Wajah Mahesa yang sangat kaget mendengar penuturan dari Dinda itu hanya bisa diam. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Dinda mengetahui aksi sengaja Helen yang menabraknya dan menumpahkan air di atas bukunya. Ternyata Dinda adalah gadis yang peka juga.
"Biar aja dia cemburu!" jawab Mahesa dengan dingin.
"Lo gak kasihan ke Helen?" tanya Dinda kepada Mahesa seraya menjatuhkan pantatnya di atas bangku panjang di kantin.
"Kalau gue kasihan ke Helen, gue juga harus kasihan ke semua cewek yang suka sama gue, donk! Lo pikir gue calon poligami yang harus adil sama perempuan-perempuan yang suka sama gue? Bahaya, Din! Gak hanya empat, puluhan ini!" kata Mahesa melawak. Dinda sama sekali tak tertawa mendengar candaan Mahesa.
"Lo kegantengan banget! Yang suka sama lo tuh cuma Helen, buktinya dia perhatian sama lo, jarang-jarang loh ada orang yang perhatian dengan mau aja gitu nurutin permintaan lo buat nulis catatan," jawab Dinda.
"Kalo kayak gitu ceritanya berarti lo suka sama gue donk," kata Mahesa yang langsung menskak ucapan Adinda.
"What?" pekik Adinda dengan sedikit kaget dan heran. Ia menatap Mahesa dengan tatapan tak percaya, "Gimana bisa lo mikir kayak gitu?" tanyanya heran.
"Lah buktinya lo mau nyuciin seragam gue," kata Mahesa tenang. "Apa namanya kalau gak lo suka sama gue?" katanya lagi yang membuat wajah Dinda seketika bersemu merah seperti kepiting rebus.
"Astaganaga, itu mah gue terpaksa," kata Adinda mencoba membela diri.
"Terpaksa?" tanya Mahesa dengan tenang.
"Iya, kalau gak gue jatuh di kamar mandi, gak bakalan deh gue mau tidur sama lo," kata Dinda membela diri.
"Helen juga terpaksa nulis buat gue, kalau dia gak suka sama gue gak mungkin dia mau nulis, kan? Nah, kasusnya sama, sama-sama terpaksa," Mahesa tetap tak mau tahu alasan yang dilontarkan oleh Adinda.
"Beda kasus donk! Dasar aneh! Gimana bisa sama kasusnya, yang satu terpaksa suka sama lo dan yang satunya terpaksa karena jatuh di atas badan lo!" tegas Dinda menjelaskan.
"Jangan-jangan lo jatuh di atas badan gue karena lo sengaja, bukan? Biar gue nolongin lo dan akhirnya gue minta lo buat nyuci seragam sekolah gue," kata Mahesa yang sekali lagi membuat Dinda menatapnya heran bukan main. Bagaimana bisa Mahesa yang terkenal dingin dan cuek ternyata menyimpan ke narsisan yang begitu hakiki?
"Lo sakit, ya, Hes?" tanya Dinda seraya menyentuh dahi Mahesa dengan punggung tangannya. Mahesa segera menepis tangan Dinda dari tangannya, tapi kemudian ia memegang tangan Dinda lagi saat dilihatnya Raditya memasuki kantin. Raditya yang menyaksikan hal tersebut tiba-tiba saja langsung berbalik pergi dari sana. Ada cemburu yang sedang membakar dirinya saat ini. Mahesa tersenyum senang kala ia berhasil membuat Raditya kesal dan pergi dari kantin.
"Ngapain sih lo pegang-pegang tangan gue segala?" tanya Dinda protes seraya melepaskan tangannya dari tangan Mahesa.
"Gue cuma mau periksa, lo nyuci seragam gue pake tangan lo apa mesin cuci gitu," kata Mahesa dengan nyengir. Kali ini Dinda semakin merasa aneh dengan sikap Mahesa yang berubah drastis.
"Hes, lo kenapa sih? Gak kesambet setan di kantin, kan?" tanyanya.
"Setan di kantin? Ngapain setan di kantin? Mau makan?" goda Mahesa lagi.
"Duh capek banget sih ngomong sama lo hari ini!" keluh Dinda sebal dan kesal. Baginya Mahesa hari ini sungguh sangat aneh sekali, gimana tidak? Ucapan-ucapannya dari tadi itu seperti bukan dirinya sama sekali.
