Dinda mulai mengobati luka Raditya yang ada pada tangannya tersebut. Pelan-pelan Dinda menempelkan betadine di atas luka Raditya karena takut perih. Sesekali wajah ayu Dinda menatap ke arah Raditya yang meringis kecil menahan perih.
"Tahan, ya, tahan," kata Dinda pada Raditya. Raditya hanya mengangguk kecil kepada Dinda yang mengobatinya dengan sangat telaten. Mahesa melihat kejadian itu dari jarak cukup jauh dan tersenyum tipis melihat keduanya yang kini jadi pusat perhatian para siswa dan siswi di sepanjang koridor.
Sebenarnya d**a Mahesa cukup panas melihat bagaimana kedekatan antara Raditya dan juga Dinda itu, tapi ia tak ingin terbawa emosi apalagi di depan semua siswa siswi yang ada di sini. Jam istirahat di lantai dua ini lebih banyak siswa dan siswi dari pada di bawah.
Raditya benar-benar terhipnotis dengan kecantikan Dinda hingga luka kecil di tangannya benar-benar tak terasa apa-apa sama sekali. Soal meringis menahan perih tersebut, ia berbohong agar Dinda lebih lama memegang tangannya. Kata orang, mencari kesempatan dalam kesempitan, begitulah yang terjadi saat ini.
Dinda selesai memberi betadine di seluruh luka Raditya dan ia hanya tinggal memplester lukanya.
"Kalian kalo main film ada apa dengan cinta versis now, cocok ya," kata Mahesa tiba-tiba yang langsung membuat Dinda mengangkat wajahnya dan menatap Mahesa dengan tatapan bingung. Mahesa tersenyum kecil ke arah Dinda yang bengong. Lalu pandangan Dinda menyapu sekitarnya dan semua orang sedang menatap ke arahnya, sebagian besar dari mereka malah merekam apa yang Dinda dan Raditya lakukan barusan. Berpengangan tangan di depan kelas. Serta merta Dinda melepaskan tangannya dari Raditya dan langsung menggeser posisinya dari Raditya hingga membuat Raditya kecewa melihat aksinya tersebut.
Bahkan, jarak duduk yang dibentangkan oleh Dinda itu rasa-rasanya tak cukup bagi Dinda, hingga akhirnya gadis itu langsung berdiri menjauh. Mahesa tertawa kecil melihat tingkah konyol Dinda yang sangat malu seolah ia baru saja tertangkap basah sedang melakukan kesalahan. Wajah Dinda terlihat pias sekali dan Mahesa puas karena melihat betapa kecewanya Raditya yang terkenal tak pernah dikecewakan oleh siswi manapun. Hampir semua siswi bahkan memujanya.
"Ngapain semua pada ngelihatin sih?" tanya Dinda agak lantang, "kan gue cuma ngobatin tangan kak Radit saja," kata Dinda lagi yang seolah menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara dirinya dan Raditya di mata semua siswa siswi.
"Biasanya kalau udah gitu, besoknya langsung jadian," kata salah seorang siswi yang langsung ditanggapi dengan seruan semua siswa lainnya. Mahesa tak suka mendengarnya hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari sana dan masuk ke dalam kelasnya. Karena bingung, akhirnya Adinda juga ikutan masuk ke dalam kelas dan duduk di dekat Mahesa. Helen yang berada di kelas tersebut hanya bisa melihat mereka berdua dengan perasaan cemburu yang besar. Mahesa nampak cuek dengan Dinda yang terlihat marah-marah.
"Kenapa sih lo gak bilang kalau tadi tuh banyak temen-temen yang ngelihat gue sama kak Radit?" tanya Dinda agak sewot dengan nada suara yang terkesan sedikit marah. Mahesa menatap gadis itu dengan alis sedikit terangkag, heran. Karena dalam keadaaan marah pun, Dinda terlihat cantik.
"Hak gue apaan?" tanya balik Mahesa dengan sangat cuek. Dinda yang mendengarnya terlihat sebal.
"Kenapa ngomongin hak sih?"
"Ya iyalah, lo adik gue bukan, nyokap apalagi, trus pacar juga enggak," kata Mahesa.
"Tapi kan kita temen, satu kelas lagi," kata Dinda protes kepada Mahesa.
