---
Selamat membaca.
---
Bagi orang yang suka kopi, kopi itu bertambah nikmat bila diseruput bersama pasangannya, tapi bagiku yang pembeci kopi, kopi bertambah pahit saat aku menyeruput dengan luka yang telah kau goreskan.
---
Gita merenung di depan jendela kelasnya, tatapannya mengarah keluar, kosong, ini semua gara-gara paket yang diberikan oleh Alvin kemarin itu, jadinya kan Gita semakin tidak bisa move on lagi, niat Gita untuk move on, dengan cepat jadinya gagal total, hanya karena paket itu, hanya karena ucapan dan benda yang ada di dalam paket itu, Gita sendiri bingung jadinya, kenapa perasaanya mudah sekali ditukar dengan barang seperti itu.
Awalnya Gita mencoba ikhlas atas semua ini, tapi kalau Alvin terus saja membayangi Gita, terus saja mengunkit kenangan dan apa yang terjadi antara mereka berdua, bagimana bisa Gita hidup dengan normal, bagimana bisa Gita menjalani hidupnya lagi? Bagaimana bisa Gita kembali menata hatinya, dan mengatakan bahwa banyak sekali laki-laki yang lebih baik dari Alvin? Memantapkan hati bahwa tidak semua laki-laki seperti Alvin?
"Git, Gita?" Gilang melambaikan tangannya ke arah wajah Gita beberapa saat, tapi perempuan itu masih tidak memfokuskan pandangannya pada Gilang, hingga Gilang menyentuh pundah perempuan itu, membuat Gita mengusap matanya, mencoba mengabil alih bayangan masa lalunya dengan kenyataan yang saat ini ia pandang, ayo Git, lupakan Alvin.
"Apa Gilang?" Tanya Gita, Gita mencoba mengembangkan senyumnya, padahal siapa pun tahu, Gita sedang tidak baik-baik saja, apalagi dengan kelakuannya akhir-akhir ini yang terus saja murung dan kurang fokus dengan keadaan sekitar, bahkan tak bisa dipungkiri, Gilang beberapa kali melihat Gita menangis dengan Lidia.
"Nih," tangan Gilang terulur, memberikan sebuah surat yang beramplop warna putih, bertulisan nama Leonard Bryan Winata, teman sebangku Gilang itu yang hari ini tidak masuk.
Gita menerima surat itu, lalu kembali bertanya. "Surat siapa?"
Gilang memilihkan memajukan wajahnya, menatap Gita yang sepertinya setengah sadar itu, apakah tulisan nama yang sebegitu besarnya di atas amplop itu tidak terlihat oleh ke dua bola mata Gita? Gita benar-benar kurang fokus, apa perempuan itu kurang minum?
"Lo sakit?" Tanya Gilang tiba-tiba, wajahnya kini benar-benar dimajukan, membuat wajahnya dan wajah Gita sungguh berdekatan, Gilang juga dapat melihat mata Gita berkaca-kaca.
Gita terkejut dengan keadaanya dan Gilang. "Ah! Gilang mundur," teriak Gita, kini perempuan itu baru sadar bahwa wajahnya dan wajah Gilang sangat dekat.
Valdo yang berdiri di samping Gilang pun terkekeh kecil, Gilang ada-ada saja, dia selalu saja usil.
Gita menautkan alisnya melihat Valdo yang terkekeh kecil, sungguh jarang sekali Gita melihat laki-laki itu tertawa, bahkan kini fokus Gita benar-benat kearah Valdo, tangan laki-laki itu sebelah kananya dimasukan ke dalam saku celananya, dan sebelah kirinya ditaruh di kepala Gilang, ia mencoba bercanda dengan Gilang. Astaga Gita! Dia baru sadar bahwa Valdo sebegitu manisnya.
"Ehm, jadi, Bryannya ke mana?" tanya Gita akhirnya, mencoba mengalihkan fokusnya pada kenyataan yang tengah ia hadapi.
Kini Valdo menurunkan tangannya dari niatnya yang ingin menjitak kepala Gilang, ia urungkan, saat melihat Gilang yang kembali menatap Gita karena mendengar Gita bertanya kepadanya.
"Katanya sih sakit, tapi gak tahu juga, yaudah thank ya Gita." Gilang menjawab.
Gita menganggukan kepala lagi, melihat Valdo yang berjalan terlebih dahulu ke mejanya, tapi satu yang membuat kening Gita menjadi tidak mulus lagi, Gilang malah masih berdiri di tempatnya, menatap Gita dengan intens.
"Kenapa Lang?" Tanya Gita.
Gilang menggeleng, memberikan Gita senyuman manis, hanya tipis, tapi membuat Gita mengakui senyum itu senyuman yang paling manis yang seumur hidup Gita baru melihatnya. Bahkan, senyum Gilang barusan dapat mengalahkan senyum Valdo yang lebar tadi. Gita menaikan bahunya acuh, merasakan ketidakpedulian dengan sikap aneh teman sekelasnya itu.
---
"Git, lo gak ke kantin?"
Lagi-lagi, Gita yang tengah melamun, teperanjat karena ada suara yang nenyebut namanya. "Hm?" Ulang Gita, karena jujur kosentrasi Gita kali ini sangat kacau, apalagi yang berbicara di sini adalah Gilang!!!
