d u a b e l a s ✓

1639 Kata
Jakarta, 09.45 am. Rumah Sakit Kasih Ibu. Farhan memperhatikan foto Nara dibingkai yang terletak di atas meja nya. Ia tersenyum, cantik sekali pikirnya. Ia mengusap foto itu sebelum menaruh kembali ketempat semula. Sudah 4 tahun lebih Nara meninggalkan Farhan dengan rasa penyesalan yang semakin menjadi-jadi setiap hari. Ia membiarkan Farhan ditikam rindu setiap saat. Suara pintu yang dibuka membuat Farhan mengalihkan perhatiannya, ternyata Rama yang masuk ke ruanganya. "Hoi dok! Bengong aja, kenapa?" Tanya Rama. "Gapapa gue cuma lagi mikirin dia aja." jawab Farhan "Mikirin soal istri, eh mantan istri lo?" Farhan mengangguk. "Juga mikirin gimana anak gue sama dia," kata Farhan. Rama mengerjapkan matanya perlahan. Bukan tak tahu, hanya saja Rama berpura-pura tak peduli karna sejujurnya Rama tak kuat jika harus melihat karib nya hancur seperti ini.  Meskipun Rama tak bisa mengelak fakta siapa yang b******k dan jahat di sini. Tapi tetap, Farhan adalah karibnya. "Lo gamau cari dia lagi, Han?" Tanya Rama. "Gue nggak tau harus cari dia kemana lagi, Ram. Rasanya gue hancur banget." Farhan melanjutkan lagi, "Dulu gue emang sayang banget sama Nur sampe-sampe gue ga peka kalo istri sah gue sendiri lagi hamil. Buah hati gue, Ram." "Padahal kondisinya gue dokter. Gue sebodoh itu ya, Ram?" Farhan tertawa sumbang. "Iya lo emang bodoh, manusia paling bodoh didunia!" "Harusnya gue relain dia buat Rifqi aja ya Ram, biar mereka bahagia," Farhan tertawa lagi, tapi kini air matanya mengalir. "Gausah disesalin gitu bor! Yang harus lo lakuin sekarang adalah cari dia, cari anak lo. Setelah itu lo raih maaf dari mereka." "Gue bahkan ga yakin kalo dia mau maafin gue, Ram. Gue terlalu b******k buat dia maafin." Rama berdecak sebal, "Gausah sotoy lo! Gue tau dia ga sejahat itu!" "Ya tapi itu kenyataanya Rama! Gue bregsek dan nyakitin dia. Dia ga mungkin maafin gue secepat itu!" Rama menarik kerah kemeja Farhan, "Lo bodoh! Lo belum usaha aja udah nyerah, udah pesimis duluan. Banci lo!" Farhan melepas paksa tangan Rama dikerah kemejanya, lalu tersenyum miring. "Nyatanya gue emang banci Ram. Gue pengecut, banci, b******k!" Plak! "Sadar, Han! Lo gaboleh gini! Gaboleh!" Farhan tertunduk lemas. "Gue harus apa Ram?" Tanya Farhan. Suaranya sudah benar-benar mirip orang yang frustasi tingkat akut. "Cari mereka Han. Cari mereka sampe ketemu, baru setelah itu lo minta maaf ke mereka!" "Tapi gue gatau harus nyari mereka dimana! "Kenapa lo ga nyoba nyari ke Jogja aja?" Farhan mengangkat kepalanya, "Jogja?" Tanyanya aneh. "Iya Jogja. Setau gue Nara pernah kuliah disana kan?" Farhan mengangguk mengiyakan. "Tapi gue gatau alamat dia dimana, Ram." "Yaelah gampang bosque! Besok kita ambil cuti bareng-bareng ya, kita cari dah tuh Nara di Jogja!" Ucap Rama. Farhan tersenyum senang lalu sedetik kemudian ia memukul lengan Rama pelan. Akhirnya secercah harapan menghampiri Farhan. Tunggu aku Nara, tunggu ayah sayaang. ••• Jakarta, 08.20 am Kediaman Farhan dan Nur "Mau kemana kok udah rapih?" Tanya Nur ketika dilihatnya Farhan sudah rapih dengan baju casuallnya. Farhan mengangkat sebelah alisnya, "Jogja," jawabnya singkat. Nur mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar jawaban Farhan. "Untuk apa?" tanyanya lagi. "Urusan pekerjaan," jawab Farhan. "Pekerjaan apa?" Tanya Nur sinis. Farhan berdecak, "Bukan urusan kamu," ucap Farhan. Nur tertawa sumbang sambil terus mengoles selai pada roti di tanganya. "Kenapa memangnya? Jelas itu urusanku karna kamu suamiku!" "Jangan banyak bicara Nur." Nur sedikit membanting roti ke piring disebelahnya setelah mendengar jawaban Farhan. "Apa maksudnya? Kamu ga seneng