Ia sudah siap dengan baju nya yang kemarin, ia tak terlalu memoleskan terlalu banyak make up karena tau nanti posisi nya bekerja seperti apa.
Ia pun hanya menguncir rambut nya tinggi-tinggi. Meskipun ia tidak make up bukan berati ia tidak menyemprotkan parfum pada tubuh nya, sebisa mungkin ia harus menyemprot kan parfum pada tubuh nya walaupun ia sedang sibuk.
Lebih baik ia menyisihkan sedikit waktu nya untuk itu ketimbang orang-orang harus mencium aroma tubuh nya yang tak sedap.
Ia kembali menghampiri kaca pada kamar, merapikan rambut dan pakaian nya sekali lagi.
Hari pertama bekerja, ia harus memberikan kesan baik tentang dirinya kepada orang-orang yang bekerja disana. Ia harus memiliki banyak teman.
Entahlah, Ailane seperti harus memiliki seorang teman saat bekerja. Tak usah banyak-banyak, satu pun cukup untuk nya.
Perutnya pagi ini sama sekali tidak terasa keroncongan, padahal setiap pagi setelah bangun tidur ia selalu merasa cacing-cacing di perut nya berdemo agar segera ia kasih makanan.
Karena waktu nya masih cukup banyak lebih baik ia menyapu lantai saja, mungkin kedua orang tua nya terburu-buru sehingga mereka tidak menyempatkan untuk menyapu lantai.
Hingga ada suara sepeda motor yang seperti berhenti tepat di depan orang tua nya.
Awalnya ia mengira jika itu adalah motornya dan ayah nya pulang ke rumah untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di rumah. Namun ia ingat jika motornya terparkir di depan karena akan ia pakai untuk bekerja.
Terus itu siapa? Pagi-pagi begini sudah bertamu di rumah orang saja. Biarkan saja, mungkin itu tamu orang yang sebelah rumahnya yang sengaja di parkiran di depan rumahnya. Alhasil Ailane kembali melanjutkan kegiatan nya menyapu lantai.
Tok! Tok! Tok! Tok! Tok!
Dari dapur samar-samar ia mendengar seseorang mengetuk pintu rumah nya. Pada awalnya ia membiarkan hal itu, tapi orang itu tak kunjung hilang. Memang seperti nya itu berada si rumahnya.
"Sebentar," teriak Ailane dari dapur agar orang itu tak keburu pergi meninggalkan rumah nya.
Ailane membuka kan pintu, betapa kaget nya ia saat melihat Rayhan sudah berdiri tepat di depan pintu rumah nya.
Seperti mendapat rezeki pertama di pagi hari. Ia melihat seseorang yang ia suka di awal ia akan menjalani hari ini.
Bagi Ailane rezeki tak selalu berhubungan dengan uang saja, ia melihat Rayhan saat ini baginya sudah rezeki.
Karena masih kaget bercampur senang ia sampai berdiam diri mendiamkan Rayhan tanpa mengeluarkan suara apapun hingga Rayhan yang mengeluarkan suara nya terlebih dahulu pada Ailane.
"Ay?"
Ailane tak menyadari jika Rayhan sudah menyapa nya.
"Ailane!"
"Kamu ganteng banget-----"
"Eh, maaf Rayhan." Ailane memukul bibir nya sendiri yang mengeluarkan kalimat terbodoh sepanjang hidup nya. Kenapa bisa-bisa nya ia melontarkan apa yang berada di pikiran nya kepada Rayhan secara langsung.
Malu sekali, Ailane kini hanya menundukkan kepalanya tidak berani menatap Rayhan.
"Makasih cantik," balas Rayhan.
Rona merah muncul di kedua pipi chubby dari Ailane. Masih pagi, tidak baik untuk kesehatan jantung nya jika Rayhan sudah menggombalinya pagi-pagi.
"Kamu ngapain Ray?" Tanya Ailane yang sudah memberanikan diri untuk menatap Rayhan saat ini.
