40-?Beautiful Eyes?

1532 Kata
-***- Segala sesuatu yang buruk akan memberikan timbal balik yang buruk pula. Kepercayaan yang kamu dapatkan akan luruh seketika hanya karena satu kalimat kebohonganmu. -***- Suasana ramai penuh sesak siswa-siswi yang antusias mengikuti kegiatan MPLS atau masa pengenalan lingkungan sekolah. Mungkin jumlah mereka ada 200 orang lebih. Dan mereka mengenakan seragam merah putih dengan aksesoris aneh. Mereka nampak senang mengikuti pembukaan acara tersebut. "Akhirnya dimulai." "Aku gak sabar." "Kira-kira ada kakak kelas yang cakep gak ya?" Begitulah beberapa pembicaraan yang terdengar dari tempat itu. Saat suasana penuh antusias tersebut, tiba-tiba ada suara semacam benda terjatuh. Dan ternyata benar, di samping tempat mereka berkumpul terdapat seorang siswa berpakaian merah putih yang terjatuh. Dan bukan hanya di situ sana, ada dua orang siswi mengenakan seragam biru putih yang memandang gadis kecil itu yang terjatuh. Gadis itu seketika mengerang kesakitan dan tak ada seorang pun yang membantunya. Mereka hanya menatap gadis yang terlihat kesakitan itu. "Argh sakit ... tolong .... " rintih gadis itu memegangi kakinya yang berdarah. Dua orang siswi yang mengenakan seragam biru putih itu sepertinya pelakunya. Terbukti mereka yang tertawa senang melihat gadis kecil itu tersungkur. "Apa yang kalian lakukan!" Teriakan terdengar dari arah belakang mereka. Dan muncullah seorang siswa mengenakan seragam putih biru. Wajahnya tampak marah melihat kejadian di depannya itu. Ia mendekat dan dua orang siswi berpakaian biru putih itu nampak terkejut dan ketakutan. Matanya menatap takut siswa yang baru saja datang tersebut. "Ma-Maaf ... " ucap kedua orang siswi tersebut kemudian pergi begitu saja. Siswa tadi berdecih menatap kepergian siswi tadi. Kemudian tatapannya tertuju kepada gadia kecil yang terjatuh itu. "Kamu gak papa?" tanyanya memastikan keadaan sang gadis kecil. Gadis kecil itu tak menjawab, malah tangisannya semakin kencang. "Tolong ... " ucap gadis kecil itu dengan suara yang semakin melemah. Cukup lama gadis itu hanya menangis dan kemudian tak lama kemudian matanya tertutup perlahan. "Era ... " Teriakan itu masih terdengar samar sebelum kesadaran gadis itu sepenuhnya terenggut. *** Sedikit demi sedikit cahaya mulai memasuki retina gadis itu. Matanya kembali perlahan terbuka setelah tadi sempat tak sadarkab diri. "Kamu gak papa?" Pertanyaan itu menyambutnya begitu matamya telah sepenuhnya terbuka. Wajahnya nampam bingung begitu sudah menguasai kesadaran. "Aku di mana?" Gadis itu berbalik bertanya bukannya menjawab pertanyaan tadi. "Kamu di UKS sekarang," jawab orang yang ada di sisimya berbaring. Gadis itu mengangguk kemudian mengerang kesakitan lagi. Sontak saja orang yang menunggu tadi langsung panik. "Hey! Jangan banyak gerak dulu!" pekik siswa berseragam putih biru itu. Meski masih meringis terasa sakit, siswi itu pun menurut dan menjaga pergerakann tubuhnya sendiri. "Kamu siapa?" tanya gais yang berbaring di blankar UKS itu. Siswa yang diduga seorang siswa di SMP Kencana itu pun terlihat terkejut mendengar pertanyaan itu. "Gak kenal sama gue?" tanya siswa itu mulai santai. Agaknya mereka sebenarnya akrab, namun entah tidak mengenal atau bagaimana, gadis itu seperti tak mengenalnya. "Maaf ... " Ia mendongak da memperlihatkan wajahnya. Namun lagi-lagi siswi yang dirawat tadi bergeleng-geleng. "Kebangetan gak kenal gue." Lirih laki-lagi itu sembari memamerkan seringaian. Mata gadis kecil itu membesar nampak