ya, aku bicara kayak gitu?" "Iya jelas." Nur tertawa, "Pasti karena wanita itu kan?" Farhan melotot, "Siapa wanita yang kamu maksud?" "Jelas Nara, memangnya siapa lagi w***********g selain dia yang berani merebut kamu?!" "Jaga bicara kamu Nur! Nara bukan jalang seperti apa yang kamu fikirkan! Camkan itu!" bentak Farhan. Setelahnya Farhan meninggalkan ruang makan dan kembali ke kamarnya dengan membawa 1 ransel dipunggungnya. Nur memandang punggung Farhan dengan sedih. Ia tahu mau kemana sebenarnya Farhan hari ini. Juga tahu persis tujuannya mengunjungi kota Gudeg tersebut. "Sakit sekali, Ya Allah.." Nur mengelus dadanya yang terasa sesak. Bukan karna apa-apa ia hanya saja merasa sedih. Ini kah yang kamu rasakan Nara? *** Bandara adisucipto 12.30 pm Farhan dan Rama berjalan dari pintu keluar di bandara adisucipto siang ini. Farhan memakai kacamata hitamnya dan merogoh ponselnya untuk mendial nomor seseorang.  Farhan menaruh handphone di saku celananya setelah ia selesai menghubungi orang itu. "Kita langsung ke hotel ya ram, gue capek banget pengen istirahat," kata Farhan. "Iya bro gue juga capek bangettttt, di hotel ada mbak-mbak yang bisa ngetreat kita nggak ya?" Tanya Rama sambil tangan nya merapihkan rambutnya. Farhan tertawa kecil lalu menabok lengan Rama. "Ya gatau lah! Coba aja. Tapi nggak ada plus-plus nya, Ram." Kata Farhan sambil terkekeh. Keduany tertawa. Setelah keluar dari gate kedatangan, mereka pun segera naik taksi untuk ke hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Setelah sampai Farhan dan Rama pun langsung memasuki hotel tersebut dan check in. Setelah check in, Farhan dan Rama langsung memasuki kamar masing-masing. Farhan menutup pintu kamar hotelnya, lalu mendudukan badannya di atas ranjang king size itu. "Nara, sebentar lagi.. sabar sayang," ucap Farhan sambil tanganya meraba kalung berbandul cincin pernikahan yang dulu pernah di kembalikan oleh Nara kepada Farhan. Farhan jadi ingat bagaimana marahnya sang bunda ketika tau Nara-nya pergi meninggalkan rumah itu karna ulah anaknya yang nyeleweng. Flashback Pagi ini, gak seperti pagi pagi biasanya. Semuanya beda setelah kejadian semalam. Farhan menghela napas panjang. Ia berdiri di depan kaca di kamar nya sendiri. Pertengkarannya dengan Nara semalam adalah pertengkaran terdahsyat. Dan farhan cukup takut untuk itu. Ia mengerjapkan matanya lalu kakinya melangkah keluar menuju pintu. Keningnya mengernyit dalam ketika tak menemukan Nara didapur. Ia berjalan ke arah kamar Nara dan membuka pintunya. Sepi Adalah hal pertama yang didapat Farhan ketika ia masuk ke dalam nya lalu menyalakan saklar lampu. "Nara?" Farhan berjalan ke arah kamar mandi hatinya sudah ketar ketir. "Nara kamu dimana?" Ia membuka pintu kamar mandi dan tak menemukan Nara didalam. "Nara kamu dimana sayang?" Farhan membuka lemari pakaian Nara. Kosong. Farhan semakin ketar ketir dibuatnya. Ditengah ke ketar ketirannya, matanya melihat secarik kertas diatas nakas. Dan juga sebuah.. testpack. Ia mengambil kertas itu, dan menaruh testpack tadi dikantong celana bahannya. Ia buka lipatan kertas itu dan mulai membaca isinya. Dear lovely husband, Farhan.. aku hanya ingin mengucapkan terimakasih atas segala yang udah kamu lakuin ke aku. Entah itu buruk atau baik. Terimakasih karna t'lah mengajarkan aku arti dari kesabaran juga berjuang. Kamu tau? Aku mencintaimu sejak pertama kali aku melihatmu sebagai kaka kelas ku. Waktu itu aku hanya bisa diam dan memendam rasa ku. Pada awalnya aku berfikir, jika rasa ini akan hilang dan berganti seiring jalannya waktu... namun, sekali lagi aku salah kaprah. Karna setelah bertahun tahun pun rasa-ku pada mu tak hilang hilang. Hingga