"Mau jemput seseorang,"
"Seseorang siapa?" Dengan bodoh Ailane melontarkan pertanyaan itu. Padahal jelas-jelas seseorang yang Rayhan maksud adalah dirinya.
"Kamu Ailane, udah siap?"
"Aku? Kamu jemput aku?" Otak nya sama sekali belum sinkron dalam menghadapi Rayhan pagi ini.
Tak tahan karena Ailane sangat menggemaskan, tangan Rayhan mencubit kedua pipi Ailane.
Ailane hanya bisa mematung, semua terasa begitu cepat layak nya sebuah mimpi. Seingatnya baru kemarin saja ia naksir diam-diam selama beberapa tahun dengan Rayhan tapi tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan nya. Kini semua serasa berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan beberapa tahun belakangan. Ia bisa menjadi sedekat ini dengan Rayhan. Orang yang ia idam-idamkan.
"Udah, mau berangkat sekarang?" Tanya Ailane.
"Boleh, aku tunggu di depan ya?"
Ailane hanya mengangguk, Rayhan seperti nya tau jika ia sedang berada di rumah sendirian sehingga Rayhan tidak memaksakan diri untuk menunggu Ailane di dalam. Apa kata tetangga nantinya jika pagi-pagi Ailane sudah membawa masuk pria ke dalam rumah nya. Bisa gempar satu RT.
Ailane masuk ke dalam untuk mengambil tas nya. Semua yang ia butuhkan sudah berada di tas kecil nya itu. Tidak, tidak terlalu kecil bahkan tas nya memang cukup besar apalagi nanti tas itu akan menjadi tempat penyimpanan baju yang ia pakai ini saat berganti dengan seragam cleaning servis nya.
Setelah sudah ia keluar dari rumah dan mengunci pintu rumah nya.
"Udah?"
"Udah, kamu keberatan gak kalau aku ngasih kunci ini ke warung orang tua ku?" Tanya Ailane ragu.
"Engga sih, masih pagi juga. Kamu tunjukin aja jalan nya buat ke warung orang tua kamu." Balas Rayhan kemudian menyerahkan sebuah helm agar di pakai Ailane.
Ailane menunjukkan jalan menuju warung kedua orang tua nya yang untung nya tidak seberapa jauh dari rumah nya.
Mereka kini sudah berada di depan warung kedua orang tua Ailane.
Ailane turun dari motor dan kemudian di susul Rayhan yang ikutan turun dan memarkir kan sepada motor nya.
"Eh? Kamu ikut juga?"
"Mau pamit sama orang tua kamu, boleh? Masa iya aku bawa anak mereka tapi engga pamitan dulu."
Ailane hanya mengangguk.
Tidak apa mungkin sekalian mengenalkan Rayhan kepada orang tua nya karena dulu ia tak berhasil mempertemukan Rayhan dan orang tua nya.
"Ibu ayah kenalin Rayhan. Temen aku,"
Rayhan mencium tangan mereka satu persatu.
"Pagi om, Tante. Saya mau izin buat nganterin anak om karena memang berada satu kantor dengan saya." Sapa Rayhan kepada mereka.
Iya memang satu kantor tapi jelas bagian kita beda. Batin Ailane menimpali ucapan Rayhan.
"Boleh, hati-hati kalau membawa anak saya. Buruan berangkat nanti keburu terkena macet," jawab Indro.
Setelah sudah berpamitan mereka berdua langsung bergegas menuju kantor mereka agar tidak kesiangan. Apalagi ini hari pertama Ailane bekerja, mangkanya Rayhan berinisiatif untuk menjemput Ailane jauh lebih pagi.
Ailane bahagia sekali, padahal ia tak meminta jemput Rayhan. Semalam mereka hanya saling bertukar kabar dan mengatakan jika ia tak sabar untuk bekerja disana.
Melihat hal itu Rayhan menjadi ingin sekali mengajak Ailane untuk berangkat kerja bersama.
Ia tadi bernafas lega karena Ailane masih berada di rumah belum berangkat.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam karena angin yang cukup kencang. Apalagi mereka juga sama-sama memakai helm, takut jika suara mereka akan kalah dengan angin.
Untung saja tidak macet pagi ini sehingga mereka langsung meluncur tanpa ada hambatan apapun. Buktinya saja ia kini telah sampai di kantor dan sedang berada di parkiran motor.
Rayhan tadi mengajaknya lewat di jalanan lain, tidak melewati jalanan yang membuat bulu kuduk nya merinding.
Tapi baru pertama kali ia lewat jalanan itu sehingga ia masih belum menghafal betul jalan nya.
Ailane melepaskan helm nya dan menyerahkan nya kepada Rayhan.
"Makasih ya Ray, maaf ngerepotin hehe." Ucap Ailane malu-malu.
"Jangan bilang gitu. Sama sekali engga ngerepoti itu inisiatif aku pengen jemput kamu ay,"
Tanga. Rayhan terulur untuk merapikan rambut Ailane yang sedikit berantakan akibat memakai helm dan terkena angin.
Ailane hanya mematung. Membayangkan siapa wanita beruntung yang berhasil menaklukkan hati Rayhan. Sudah baik, pengertian, dan juga sikap nya yang selalu menghargai perempuan.
Itu hanya sebagian besar yang ia tangkap karena beberapa kali bertemu Rayhan. Ia masih belum mengerti sifat Rayhan yang asli seperti apa, semoga saja Rayhan memiliki sifat asli seperti yang biasa ia tunjukkan kepada Ailane.
Kini mereka sudah berjalan beriringan untuk masuk ke dalam kantor. Ia sempat bertanya tadi ruangan Rayhan berada di sebelah mana. Rayhan menjawab jika ruangan nya berada di lantai empat, sedangkan tujuan nya kini berada di lantai tiga di ruangan Sean untuk mengambil seragam nya.
Saat hendak masuk ke dalam lift tiba-tiba Sean datang bebarengan dengan mereka berdua.
"Ailane, segera keruangan saya." Ucap Sean tegas.
"Kamu duluan aja, aku masih ada urusan." Alibi Rayhan kemudian meninggalkan Ailane dengan Sean. Ia tak enak jika harus berada di dalam satu lift yang sama dengan atasan nya. Akan terasa begitu canggung, apalagi memang mereka jarang sekali berbicara berdua jika tidak karena membahas pekerjaan diantara mereka.
Ailane ingin mengumpat, Sean mengganggu waktu nya bersama Rayhan. Ia masuk ke dalam lift bersama Sean dengan mengeluarkan raut muka sebal diantara mereka.
Sedangkan Sean, sebisa mungkin ia menahan amarahnya untuk tidak meledak begitu saja di depan Ailane saat melihat Ailane begitu akrab dengan salah satu karyawan yang berada di bawah nya.
Kini mereka sudah keluar dari lift dan masuk ke dalam ruangan Sean.
Ailane sudah duduk disana.
"Mana seragam Ailane?"
"Laki-laki itu memiliki hubungan apa dengan kamu?" Bukannya menyerah kan seragam Ailane Sean malah melempar kan pertanyaan kembali kepada Ailane.
Ailane menyadari jika seperti nya Sean sedang dalam mode cemburu. Akan sangat seru jika ia menggoda nya.
"Urusannya sama bapak Sean?" Ejek Ailane.
"Saya bertanya serius dengan kamu Ailane."
"Saya juga lagi tanya serius sama bapak," Ailane tertawa mengejek dan membalikkan ucapan Sean.
Cup!
Sean menempelkan bibirnya langsung tepat di bibir Ailane yang langsung membuat ailane terdiam seribu bahasa.
"Jangan mempermainkan saya Ailane jika kamu tidak mau menanggung akibatnya."