Algie Gilang Mahesa, seorang laki-laki yang juga tengah dipuja siswi di SMA Kartika Putri, sungguh! Bahkan saat Gilang, Bryan, dan Valdo yang terkumpul dalam Ekstrakurikuker Futsal, sedang tanding, semua siswi yang ada di SMA Kartika Putri turun ke lapangan, ada juga yang berteriak dari lantai dua, sunggug Gita tidak bohong dengan apa yang ia katakana ini. Tapi satu yang membuat siswi SMA Kartika Putri harus menguatkan hatinya; karena Gilang, si Stiker pertama di SMA ini, sudah mempunyai dambatan hati, yaitu Sita.
"Ck," terdengar suara decakan dari mulut Gilang. "Lo mau ke kantin enggak? Sudah bel."
Gita menaukan alisnya, Gilang memang terkenal lebih ramah daripada Valdo tapi Bryan, teman sebangku Gilang juga sangat ramah, tapi tunggu kenapa Gilang menanyakan Gita mau istirahat apa enggak? Memangnya ada keperluan apa? Penting bagi Gilang bahwa Gita istirahat?
"Yah ngelamun lagi, lo kagum sama gue ya?" Gilang kembali bersuara, saat Gita kembali terdiam.
Gita akhirnya menutup kedua matanya dengan rapat, sedetik kemudian dia menghembuskan napas dengan kencang, seolah merasa tidak enak dengan gurawan yang baru saja dileparkan oleh Gilang. "Gue ngelamun, kenapa lo tiba-tiba ngajakin gue istirahat bareng, kita kan jarang teguran di kelas?"
Gita menarik bibir bawahnya dengan giginya, membuat Gilang yang melihat gigi Gita yang mengigit bibir bawahnya meringis dan memukul pelan kepala Gita, membuat perempuan itu lebih melebarkan matanya lagi. "Gilang! Kenapa lo mukul gue hah?" Tanya Gita disertai mengelus pelan pucuk kepalanya sendiri membuat Gilang jadi salah tingkah.
Gilang bingung sendiri, ia memang sudah hampir dua tahun satu kelas dengan Gita tapi sungguh ia jarang sekali berbicara, bahkan bercanda seperti ini dengan Gita, oleh karena itu Gilang paham, Gita merasa aneh saat dirinya mengajak Gita untuk istirajat bersama. Gilang kembali mengelus pelan kepala Gita, membuat Gita yang hendak mengeluarkan sumpah serapahnya kepada Gilang menjadi tidak jadi, Gita lebih memilih mengangakan mulutnya salah satu ekpresi yang sangat jelek dari wajahnya.
Gita bingung apa yang sedang laki-laki yang ada di depannya ini lakukan, sedari tadi Gilang merecokin keindahan wajah Alvin yang muncul dibayangan Gita, yah perempuan itu memilih untuk melamunkan bagaimana jalan cintanya dengan Alvin yang sudah kandas, daripada memilih untuk ke kantin, dan beristirahat, atau sekedar makan, sedangkan Lidia sudah pergi dari kelas sejak bel berbunyi, katanya ada pertemun diExtrakulerkulirnya.
"Ayo Gita!" Ajak Gilang lagi, sedangkan Gita hanya menganggukan kepala dan mulai berdiri, berjalan beriringan ke kantin bersama dengan Gilang.
Gita benar-benar tidak menyangka dengan ketampanan Gilang, hampir rata-rata siswi SMA Kartika Putri memandangnya, membuat Gita merasa tidak nyaman berada di sebelah Gilang. Walau Gita juga termasuk cewek populer, yah Gita adalah seorang pemenang Olimpieade matematika tingkat Provensi, membuat Gita juga termasuk dalam jajajran siswi yang berprestasi, dan tak sedikit yang mengenalinya.
Tapi jujur, Gita saja tidak menyangka pesona Gilang sebegitu menggilanya, bahkan ada yang terang-terang menyapa Gilang, ck dasar perempuan jaman sekarang.
"Lo kenal, cewek tadi?" Tanya Gita saat melihat musuh bebuyutannya menyapa Gilang.
Yah, seorang Gita, yang dikenal ramah, sopan, tapi mulutnya suka ngomong ceplas-ceplos itu memang mempunyai musuh, musuh bebuyutannya dari sekolah dasar. Awalnya Gita juga heran kenapa perempuan itu memusuhinya, mengadu domba teman-teman Gita untuk tidak berteman dengannya, awalnya Gita tidak ambil pusing, tapi lama kelamaan, Gita juga merasa risih saat perempuan itu dengan terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak menyukai Gita dan ingin membasmi Gita dari muka bumi ini.
"Kenal, dia suka gue kata orang-orang."
Alis Gita menaik, sedangkan bibirnya menurun, dan sedetik kemudian tawa Gita pecah. "Dih, pasaran banget berarti selera dia ya?" kata Gita santai, saat mendengar musuhnya itu malah menyukai laki-laki seperti Gilang.
Gilang jelas tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Gita. "Pasaran? Lo pikir wajah gue pasaran?" Tanya Gilang dengan cepat memandang Gita.
Gita tersenyum miring, lalu menganggukan kepala. "Yes, wajah lo pasaran, banget."
---