pada malam itu, aku bertemu bunda Fatma. Dan beliau ingin sekali aku menjadi menantunya, kamu tau apa yang rasakan saat itu? Well, i'm happy. To be honest. Tapi seneng itu ga bertahan lama apalagi setelah tau kalau kamu masih mencintai dia. Hehehe.. Tak usah mencariku, ya? Ah geer banget sih aku minta dicari. Intinya, jika suatu saat kamu mengetahui sesuatu tentang ku jangan pernah mencariku, ya? Oiya, selamat sekali lagi. Karna kamu akan memiliki 2 anak sekaligus. Tapi kamu tak usah khawatir. Biarkan anak ini menjadi milikku. Maaf karna aku belum sempat bilang ke kamu hehehe. Ilove u, my husband. From, Nara. Your bad wife. Kaget, menyesal, marah mencampur jadi satu setelah Farhan membaca surat itu. Ia meremas rambutnya sendiri. "Arghhhh!" "b**o, bodoh, gapeka, kenapa gue jadi se bodoh ini hah?!" Tangannya merogoh testpack di saku celananya. Ia menatap testpack itu dengan mata merah. Ia menangis, menyesal. Ia teringat ucapannya kepada Nara kemarin malam. Ketika Nara meminta nya memilih Ia atau Nur. "Nara aku gabisa memilih.. Nur sedang hamil, anakku. " Ia memang tidak menelantarkan anaknya bersama Nur. Tapi ia menelantarkan anaknya bersama Nara. Ya Allah, jahat sekali diriku.. Farhan membatin. Ia terduduk diatas ranjang, lalu menangis menyesali perbuatannya. Ia menjambak kuat rambutnya karna tak sanggup menahan kesal juga sendu yang ada pada dirinya. Ponselnya bergetar nama bunda Fatma tertera jelas di layar ponselnya itu. Bunda sayang ; dimana kamu farhan? Bunda sayang ; cepat kerumah bunda, bunda ingin bicara sama kamu. Farhan mengngernyitkan dahinya setelah membaca pesan w******p dari bunda Fatma. Tumben sekali ibunya me-w******p dirinya seperti ini. Muhammad Farhan Iya, bunda farhan on the way kesana ya sekarang.. Tak lama bunda Fatma membalas pesannya lagi. Bunda sayang ; ya. Farhan bangkit dari duduknya tanpa merapihkan rambutnya yang sudah awut-awutan. Farhab mengeluarkan mobil pajeronya dari dalam garasi dan dengan segera menuju ke rumah bunda Fatma. Dalam perjalanan, Farhan masih merenungkan nasib Nara dan juga-anaknya. Farhan merogoh sakunya dan mengambil testpack milik Nara yang tadi ditemukan di atas surat dimeja nakas pagi tadi. Pandangannya berubah sendu, Farhan berkaca-kaca dan mencium testpack itu dengan kasih sayang yang besar. Sesampainya dirumah bunda Fatma, ia sudah mendapati bunda Fatma yang menangis diatas sofa. Sungguh Farhan sangat nelangsa melihatnya. "Bunda kenapaa? Kenapa bunda menangis?" "...." "Bunda tolong jawab Farhan, apa yang sudah Farhan lakukan kebunda?" Farhan meraih tangan bunda nya dan segara menggenggam nya dengan erat. Bunda Fatma mengusap air matanya lalu menatap dingin wajah Farhan. "Kamu apakan Nara Farhan?!" "...." "Jawab! Bunda gak pernah ngajarin kamu buat jadi orang bisu!" "Maaf bunda.." "Kamu apakan dia?" "Farhan khianati bunda," PLAK! "Kurang ajar ya kamu. Tega ya kamu menyakiti hati Nara. Nara itu anak yatim Farhan. Keluarganya gak pernah perduliin dia. Dan sekarang kamu menyakitinya, ya Allah dimana letak hati kamu Farhan?!" Bunda Fatma menangis dan menjerit histeris. Farhan mencium tangan bundanya berkali kali berharap agar bundanya itu mau memaafkannya. Bahkan tamparan yang dilayangkan bundanya ke pipinya tadi tak memberi efek sakit apapun disekujur tubuhnya, melainkan hati nya lah yang sakit. Kenyataan ini begitu pahit. Bayangan Nara hamil dan akan melahirkan seorang diri langsung menghantui Farhan. Flashback end. Farhan semakin dalam mencium cincin yang terkalung di lehernya itu. "Aku sayang kamu, Nara." Dan dengan itu Farhan pun memejamkan matanya untuk terbang ke alam mimpi. • ••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN