang, "Alis kamu ngingetin bunda sama ayah, Nak. " Telak. Nara sudah berusaha untuk melupakan lelaki itu dan membentengi hatinya dari hal apapun yang menyakiti hatinya, namun hasilnya nihil. Ketika nama itu terlintas lagi dibenaknya, getaran-getaran itu masih terasa hingga sekarang. Meski sekarang hidup Nara hanyalah untuk Daffa dan Diffa.Masih teringat dengan jelas bagaimana perjuangan Nara untuk melahirkan kedua anaknya ke dunia. Waktu itu hujan, dan dengan kondisi yang tidak bisa dikatakan cukup membuat Nara sulit sekali mendapat pertolongan pertama dari rumah sakit pada saat itu. Hingga akhirnya ia dirujuk ke salah satu klinik bersalin yang ada di kota Jogja. Beruntung, ketika itu bu Dokter yang punya klinik sangat baik dan ramah. Sehingga Nara bisa menjalankan persalinan dengan lancar tanpa memikirkan soal biaya. Nara menghapus air matanya yang mengalir kala ia mendengar suara Dela. "Kamu kenapa?" Tanya Dela. Nara tersenyum, "gapapa kok aku cuma keinget sama dia aja." balasnya. Dela menghela napas pelan dan duduk disebelah Nara. Ia menepuk bahu sahabatnya, "Aku tahu kamu sakit Nar." "Aku juga tahu kalau selama ini kamu masih belum bisa lupain dia, tapi gapapa." lanjut Dela lagi. "Karna jujur aja, aku sebagai manusia dan sebagai seorang sahabat gaakan pernah bisa maksa kamu buat ga punya perasaan sama dia, atau aku maksa kamu buat maafin dia. Tapi satu yang harus kamu tau, kalau menyimpan dendam itu gaenak Nar," ucap Dela panjang lebar. Nara semakin terisak. "Kamu gabisa egois dengan gak mempertemukan Daffa dengan ayahnya. Karna sejelek apapun, sebrengsek apapun Farhan dimasa lalu, dia tetep ayah biologisnya Daffa." "Tapi aku takut, Del." Dela berdecak pelan, "Apa yang kamu takutin sih?" "Aku takut Farhan ngambil Daffa, aku gabisa Del, gabisa." "Kamu harus positif thinking Ra, kamu gaboleh gini. Inget ya negative thinking itu nggak baik." "Ya tapi-" "Nar, plis jangan egois oke?" Dan dengan begitu Nara mengganguk samar. Dela kembali melihat langit malam kota jogja yang lumayan indah malam ini. Meski sedikit mendung. Fyi, Nara dan Dela memang tinggal di Jogja dari 4 tahun yang lalu. Selain karna mereka pernah mengenyam pendidikan di Jogja, mereka juga mencintai kota gudeg tersebut. "Kamu gamau kerja di sekolah lagi?" "Aku---nggak tahu, Del." Dalam lubuk hati nya yang paling dalam Nara ingin sekali kembali bekerja di sekolah dan mengajar anak-anak di sana. Tapi bagaimana dengan Daffa dan juga Diffa? "Kamu gausah mikirin Daffa Ra. Aku bisa kok jagain dia. Lagian aku juga pulang nggak sore sore banget kan?" "Bukan gitu aku cuma gaenak ngerepotin kamu terus," jawab Nara. "Kamu ga ngerepotin aku, Nar. Kalau kamu mau kerja lagi, aku bisa cariin sekolah buat kamu kerja," tawar Dela. Nara mengepalkan tangannya bimbang, ia tak ingin merepotkan Dela tapi-- "Yaudah aku mau deh, insya Allah aku juga bakalan sewa jasa baby sitter!" "Yaudaaah, tapi aku juga bakalan bantu kamu jaga Daffa oke! Btw nanti aku tanya Cheff Dev dulu, aku denger-denger sih, dia punya sekolah gitu. Sekolah keluarga besarnya, sih." "Cheff Dev?" "Iyaa dia kepala Cheff di hotel tempat aku kerja." Terang Dela. Nara menyeringai, "Kok kamu tahu dia punya sekolah?" Dela gelagapan, "Ya ya tau lah, kenapa gitu emang?" Nata tertawa kecil. "Aku curiga kamu ada apa-apanya sama si Cheff Dev hahahahaha!" •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN