Entah apa yang membuat Ailane seperti ini sekarang, setiap malam Ailane kini susah untuk memejamkan mata nya dengan tenang.
Ia selalu merasa pikiran nya penuh dan juga gelisah. Pernah sekali terlintas di pikiran nya untuk mengakhiri hidupnya, tapi untuk apa? Ia tak ada masalah yang berat sekali yang harus ia selesaikan.
Keluarga nya aman, walaupun ia ada sebuah kebimbangan dalam masalah percintaan nya tapi bukan menjadi alasan untuk membuat nya merasakan perasaan seperti ini.
Ailane terkadang berfikir bagaimana cara agar ia bisa merubah takdir dalam hidup nya dengan jauh yang labih baik.
Namun ia bukan Tuhan ia jelas tak bisa merubah takdir yang Tuhan ciptakan.
Ailane kini menikmati angin malam diluaran rumah nya seorang diri.
Di ruang tamu ada orang tua nya yang sedang mengobrol. Tadi saat orang tua nya mengajak nya untuk berbincang bersama Ailane menolak dengan alasan ia ingin menikmati udara segara di luar.
Padahal ia hanya ingin menyembunyikan pikiran penuh nya itu.
Orang tua nya selalu tau jika Ailane dalam posisi sedang banyak pikiran. Mereka melihat dari raut wajah Ailane yang terkesan kaku sekali. Memang benar, siapa saja yang melihat wajah Ailane sekarang sangat kaku dan juga lesu.
Ailane menekan kuku tangan nya secara kuat pada kulit tangan nya. Entah sudah berapa lama ia melakukan ini.
Setiap ia sendiri dan langsung refleks melakukan hal seperti ini.
Ailane tak tahu jika ini juga salah satu bentuk self harm. Ia secara tak sadar menyakiti dirinya sendiri.
Pernah dulu ia gelisah sekali da. Tanpa sadar kuku nya mencengkram tangan nya dengan sangat kuat dan waktu itu kuku nya dalam keadaan panjang. Hingga darah mulai keluar dari kulit tangan nya.
Handphone nya berada di sebelah nya.
Sean dan Rayhan saling mengirimkan sebuah pesan untuk nya namun tidak ada satu pun yang Ailane balas.
Ia dulu jarang memegang ponsel, mungkin saat jenuh saja ia membuka ponsel nya. Berbeda dengan sekarang yang setiap saat Ailane membuka ponsel nya.
Kadang notifikasi pesan dari Sean yang paling ia tunggu. Kadang ia malas bertukar pesan dengan Sean.
Begitupun ia rasakan sebaliknya saat ia dengan Rayhan.
Bahasan topik pembicaraan dalam chat Sean terkesan jauh lebih kaku. Sedangkan dengan Rayhan Ailane bisa membahas apa saja dan mereka saling nyambung. Mungkin ini karena usia mereka yang tidak terpaut jauh.
Ailane belum makan dari tadi sore namun ia berbohong kepada orang tua nya mengatakan jika dirinya sudah makan agar kedua orang tua nya tidak mengkhawatirkan nya terus menerus.
Ia memang lapar, namun rasa nafsu nya terhadap makanan sama sekali tidak ada yang membuat Ailane malas untuk menyantap makanan. Padahal masakan Sarah selalu enak dan pas di lidah nya.
Handphone nya berdering, jika ada sebuah nada dering panjang pasti ada seseorang yang menelfon nya.
Sean is calling.....
Ailane mengangkat nya.
"Ailane, kamu masih marah dengan saya?" Ucap Sean to the poin. Sean memang seperti ini, saat ia menelfon seseorang ia langsung menyebut kan apa keperluan seseorang itu.
"Marah kenapa?" Balas Ailane biasa saja.
Astaga! Beberapa detik kemudian ia ingat kejadian pagi tadi saat di kantor.
Ia meninggal kan Sean di ruangan HRD tadi. Ia masih kesal dengan Sean.
Bahkan sepulang kerja tadi Ailane juga masih mendumel tentang Sean.
Tapi tidak setelah sedari tadi ia gelisah ia melupakan kekesalan nya dengan Sean. Jika ingat hari ini ia sedang marah pasti ia tidak akan mengangkat telfon dari Sean ini.
Tidak apalah, sekali saja ia melupakan kekesalan nya dengan Sean.
"Engga. Kenapa?" Balas Ailane.
"Saya lega sekali mendengar jika kamu sudah tidak marah dengan saya." Balas Sean. Nada bicara nya lega.
Memang sedari tadi Sean kefikiran masih marah atau tidak gadis itu dengan diri nya untung saja jika sudah tidak marah lagi.
"Ailane lagi pengen sendiri om. Jangan ganggu dulu ya?"
Ia takut jika ia tak segera mematikan telfon nya ia akan meledak-ledak kepada Sean saat di telfon.
Belum sempat menjawab namun ailane sudah terlebih dahulu mematikan telfon itu.
Ia meminum teh hangat yang ia buat tadi sebelum ia keluar.
Enak sekali saat teh hangat itu melewati tenggorakan nya di tengah malam yang dingin ini.
Ia mengintip dari jendela. Orang tua nya sudah tidak ada di ruang tamu. Mungkin mereka sudah masuk sudah tengah malam juga.
Mereka besok harus berjualan dan Ailane besok juga harus berangkat kerja.
Lebih baik ia juga masuk kedalam rumah dan pergi tidur untuk melupakan kegelisahan nya.