"Ya karena lo ngomong pake otot, coba kalau lo ngomong pake hati, nanti pasti keluar kata I Love You,"
"Dasar tukang narsis!" kata Adinda sebal seraya berlalu dari sana sebelum ia juga menjadi gila seperti Mahesa. Mahesa tertawa puas melihat tingkah konyol Dinda yang memilih pergi dari sana.
Mahesa serta merta juga berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan ke arah yang sama di mana Dinda pergi juga. Dia tersenyum puas dan geli melihat sikap Dinda tadi, belum pernah ada satu perempuan pun yang bisa melakukan hal seperti Dinda tadi padanya. Ataukah dia yang sebenarnya telah berubah dan perubahan sikapnya itu hanya pada Adinda?
Langkah Mahesa terhenti kala Raditya menghadangnya. Mahesa yang berwajah ceria itu langsung masam saat melihat wajah Raditya yang menatapnya dengan amarah dan juga rasa kesal.
"Gue mau ngomong sama lo," kata Raditya dengan dingin.
"Ya ngomong aja, gue punya telinga kok buat dengerin omongan dari lo," kata Mahesa cuek.
"Oke. Gue to the point aja, gue suka sama Dinda," kata Raditya yang sama sekali tak membuat Mahesa kaget.
"Terus?" tanya Mahesa cuek. Melihat sikap Mahesa yang cuek itu, kekesalan di diri Raditya semakin menjadi-jadi. Ia terbakar cemburu sejak tadi Mahesa memegang tangan Dinda, dan kini Mahesa bersikap dingin padahal Raditya adalah ketua organisasi inti di sekolah mereka. Rakitya haus akan pujaan dan penghormatan, jadi ketika ada satu aja siswa yang tak menghormati dirinya seperti sekarang ini, Raditya sangat kesal.
"Ya gue minta lo jaga jarak sama Dinda!" kata Raditya dengan suara agak keras. Urat-urat yang ada di lehernya sampai kelihatan, pertanda ia serius dengan ucapannya yang syarat sekali dengan kemarahan itu.
"Jaga jarak? Emang lo sapa nyuruh-nyuruh gue kek gitu? Bokap aja bukan!" kata Mahesa cuek. Mahesa kemudian dengan sangat ringan meninggalkan Raditya yang masih mematung di tempatnya.
Tak terima dengan sikap acuh tak acuh dari Mahesa itu, Raditya kembali menghadangnya.
"Gue serius dengan apa yang gue omongin," kata Raditya. "Jadi gue minta lo jauhin Adinda," kata Rakitya.
"Lo tuh ya, budeq apa gimana sih? Gue gak peduli sama perasaan lo ke Dinda gimana! Yang jelas lo gak bisa minta gue buat ngejauhin Dinda! Lah emang lo bokapnya Dinda?" tanya Mahesa dengan kesal ke arah Raditya. Mahesa kemudian kembali melangkah meninggalkan Raditya yang kesal.
"Bug!" Raditya meninju dinding sekolah hingga menyebabkan darah segar keluar dari tangannya lewat luka-lukanya. Kemarahan dan rasa cemburu yang ada di hatinya masih tersisa, tapi ia punya ide.
Mahesa berjalan dengan tangan yang luka itu menuju kelas Adinda yang berada di lantai atas. Tak dipedulikannya panggilan manja para perempuan kepadanya saat ia melewati mereka. Raditya langsung masuk ke kelas Dinda dan menemuinya.
"Hai, Din!" sapa Raditya pada Adinda yang sedang mencari sesuatu di kolong meja belajarnya. Adinda mendongakkan kepalanya dan tersenyum menyambut kehadiran Raditya.
"Hai kak, ngapain ke sini?" tanya Adinda. "Loh tuh tangan kakak kenapa? Kok lecet dan berdarah gitu?" tanya Adinda heran dan prihatin.
"Ohh ini, tadi gak sengaja gagal mukul tumpuan batu bata," jawab Raditya berbohong.
"Sini duduk sini, kak, ayo aku obatin," kata Dinda pada Raditya. Raditya masih diam di tempatnya berdiri, tapi kemudian ia langsung duduk di sebelah Dinda setelah melihat Mahesa masuk ke dalam kelas dan menatapnya heran.
Rasain lo!