"Iya gue tahu, temen-temen kita yang lainnya juga tahu kok kalau kita ini adalah teman sekelas, tapi masalahnya adalah lo yang suka kan ke Raditya makanya sampai ngobatin luka kecilnya itu dan gue ngerasa gak punya hak donk buat ngelarang kalian," kata Mahesa menjelaskan.
"Kok lo bilang gue suka sama si Raditya sih?" tanya Dinda dengan heran.
"Ya gue nebak aja, lagian si Radit cakep kok, pujaan para siswi loh dia," kata Mahesa berbisik.
"Eh, gue gak suka sama Radit!" kata Dinda yang langsung membuat Mahesa kembali menyunggingkan senyuman lebar mendengarnya.
"Yakin?" tanya Mahesa sedikit menggoda Adinda.
"Yakin donk!" seru Adinda dengan sangat antusias.
"Ya kalau gitu tambah gampang, lo bisa jauhin dia terang-terangan donk, gak perlu minta bantuan sama gue yang notabenenya bukan siapa-siapa lo," kata Mahesa. Dinda terdiam. Entah mengapa setiap kali Mahesa mengatakan bahwa mereka bukanlah siapa-siapa, ada rasa kecewa dan aneh yang menyusup di dadanya.
"Iya, iya," jawab Dinda pada Mahesa dengan lesu.
"Ntar mau ke mana?" tanya Mahesa mencoba menghibur Dinda yang terlihat tak bersemangat dan malas itu.
"Gak ke mana-mana, pulang aja," jawab Dinda enggan.
"Oh ya udah, libur dulu keliling malangnya, ya," kata Mahesa. Dinda menoleh dengan enggan. Ia masih ingin jalan-jalan dengan Mahesa tapi seluruh badannya sakit dan pegal-pegal, sepertinya dia mau datang bulan.
"Emang lo mau ngajak gue ke mana sih?" tanya Dinda penasaran.
"Mall," kata Mahess. Dinda terlihat menghela napas cukup berat kala mendengar kata yang baru saja dilontarkan oleh Mahesa tersebut.
"Mall mah banyak di Bandung," kata Dinda ringan.
"Iya emang, makanya gue mau ngajak lo ke sana," kata Mahesa, "Biar lo gak mau," kata Mahesa dengan nyengir.
"Ihh! Nyebelin banget sih lo!" kata Dinda kesal seraya memukul Raditya dengan gulungan buku. Hal itu membuat Helen diliputi rasa cemburu yang besar.
Dinda kembali berdiri dan ia berencana untuk kembali ke tempat duduknya di depan Mahesa tapi Mahesa mencegahnya dengan menarik tangannya.
"Lo duduk di sini aja?" kata Mahesa kepada Adinda. Tangan Mahesa yang lain meraih tas Dinda di bangku depannya dan meletakkannya di meja mereka. Lalu ia melepaskan tangan Dinda dan segera meraih tas Helen dan meletakkannya di depannya.
"Kok gitu sih, Hes?" tanya Dinda dengan wajahnya yang terlihat heran. "Kan Helen pengen deket-deket sama lo," kata Dinda.
"Gini, Din, dari awal lo masuk sini tuh udah duduk di sini, kan?" tanya Mahesa dan Dinda mengangguk pelan dan ragu. "Dan lo gak berhak donk pindah duduk hanya dengan alasan Helen suka sama gue, kalau gue minta lo pindah kelas ke Raditya dan deket-deket sama dia yang suka sama lo, lo nyaman gak?" tanya Mahesa kepada Dinda. Dinda menelan ludah sembari menatap Mahesa yang telihat tampan tersebut dengan rasa bersalah.
"Gak nyaman," jawab Dinda pelan.
"Nah, lagian lo gak berhak ikut campur urusan gue dan Helan, Din," kata Mahesa.
"Ya, maaf deh," kata Dinda. Mahesa menggangguk.
"Ya udah nanti pulang sekolah kita jalan-jalan," kata Mahesa
"No, mall, ya!" kata Dinda dengan mata yang membulat lebar dan ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Mahesa.
"Gue ngikut, ya, mau cari buku n****+," kata Helen yang tiba-tiba saja udah berada di belakang mereka. Mahesa nampak tak suka.