terkejut. Kemudian senyuman tipis terbit. "Fauzan?" ucap gadis kecil itu yang nampaknya mengenali sosok di sampingnya. Orang yang dipanggil Fauzan itu nampak mendengus sebal. "Huh! Masa baru sadar. Apakah sedrastis itu perubahan wajahku?" Siswi itu menganga mendapati tebakannya yang tepat. "Be-beneran?" tanya gadis itu yang sepertinya tak percaya. Fauzan menyeringai dengab senyuman sinisnya. "Lo gak berubah sih, selalu jadi kaum terbully," ucap siswa bernama Fauzan itu. Gadis itu terkejut, namun sepersekian detik kemudian ia tersenyum menatap pria itu. "Seperti biasanya, lo yang bakalan jadi pahlawan gue." Nampaknya mereka memang sudah saling mengenal satu sama lain. Dan tak hanya saling mengenal, sepertinya mereka cukup dekat dan akrab satu sama lain. Kemudian tawa menggelegar memenuhi ruangan yang bersumber dari mereka berdua. "Gue gak nyangka bakalan jadi junior lo di sini, Zan." "Gue juga gak nyangka jadi senior lo, Ra," balas pria itu. Keadaan seketika menjadi hening kembali. Mereka hanya saling menatap satu sama lain memberikan tatapan hangat. Perlahan pun senyum bahagia terukir di bibir mereka. Nampaknya pertemuan kali ini tidak terduga dan akan membuat kisah indah kedepannya. "Lo masih aja jadi kayak gini, Ra, gue pikir setelah gue tinggal enam tahun lo udah berubah," ujar pria bernama Fauzan itu. Raut wajah gadis yang dipanggil Ra itu nempak terkejut kemudian hanya tatapan sedih yang dipancarkan. "Andai gue bisa, Zan," ucap gadis itu dengan lirih. Ia tersenyum, namun senyuman sendu yang tercetak. Nampaknya gadis itu sedang berada di fase terndah untuk menanggapi ucapan siswa tadi. "Bodoh lo gak ada obat," celetuk Fauzan membuat mata gadis itu melebar. "Cih, kalau lo mau jadi kaum lemah terus sih gak masalah. Siap-siap aja jadi keset mereka," ucap pria itu lagu dengan kata-kata yang tajam menghunus hati siapa saja yang mendengarnya. "Cara lo bangkitin semangat gue memang gak pernah berubah, Zan. Fisik lo gue akui semakin tampan, tapi perkataan dan tingkah lo masih sama seperti enam tahun yang lalu, Zan." Fauzan tertawa lebar mendengar perkataan gadis itu yang sepertinya benar adanya. "Gue rasa lo gak akan ada perubahan sama sekali, Ra," ujar pria itu berusaha meruntuhkan rasa percaya diri gadi itu "Lo jangan ngeremehin gue ya, gue bakal buktiin gue bisa jadi orang kuat bukan orang tertindas lagi," ucap gadis itu bertekad. Nampaknya ucapan tadi bukanlah berniat merendahkan, justru sebaliknya. Pria itu berusaha memecut rasa kepercayaan diri sang gadis yang sepertinya memang rapuh. Pria itu tertawa kecil kemudian menunjukkan senyum sinisnya. "Gue tunggu perubahan lo, Era." "Siapa takut! Kalau gue bisa berubah, gue bakalan minta satu permohonan. Dan lo wajib menjalankan permohonan gue," ucap sang gadis memberikan syarat yang bisa digunakan sebagai motivasi. Mata pria itu memicing curiga. Yah bagaimana tidak curiga jika hanya meminta satu permohonan, pasti permohonan itu akan sangat berat. "Asal bukan permohonan aneh-aneh, gue bakalan turutin." Gadis itu tersenyum sinis menunjukkan rasa kepercayaan dirinya. "Gue gak bakal minta bumi seisinya kok tenang saja." "Ah, ini merepotkan. Gue sih gak yakin lo bakalan bisa berubah. So apapun permohonan lo, gue gak akan takut," ucap pria itu terkesan kasar. Namun siapa sangka ketika gadis itu memberengut kesal, ada seulas senyum ketulusan yang terbit. "Gue percaya lo bisa, Ra. Gue yakin lo gak selemah ini," bisiknya yang tak terdengar oleh siapapun. *** "Dahulu gue orang yang lemah. Suka ditindas dan diremehkan. Tapi berkat hadirnya Fauzan di hidup gue, gue jadi belajar banyak hal untuk membuat diri gue lebih kuat. Saat kami masih kecil, Fauzan selalu mengolok-olokku karena ketidak mampuanku melawan ucapan orang lain dan lo sepertinya tahu gue punya penyakit langka. Gue yang dulu beda jauh dengan yang sekarang dan lo tau siapa yang merubah gue? Iya, Fauzanlah orangnya. Walaupun terkadang ia suka mengejekku, tapi ia adalah orang yang selalu menolongku saat aku dibuli anak-anak lain. Fauzan memang selalu keras kepadaku, itu ia lakukan untuk memacuku agak tidak lemah. Ia membimbingku dengan caranya sendiri. Gue selalu kagum sama dia dari dulu. Fauzan berarti banget buat gue selama ini. Entah gimana kehidupan gue kalau Fauzan gak hadir di hidup gue. Gue selalu suka melihat Fauzan tertawa, tersenyum dan menatap lembut. Hal itulah yang selalu membuat gue betah di dekatnya walaupun ia memiliki kata-kata pedas. Gue gak yakin bakalan menemukan sosok seperti Fauzan lagi di dunia ini." Aku menghentikan pembicaraanku sementara untuk melihat bagaimana reaksi Bintang. Tak kusangka ia sepanjang aku bercerita tentang kisah kami dahulu, ia tertunduk. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan. Aku tersenyum samar melihat reaksi yang aku harapkan. Sepertinya akan mudah untuk memengaruhi pikiran Bintang. Aku hatap begitu. "Ternyata kalian sedekat itu," sahut Bintang memulai merespon apa yang aku ceritakan Aku mengangguk antusias. Sepertinya ada harapan untuk melanjutkan misiku. "Orang tua kami pun berkawan akrab. Kami sering mengadakan liburan bersama dahulu. Kami selalu bermain bersama, belajar bersama dan saling membantu sejak kamu kecil," lanjutku. "Mungkin lo gak bakalan percaya. Tapi sebenarnya papanya Fauzan sudah berniat menjodohkanku dengan anak semata wayangnya itu," tambahku. Bintang mengangkat wajahnya kemudian tersenyum. "Ah, tak heran sepertinya lo selalu mengajak Radif berbicara santai. Dan mengenai perjodohan lo sama Radif gue udah tau kok." Aku terkejut melihat senyuman Bintang. Bukannya bersedih, justru ia tersenyum? Apakah trikku gagal kali ini? "Bagus kalau gitu. Jadi bisa kan lo jauhin Fauzan. Gue gak mau nantinya lo bakalan sakit hati begitu perjodohan itu terjadi," balasku sembari menyeringai berharap mampu memukul telak harapannya. "Kalau gue boleh tau, kenapa lo sekarang dicampakkan sama Radif?" Mataku melebar, tak aku sangka pertanyaannya malah menyudutkanku. Tanganku mengepal meredam amarah yang sebenarnya sudah meletup-letup sedati tadi. "Itu ada sedikit kesalahpahaman antara kami. Tapi bukan masalah besar. Gue yakin sebentar lagi kami akan berbaikan. Jadi jangan coba-coba untuk mengambil Fauzan dariku," jawabku dengan tenang. Aku harap ia percaya akan ucapanku. Dan yang paling penting semoga ia akan termakan omonganku dan bisa melepas Fauzan dengan tenang. "Bukan masalah besar menurut lo, bukan menurut gue!" Sebuah teriakan dari belakangku membuat jantungku nysrih berhenti berdetak. Tentu aku sangat mengenal suara itu. "Loh bukannya gue udah nyuruh lo buat pulang, Radif?" Bagai disambar petir siang bolong, aku tak mampu berkutik. Rasanya kakiku terpaku dan leherku seolah ditahan. Lidahku keluh menyadari orang yang aku bicarakan kini ada di sini. Ah, tamatlah aku. Sepertinya kini senjataku untuk melumpuhkan Bintang malah berbalik arah menyerangku. Aku tak punya ide untuk memperbaikinya. Sepertinya aku akan semakin dibenci oleh orang yang sangat aku sayangi itu. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN