18-Ngambek

1053 Kata
Adinda hanya meringis melihat Mahesa benar-benar sangat menggodanya. Bisa-bisanya ia memukul nyamuk dengan buku dashboard yang sedang ia baca demi mengerjainya? Merasa malu karena sudah dikerjai oleh Mahesa, Adinda pun segera berlalu dari sana dan meninggalkan Mahesa sendirian. "Eh, mau ke mana?" tanya Mahesa pada Dinda yang terus saja melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan tersebut. Mahesa tersenyum geli melihat sikap Dinda yang baginya sangat menggemaskan itu. "Mahesa! Lain kali jangan pukul nyamuk dengan buku!" kata petugas perpustakaan padanya dengan berani. "Siap, bu!" jawab Mahesa dengan gerakan tangan hormat. "Kamu ini tumben senyum-senyum gitu? Lagi kasmaran?" tanya petugas itu lagi yang hafal sekali gerak gerik Mahesa karena dulu hampir setiap hari Mahesa menghabiskan waktu di perpustakaan. "Biasa, bu. Puber," kata petugas perpustakaan yang lainnya. Mahesa hanya tersenyum kecil tapi lepas sebelum akhirnya ia menarik dirinya dari kursi yang ia duduki dan berjalan ke arah kelasnya sembari tersenyum terus. Sampai di kelas ia langsung menoleh ke arah bangku tempatnya duduk diantara kegaduhan teman-teman kelasnya karena jam pelajaran kosong. "Din," panggil Mahesa tapi Dinda abai. "Din, Din, Din," panggil Mahesa lagi. "Itu mulut apa klakson sih?" tanya Dinda pada Mahesa, sontak saja beberapa teman satu kelas Dinda yang duduknya tak jauh dari Mahesa dan Dinda itu ketawa puas. Mendengar teman-temannya tertawa itu, Mahesa jadi sebal bukan main. Ia langsung duduk di sebelah Dinda. "Lo ngambek ke gue?" tanya Mahesa. "Buat apa?" tanya balik Dinda acuh. "Ya kale lo ngambek ke gue karena gue nabok nyamuk sampai klepek-klepek dan bukannya hati lo," kata Mahesa yang langsung membuat Dinda menoleh ke arahnya disertai dengan seruan temen-temennya. "Eh, eh, dengerin Mahesa lagi ngegombalin si Dinda," kata Sasi sedikit berteriak dengan tersenyum lalu teman-teman yang lainnya menyoraki Mahesa dan Dinda dengan berkata 'Huhh'' dengan tawa. "Mahesa yang terkenal dingin ke cewek sampai dikira dia Gay, nyatanya normal gaes!" seru Mamat yang langsung dilempar botol kosong oleh Mahesa namun meleset. Mamat nyengir ke arah Mahesa. "Lo dari mana, Hes? Kok pas banget dewa cupid nembak hati lo? Mau donk gue, kali aja si Helen luluh," ujar Toni. Helen menoleh dan ia memperlihatkan ekspresi ingin muntah depan Toni yang memberikan tanda cinta lewat telunjuk dan jempolnya ke arah Helen. Jujur saat ini Dinda juga heran bukan main dengan apa yang Mahesa katakan. "Lo bukan Mahesa jadi-jadian, kan?" tanya Dinda heran. "Gimana bisa orang yang suka marah-marah gini tetiba ngegombal?" tanya Dinda serius. Mahesa kemudian menarik kursi dan langsung saja ia duduk di samping Adinda, tak dipedulikannya gadis itu yang masih terheran-heran dengan sikap dan perubahan Mahesa yang mendadak itu, "Anggap aja gue ini Dilan," kata Mahesa yang lagi-lagi mendapatkan sorakan 'Huuuu' dari temen-temennya dan tawa mereka yang keras. Mau tak mau Dinda juga tertawa mendengar gombalan Mahesa. Pria itu benar-benar sedang menggoda Dinda. Helen menjadi kesal bukan main. "Jadian ... Jadian ...jadian!" seru teman-teman satu kelas mereka kepada Adinda dan juga Mahesa. Bahkan ada yang menabuh meja dan menjadikan kelas semakin gaduh saja. "Berisikk!!" Helen berteriak yang membuat semua siswi dan siswa di sana langsung terdiam seribu bahasa. "Jam pelajaran kosong bukannya ngerjain tugas malah berisik," kata Helen kembali, yang lagi-lagi mendapatkan sorakan dari teman-temannya tapi ucapannya barusan dituruti oleh teman-temannya tersebut dituruti, terbukti tak ada lagi suara kegaduhan yang tercipta. Helen bahagia, setidaknya rasa kesal dan marahnya sementara ini terbalaskan. Tak ada yang bicara satu sama lain, baik dari Mahesa atau Dinda. Dinda yang merasa malu karena Mahesa barusan ngegombalinnya dan Mahesa yang kembali dingin dan cuek kayak es batu. Sampai mata pelajaran terakhir dimulai dan berakhir, baik Mahesa atau Dinda sama-sama terdiam satu sama lain. "Gimana? Jadi?" tanya Mahesa kepada Adinda yang duduk di sampingnya. Ia sengaja memberi penekanan pada kata yang baru saja ia pertanyakan itu, bukan apa-apa tapi ia hanya ingin Helen mendengar dan menyudahi semua bentuk perhatian dan rasa cemburunya kepadanya. Dinda tak menjawab dengan suara, melainkan ia menganggukkan kepalanya. Mereka berdua akhirnya berjalan sama-sama keluar kelas. "Sebentar, ya, Hes, gue mau ke toilet dulu," kata Dinda yang mendapatkan anggukan kepala oleh Mahesa. "Lo tunggu aja di parkiran sekolah," kata Dinda memberi titah. Mahesa mengangguk dan meninggalkan Dinda yang berjalan menuju toilet dan Mahesa menuju ke arah parkiran sekolah. Sebuah senyum licik tiba-tiba saja terukir dari sudut bibir Helen melihat keduanya berpisah. Satu ke parkiran dan satunya ke toilet. Helen buru-buru berdiri dan berjalan mengikuti Dinda. Dinda telah masuk ke dalam kamar mandi dan ia juga memasuki kamar mandi kemudian. Saat masuk ia menyuruh dengan gerakan matanya agar para siswi lain yang ada di dalam kamar mandi itu keluar. Adik-adik kelasnya itu langsung aja menuruti permintaan licik Helen. Helen melihat bahwa ponsel Dinda sedang di charger di wastafel. Ia tersenyum senang. Helen pun memeriksa satu persatu toilet yang lain selain toilet di mana Dinda berada. Setelah memastikan kalau tak ada siswa lain di toilet itu selain Dinda, ia mengangkat ember yang masih berisi kain pelnya dan menaruhnya di depan kamar mandi yang tertutup itu sembari menyandarkan gagang kain pel di arah engsel pintu. Helen tersenyum licik. Tak berselang lama Helen kemudian mengambil handphone serta charger dan membawanya keluar dari toilet. Sampai di luar toilet, Helen menutup pintu utama toilet dan menguncinya dari luar seraya mengeluarkan kertas yang sudah ia siapkan sebelumnya. 'RUSAK' Kertas bertuliskan 'Rusak' itu, Helen tempelkan di pintu toilet dan ia segera meninggalkan toilet tersebut. Beruntung petugas kebersihan sekolah telah ia beri rokok hingga ia boleh meminjam kunci toilet. Helen meninmang-nimang apa yang harus ia lakukan dengan ponsel Adinda itu. Ia kemudian terbesit ide gila sekali lagi. Untuk menghilangkan jejak kejahatannya, Helen meletakkan ponsel Dinda dan chargernya ke kolong meja sekolah Dinda di kelas mereka. Helen duduk di meja itu dan ia mengeluarkan kertas lalu menuliskan sesuatu di atas kertas itu. Setelah menuliskannya, Helen keluar kelas dan mencari seseorang yang pas untuk menyerahkan memo itu kepada Mahesa. Ia menemukan satu temen perempuan kelasnya yang terkenal udik. Ijah namanya. Helen menghentikan langkah kaki Ijah dan gadis itu mendongak ketakutan ke arah Helen. Bagaimana Ijah gak takut? Selama ini Helen selalu membullynya. "Hei! Lo! Serahin ini ke Mahesa. Kalau dia tanya kemana Dinda, lo cuma harus bilang dia udah pulang duluan sama ketua osis kita, oke!" kata Helen memerintah. "Harus bener! Awas lo kalau sampai sebut nama gue!" kata Helen lagi yang langsung mendapatkan anggukan kepala oleh Ijah. "Udah sana cepetan! Tunggu apa lagi?!" bentak Helen lagi. Ijah buru-buru pergi dari hadapan Helen dan Helen tersenyum puas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN