Talk?

815 Kata
Ailen benar-benar bingung. Ia harus menerima lamaran itu atau tidak. Ia suka Rayhan namun masih hanya sebatas suka saja. Belum ada perasaan sayang atau cinta. Dengan Sean, ia malas sebenarnya untuk mengakui ini namun seperti nya perasaan sayang pada Sean perlahan-lahan mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Mungkin karena mereka sering menghabiskan waktu bersama atau mereka sering bertukar cerita dan berkeluh kesah satu sama lain. Haruskah ia menceritakan ini kepada Sean? Sepertinya harus, tapi untuk apa? Nanti Sean cemburu dan malah Ailane yang harus membujuk nya. Sean memang dewasa luaran nya saja namun sebenarnya Sean sangat manja dan memiliki sifat kekanak-kanakan. Seperti sifat ini muncul saat ia bersama dengan Ailane saja. Atau saat bersama mantan nya dulu. Ada sebuah pepatah yang mengatakan jika seorang pria sudah menemukan wanita yang pas untuk dirinya kemungkinan besar pria itu akan menampakkan sifat kekanak-kanakan nya. Jika Sean sudah marah Ailane bingung sekali akan membujuk Sean seperti apa. Karena Sean tipe orang yang jika marah hanya diam tidak mengeluarkan suara. Persis sekali dengan diri nya, atau sebenarnya mereka ini jodoh? Karena saling mempunyai sifat yang sama satu sama lain? Tanggal merah kali ini kedua orang tua nya berada di rumah karena tidak berjualan. Kata mereka kemarin warung ramai sekali mereka ingin beristirahat sehari saja dalam seminggu. Karena Minggu kemarin mereka tidak libur dan tetap berjaga di warung. Ailane menelfon Sean, sebaik nya ia menceritakan ini saja. Ia merasa ada sesuatu yang tidak enak di hati nya jika ia tak menceritakan hal ini kepada Sean. Ia tak mungkin menjelaskan ini di telfon. Ia ingin mengobrol langsung dengan Sean. Tut... Tut.... Tut.... Nada dering masih terdengar di telinga Ailane hingga suara yang ia rindukan mulai menyapa telinga nya. "Kenapa Ailane?" "Om bisa ketemu?" Ucap Ailane tanpa basa-basi. "Sekarang?" Tanya Sean. Disana Sean langsung melirik ke arah jam nya yang ternyata sudah jam sebelas siang. Ia bangun sudah dari jam sembilan namun ia tak kunjung mandi hingga sekarang. "Sebisa om aja. Aku mau ngomong penting, gak bisa lewat telfon." Entah kenapa padahal ia hanya ingin menceritakan nya saja namun jantung nya sudah berdegup kencang. "Baiklah, saya akan segera kesana sekarang. Tunggu saya.." Sean mematikan telfon nya dan langsung mandi. Ia tak tahu apa yang akan Ailane sampaikan kepada nya seperti nya penting sekali. Tak mau berlama-lama ia langsung tancap gas setelah mandi untuk pergi ke rumah Ailane. Disana ia tak melihat Ailane dari depan rumah nya. Biasanya saat ailane menyuruh nya untuk datang ke rumah Ailane sudah stand by di depan rumah dengan duduk di kursi kecil di teras. Sean memarkirkan mobil nya di depan rumah Ailane. Ia melihat ada Sarah yang sedang menyapu halaman rumah. Kemudian ia mencium tangan Sarah. "Bu ailen ada?" Tanya Sean baik-baik. "Ada, langsung masuk ke dapur saja nak Sean. Ailane sedang mambantu ayah nya disana membuat jamu katanya." "Permisi Bu, saya langsung masuk saja." Ucap Sean sopan. Ia sedikit membungkuk kan badan nya saat melewati Sarah. Sarah tersenyum melihat Sean yang begitu sopan terhadap nya dan juga selalu lembut dengan anak nya. Namun kemarin ada anak laki-laki lain yang tak kalah sopan nya dengan Sean melamar anak nya. Sarah sebagai orang tua Ailane saja bingung anak nya akan memilih antara Rayhan atau Sean. Apalagi anak nya pasti lebih bingung. Sedangkan Sean, laki-laki itu berjalan ke dapur dan langsung menemukan Ailane dan juga Indro yang sedang bercengkrama bersama. Sesekali mereka tertawa. Sean iri sekali melihat kedekatan ayah dan anak itu. Karena sedari dulu Sean tak pernah sedekat itu dengan ayah nya. "Ayah ih jangan gitu, pipi Ailane jadi kotor kan yah," adu Ailane saat Indro memagang pipi Ailane namun tangan Andro banyak bekas kunyit alhasil pipi Ailane kini berwarna kuning. "Haha kamu lucu banget nak," Andro malah mencubit pipi Ailane gemas. Ailane semakin kesal dibuat ayah nya sendiri. Ia mengaca di cermin yang tak jauh dari nya dan muka nya kini cemong sekali. "Ayaaaaaaah! Awas ya nanti Ailane bales," Ailane mengerucut kan bibir nya gemas sekali. Hingga Ailane tersadar ada yang sedang memperhatikan mereka diam-diam. Siapa lagi kalau bukan Sean. "Om Sean udah lama disini?" "Barusan," bohong Sean. Padahal ia sudah cukup lama memperhatikan mereka di dapur. Melihat mereka bahagia membuat Sean ikutan bahagia. "Kamu kedepan saya. Biar ayah yang melanjutkan nya." Ailane mengangguk. Ia mengambil satu teh kemasan yang belum dibuka dari kulkas nya untuk ia berikan kepada Sean nanti nya. Ia berjalan ke depan untuk menemui Sean dan mengungkap kan apa yang akan ia sampaikan nantinya. "Jangan disini." Baru saja Ailane terduduk di sofa nya namun Sean sudah berdiri saja. "Saya lagi ingin berkeliling kota bersama kamu. Lebih enak jika kamu kita membicarakan ini di mobil sambil berkeliling," ajak Sean. Ada benar nya juga. Ia seperti ini berbicara berdua bersebalahan malah membuat nya deg-degan entah karena apa. Karena ia sudah yakin jika ia tak bersalah lebih baik menuruti apa kata Sean. Membicarakan masalah ini dnegan keliling kota agar ia juga tak seberapa grogi dalam membicarakan hal ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN