Who i am?

2019 Kata
Ailane memblokir nomor Sean. Satu hal nya paling membuatnya jengkel adalah saat Sean membentak nya di depan banyak orang, orang tua nya saja saat ia membuat sebuah kesalahan tidak pernah semarah itu kepada nya. Sedangkan Sean yang bukan siapa-siapa nya saja sudah berani memaki dirinya seperti itu. Tapi jika ia berfikir ke arah situ, jika orang tua nya tau ia pernah mencoba untuk terjun pada dunia malam ia tak bisa membayangkan juga akan se marah apa mereka. Bisa-bisa mereka akan mengusir Ailane keluar dari rumah ini. Tenang saja, Ailane hanya butuh waktu untuk melupakan kemarahan Sean. Kemarahan Sean berhasil membuat nya jera dan trauma tidak ingin mengulangi nya lagi. Ia merasa bersalah kepada orang tua nya, susah payah mereka selalu mengajarkan Ailane apa saja yang harus diajauhi dalam keluarga mereka, malah dirinya mengumpankan diri nya sendiri masuk ke dalam lubang berbahaya. Hari ini tanggal merah lagi, bulan ini banyak sekali tanggal merah, seminggu ini saja sudah dua kali. Ia suka libur saat tanggal merah, namun jika tak ada sesuatu yang akan ia kerjakan ia bosan juga. Seperti sekarang, orang tua nya sudah menjaga warung dari pagi-pagi tadi. Orang tua nya memberi kan tugas untuk membersihkan rumah dan juga setrika. Semua sudah selesai ia kerja kan, tak ada yang menarik dari ponsel nya. Rayhan pagi tadi mengirimkan sebuah pesan yang berisi jika hari ini cowok itu ada sebuah pekerjaan mendadak yang tidak bisa ia tinggalkan walaupun hari ini tanggal merah, kemungkinan Rayhan seharian ini akan menjadi sangat sibuk dan tidak bisa membalas pesan dari nya. Kenapa sebenarnya Ailane? Ia tak pernah sebelum nya terlalu bersemangat mengecek notifikasi dari ponsel nya tapi sekarang saat ada waktu senggang ia pasti langsung mengecek notifikasi dari ponsel nya. Bayangkan saja, ia kini seperti menjadi wanita yang sedang terbang tinggi di angkasa. Sangking tinggi nya ia sampai tak melihat kemungkinan jika suatu saat akan jatuh. Begitupun perasaan nya, kini ia dipenuhi ekspetasi nya sendiri tentang Rayhan tanpa memikirkan kemungkinan buruk sedikit pun yang akan terjadi nantinya. Baru bertama kali bertemu saja sudah seperti ini. Rayhan tak banyak bercerita tentang dirinya dan kehidupan nya karena memang mereka belum berada di fase sedekat itu. Ia masih belum mengetahui asal-usul Rayhan secara pasti. Sudah kah Rayhan memiliki seorang kekasih? Bagaimana latar belakang keluarga nya? Bagaimana sifat aslinya? Ailane masih belum waktunya untuk mencari tahu semua itu. Pasti akan tiba waktunya dimana ia mengetahui apapun tentang Rayhan, meskipun tidak sekarang tapi pasti nanti. Dari pagi tadi matahari tidak mau menyinarkan sinar nya kepada bumi, mungkin matahari sedang tidak baik-baik saja dengan bumi. Sehingga sedari tadi awan sangat gelap. Tapi tidak hujan. Tak masalah, terkadang cuaca seperti ini membuat perasaan seseorang jauh lebih tenang. Hujan di pagi hari atau suasana mendung di siang hari membuat perasaan Ailane tidak seperti biasanya. Membuat nya gelisah sesaat kemudian ia menikmati hawa ini. Hari ini juga terasa sangat dingin, ia tak pernah lepas dari selimut nya sendiri meskipun ini siang hari dan kamar nya tidak di pasang kan AC. Ia ingin mempunyai banyak uang dan membeli jendela baru karena jendela nya yang saat ini macet tidak bisa dibuka. Ia tak bisa merasakan angin dari luar masuk ke dalam kamar nya. Selain angin dari kipas angin yang bisa ia rasakan. Kemarin ia sama sekali tak mendengar bisikan itu. Ia tak sebegitu mempercayai hal-hal yang berbau mistis namun ia masih memiliki rasa percaya jika mereka yang tak terlihat itu juga sebenarnya ada. Hanya saja dirinya yang tak bisa melihat mereka. Tak apa ia lebih suka seperti itu, ia tak kuat mental jika harus melihat hal-hal berbau mistis. Ia suka mencari informasi tentang mistis tapi sebenarnya ia juga takut tentang hal itu. Tempo hari ia mendengar pembicaraan teman satu shift nya. Ia mendengar jika mereka sedang mengobrol kan tentang tempat kerja nya yang terancam bangkrut. Ia tak mengetahui secara detail karena apa itu terjadi, namun ia mendengar jika sang pemilik tempat penitipan anak itu sudah tak mampu membayar sewa serta membayar mereka yang bekerja di sana. Ia panik jelas, pekerjaan nya terancam hilang. Ia belum menceritakan kabar burung ini kepada orang tua nya, ia tak mau mereka ikut pusing memikirkan masalah nya. Ia membenarkan gosip mereka padahal Ailane bukan tipe wanita yang suka bergosip atau mempercayai gosip-gosip tertentu. Tapi beberapa hari yang lalu ia melihat beberapa pria sedang melihat bangunan yang digunakan untuk penitipan anak, mereka seperti sedang mengamati dan ingin membeli nya untuk dijadikan sebagai tempat pembelanjaan. Mangkanya ia langsung yakin jika apa yang teman shift nya perbincang kan itu benar adanya. Ijazah nya hanya tamatan SMA saja. Bagiamana mungkin ia berharap akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak jika nanti ia telah resmi kehilangan pekerjaan nya? Bisa saja, semuanya bisa terjadi jika Tuhan telah berkehendak. Sama saja, rasa pesimis langsung menggerogoti kepercayaan pada diri nya. Kring ...... Kring.... Kring.... Telepon rumah nya berdering ia terkaget-kaget dan langsung melompat dari tempat tidur nya untuk mengangkat telfon itu. "Halo?" Sapa Ailane pada orang di sebrang sana yang menelpon nya. "Ailane, handphone kamu mati ya? Jadi aku telfon kamu lewat sini." Itu suara Nina! Teman yang sering satu shift dengan nya. Benar, ia lupa jika ponsel nya sedang dalam mode pengisian daya sehingga ia harus mematikan ponsel nya. "Eh kenapa Nina? Maaf Nina handphone aku lagi aku charger hihi," "Ailane, kamu bisa ke Jalan Pattimura sekarang? Nanti disana ada tempat makan namanya 'Makan puas' nanti kamu masuk aja ke dalam. Kita tunggu," "Bisa Nina, tunggu aku mau ganti sama sekalian otw." Telpon mereka sudah mati. Tak biasanya Nina mengajak nya untuk pergi keluar. Dan ia tau tempat makan itu bukan tempat makan biasa, tempat nya cukup luas dan harganya tak murah. Terus juga kenapa Nina mengatakan kita? Siapa saja yang berada disana? Ailne jadi penasaran. Ia mengetikkan pesan yang berisikan ia akan keluar rumah dan mengirimkan nya kepada orang tua nya agar mereka tidak khawatir jika salah satu dari mereka pulang ke rumah dan dirinya sedang tidak berada di rumah. Ia hanya mengambil pakaian simple yang berada di lemari dan juga tas nya tak lupa ia memasukkan ponsel dalam tas nya. Untung dirinya sudah mandi. Dan jalan Pattimura dari rumah nya hanya lima belas menit saja. Jalanan pun tidak sedang macet, hanya beberapa pengendara saja yang terlihat. Padahal biasanya jika tanggal merah jalanan akan dipenuhi kendaraan yang membawa keluarga mereka untuk liburan bersama menikmati tanggal merah. Atau mungkin mereka hanya memilih untuk dirumah saja sehingga jalanan sangat sepi. Tempat makan itu juga tak terlalu ramai hanya ada lima sepeda motor dan satu mobil. Pasti itu motor teman-teman nya, ia ingat betul setiap teman nya mengendarai motor seperti apa. Ia masuk dan Nina saat melihat Ailane masuk langsung melambaikan tangan nya agar Ailane segera menghampiri mereka. Disana sudah ada lima temannya dan pemilik orang yang selama ini mengelola tempat penitipan anak. Pak Banu. Ada apa ini? Perasaan nya tak enak karena tak pernah sekalipun pak Banu berkumpul dengan mereka. Biasa nya pak Banu hanya menghubungi satu-persatu dari mereka lewat ponsel jika memang ada keperluan. Ia melangkah kan kaki ragu-ragu untuk melangkah ke meja mereka dan berakhir duduk di samping Nina. "Kalian semua tahu kenapa saya mengumpulkan kalian disini?" Tanya pak Banu. Sebelum mengucap kan kata-kata itu, pak Banu menarik nafas nya panjang. Suara dan raut wajah nya tampak lelah sekali. Mereka menggeleng bersamaan tak mengetahui apa maksud sebenarnya pak Banu mengumpulkan mereka. "Sebelumnya saya minta maaf, saya tidak bermaksud untuk memecat kalian semua. Tapi keadaan lah yang memaksa saya untuk melakukan ini." Suara nya tampak menyesal dan pak Banu sepertinya berat sekali mengucapkan ini kepada mereka. Terbukti setalah itu pak Banu hanya menundukkan kepala. Pak Banu sudah cukup tua mungkin usia nya sudah lima puluh tahun keatas, pak Banu juga sudah memiliki dua cucu. "Kita salah apa pak?" Tanya Lisa yang meminta sebuah kejelasan karena tiba-tiba lak Banu memberhentikan mereka semua dalam bekerja. "Kalian tidak salah, saya yang salah. Saya menghilangkan pekerjaan kalian semua karena saya," "Saya bangkrut dan kelilit hutang yang besar, saya sudah tidak bisa lagi membayar sewa tempat itu apalagi jika untuk membayar kalian jika kalian masih tetap bekerja dengan saya." Lanjut pak Banu. Mata nya berkaca-kaca membuat mereka semua juga tak tega mendengar pernyataan pak Banu. Di usia nya yang sudah tak mudah lagi pak Banu malah ditimpa sebuah musibah. "Tidak apa-apa pak. Kami ngerti, terimakasih pak Banu selama ini sudah mau memperkerjakan kami." Balas Ailane. Baru saja saat ia di rumah tadi ia kepikiran jika akan kehilangan pekerjaan, sekarang semua itu langsung terjadi ia kehilangan pekerjaan nya sekarang. Pak Banu mengeluarkan lima amplop dan membagikan nya kepada mereka satu persatu. "Tidak usah pak Banu, gaji kita Minggu kemarin masih ada." Ucap Nina. Pak Banu sedang bangkrut, tapi masih tetap berusaha memberikan pesangon untuk mereka. "Tolong terima ini. Ini terakhir kali nya saya menggaji kalian. Saya doakan kalian akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik ketimbang pekerjaan yang selama ini saya kasih." Pak Banu tetap memaksa kan agar mereka mau menerima. Akhirnya mereka menerima pesangon untuk yang terakhir kali nya dari pak Banu. "Saya pamit dulu, kalian selalu bahagia." Pak Banu sudah meninggal kan mereka berlima yang saling bersedih karena kehilangan pekerjaan utama mereka. Di sisi lain mereka kini juga akan jarang bertemu karena tidak satu pekerjaan lagi. Setelah saling melepas satu sama lain dan saling menangis karena akan berpisah mereka pulang. Meninggal kan Ailane yang masih berada disini. Di tempat ini menjual es krim juga, ia memesan satu mangkuk es krim vanilla agar bisa sedikit mendinginkan pemikiran nya. Ia sudah kehilangan pekerjaan nya untuk saat ini. Meskipun ia melihat pesangon yang di berikan pak Banu itu banyak namun pasti akan habis dalam waktu beberapa bulan kedepan untuk digunakan sebagai uang kebutuhan nya. Ia melamun, hingga tak sadar ada dua orang perempuan yang seumuran dengan nya kini sedang berdiri di samping meja nya dan menatap nya dalam-dalam. Mereka seperti kaget melihat Ailane. Apakah ada yang salah terhadap dirinya? Ailane memandangi mereka balik, bukannya memutus kontak mata, mereka berdua masih setia melihat ke arah nya. "Maaf? Kalian mau duduk sini?" Tanya Ailane. Mereka berdua akhirnya tersadar kemudian memeluknya erat dan menangis histeris. Ia bisa merasakan baju nya kini basah karena air mata mereka yang menempel. Siapa mereka? Mengapa mereka tiba-tiba memeluk nya dan menangis? Beberapa saat setelah mereka puas memeluk Ailane mereka melapas pelukan nya. Rasanya lega sekali bagi Ailane setelah di peluk oleh dua orang dengan sangat erat kemudian kini ia bisa menikmati menghirup nafas kembali. "Kalian siapa?" Tanya Ailane. Mereka hanya diam, mereka masih sibuk memandangi dirinya seperti saat tadi. "Kita tau itu bukan kamu. Tapi kita seneng banget bisa ketemu sama kamu Ailane." Ailane tersedak, bagiamana mereka bisa mengetahui nama nya? "Kita percaya reinkarnasi itu ada. Kamu reinkarnasi dari sahabat kita. Atau mungkin itu kamu?" Ailane tak paham sama sekali apa yang dibicarakan oleh mereka. Reinkarnasi? Itu bukan dirinya? Maksudnya apa? Jika itu memang bukan dirinya, lalu siapa diri nya? Mereka kembali memeluk Ailane tapi tak se kencang saat pertama. "Ternyata benar ucapan om Sean dulu. Kamu nyata, bukan halusinasi dia aja." Sean? Mereka kenal dengan Sean? Astaga ternyata dunia sempit sekali. "Aku Manda, dan ini Karin." Kedua perempuan itu kini memperkenalkan diri mereka secara bergantian secara ramah. Ailane menyambut uluran tangan mereka bergantian. "Ai---" "Kita udah tau kamu siapa." Ucap perempuan yang bernama Karin. "Kalian siapa?" "Kita engga percaya bisa ketemu kamu lagi. Padahal kita dulu datang ke pemakaman kamu." Deg! Pemakaman? Apa maksud mereka? Siapa yang mereka maksud orang yang mereka datangi saat pemakaman? "Hust! Itu bukan dia." Tegus Manda. Mereka sepertinya dua sahabat yang sangat dekat. Ailane seperti orang bodoh sekarang, bertemu dua orang yang tidak mereka kenal namun mereka mengenal siapa dirinya. "K-kalian kenal om sean?" "Kenal, dia dulu tunangan kamu kan sebelum kamu meninggal? Pasti om Sean seneng banget deh bisa ketemu kamu lagi." Ucap Karin tersenyum bahagia. "Karin! Jaga mulut Lo! Itu Ailane bukan dia!" Bentak Manda kepada Karin membuat nya sedikit berjingkat kaget. "Maaf ya Ailane, dia orang nya emang suka gitu." "Hihi engga apa-apa kok," ucap nya malu-malu. Selanjutnya hening saja. Masih bingung apa yang akan mereka bahas selanjutnya. Tapi mereka paling sering memandangi nya. Seperti bertemu seorang teman lama yang sudah tidak bertemu dalam waktu lama. "Ailane. Kapan-kapan aku ajak kamu ke makam dia ya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN