Setelah di bingungkan dengan kejadian beberapa waktu yang lalu saat dua orang yang tak di kenal nya itu datang dan langsung memeluk nya erat kini ada satu permasalahan lagi yang membuat dirinya jengah.
Sean kini telah duduk di sofa ruang tamu dengan kedua orang tua nya. Bagaimana mungkin Sean menjadi se akrab ini dengan mereka?
Ia pusing karena baru saja ia kehilangan pekerjaan nya, dan kini orang yang selama ini berusaha ia hindari tanpa permisi datang ke rumah nya dan membawakan keluarga nya banyak sekali makanan.
Semua makanan nya dikemas dengan elegan dan juga menawan. Pasti mahal. Ada banyak roti dan beberapa makanan lainnya yang Sean bawakan.
Memang dulu saat ia sedang ngambek dengan Sean, Sean tinggal membelikan Ailane makanan yang banyak dan lama-kelamaan Ailane akan membaik dengan sendiri nya.
Kali ini berbeda, ia sangat marah besar. Sebanyak apapun saat ini Sean membawakan banyak makanan Ailane tak akan goyah. Ia tak akan luluh dengan rayuan maut Sean kembali.
Inget ya om gua bangka, aku engga akan balik lagi sama kamu!
Batin Ailane dalam hatinya, ia melempar tatapan sinis pada Sean.
Setelah ia mengucap kan salam dan di balas oleh mereka bertiga, Ailane langsung masuk begitu saja ke dalam rumah nya melewati Sean seakan-akan Sean tidak berada disana.
Indro yang melihat anak nya bersikap tidak sopan terhadap tamu lantas menegur nya.
"Ailane, ayah tidak pernah mengajar kan kamu tidak sopan terhadap tamu." Ucap Indro yang sukses menghentikan langkah Ailane.
Ailane mendengus, tidak menjawab nya.
Ia mengambil kursi dan duduk di sebelah Sarah, sengaja tidak mau berdekatan dengan Sean.
"Apa?" Ailane berbicara ketus sekali terhadap Sean. Sejak awal ia masuk ke dalam rumah hingga saat ini Sean belum mengalihkan pandangan nya dari dirinya. Membuat Ailane risih dan merasa seperti tengah di perhatikan.
"Ailane! Yang sopan!" Indro menegur Ailane untuk yang kedua kalinya.
"Maaf yah,"
"Jangan minta maaf sama ayah, minta maaf sama Sean."
Apa meminta maaf? Apa Ailane tidak salah dengar? Harusnya kan Sean yang meminta maaf terhadap nya bukan ia.
"Maaf," Ailane mengucapkan kata maaf dengan malas. Ia tidak ikhlas, bagiamana jika ia saja tidak memiliki kesalahan dengan Sean tapi malah dirinya yang harus minta maaf.
Seandainya saja orang tua nya tau kenapa ia semarah ini terhadap Sean karena laki-laki tua bangka itu telah meneriaki nya di hadapan semua orang. Sebentar, tidak! Tidak! Jangan sampai orang tua nya tau jika ia pernah mencoba untuk bekerja pada dunia malam. Ini tidak boleh ia biarkan, lebih baik ia diam saja.
Ia takut jika ia melawan Sean dan bersikap tidak sopan terhadap Sean bisa membeberkan apa yang ia sembunyikan dari kedua orang tua nya.
"Tidak apa Ailane."
Ailane melengos kan kepala membuang pandangan dari Sean.
"Nak Sean jadi mengajak Ailane keluar?" Tanya Sarah.
Bola mata Ailane hampir copot karena melotot kaget atas apa yang diucapkan oleh ibu nya. Keluar? Bersama Sean?
"Engga, Ailane capek." Jawab Ailane.
Sarah memberikan pertanyaan itu terhadap Sean tapi yang membalas malah Ailane. Tidak sopan sekali.
"Ibu berbicara dengan Sean, bukan kamu."
Mengapa kini semua orang berpihak kepada Sean? Sebenarnya anak mereka itu Sean atau dirinya?
"Jadi Bu, jika ibu dan bapak mengizinkan saya untuk mengajak anak kalian pergi." Balas Sean ramah.
Harusnya itu Rayhan bukan Sean. Harusnya ia mengenalkan Rayhan terlebih dahulu kepada kedua orang tua nya bukan Sean.
Lihat? Orang tua nya sekarang seperti termakan sikap dan ucapan Sean sehingga mereka terlihat sangat menerima Sean.
"Kamu jelas mengizinkan asalkan nak Sean bisa menjaga anak kami." Balas Indro.
"Tentu saja saya bisa,"
"Ya sudah, asalkan kalian kembali sebelum tengah malam ya nak." Ucap Sarah yang kini ikut mengizinkan mereka untuk pergi.
Sarah membantu secara paksa Ailane agar berdiri kembali dan pergi bersama Sean.
Dengan berat hati Ailane mengikuti kemauan orang tua nya dan ikut pergi bersama Sean.
Jika kalian bertanya-tanya kenapa orang tua nya mengizinkan Sean untuk membawa Ailane keluar adalah Sean menjelaskan jika dalam Minggu ini mereka sedang bertengkar hebat dan Sean tak tahu lagi harus membujuk Ailane dengan cara seperti apa agar gadis itu mau menerima nya kembali.
Melihat ketulusan dan kegigihan Sean, Indro seperti yakin jika laki-laki itu bisa menjaga anak semata wayang nya. Ia juga melihat jika Sean sangat dewasa saat menghadapi sifat anak nya yang cenderung kekanak-kanakan.
Apalagi Sean sopan sekali, tutur kata nya lembut membuat Indro tak memiliki keraguan sedikit pun terhadap Sean.
Ailane kini masih belum mengeluarkan suara sedikitpun saat sudah berada di dalam mobil Sean.
Ia biasanya tidak menolak saat Sean memasang kan sabuk pengaman pada nya. Untuk kali ini ia menolak dan memasang nya sendiri.
Bukan nya marah, Sean malah gemas melihat tingkah Ailane yang masih ngambek terhadap nya.
Ia sudah trauma rasanya meluapkan kemarahan nya terhadap Ailane. Sekali lagi jika ia mengulangi kesalahan nya yang sama tak menutup kemungkinan jika ia bisa kehilangan Ailane untuk setetus nya.
Ternyata membujuk Ailane agar tak marah lagi sangat sulit seperti membujuk seorang anak kecil yang ingin sebuah mainan.
"Ailane," panggil Sean.
Ailane hanya berdehem menjawab panggilan itu, namun pandangan nya terlalu terfokus memandang ke arah luar jendela.
"Jangan terus mendiamkan saya," Sean benci keadaan dimana Ailane terus mendiamkan nya seperti ini.
"Saya harus apa lagi agar kamu memaafkan saya?" Tanya nya frustasi.
Meskipun Ailane masih marah terhadap nya tapi ia senang karena bisa bertemu Ailane kembali.
Jika saja ia dulu tidak mendiamkan pesan Ailane saat meminta maaf kepada nya mungkin Ailane tidak akan seperti ini dan hubungan mereka selama ini pasti masih dalam kondisi baik-baik saja.
"Pergi," ucap Ailane enteng.
"Tidak, saya tidak akan pergi meninggalkan kamu."
"Bodo,"
"Ailene, jangan seperti ini terus. Saya tidak tahan."
"Yang engga tahan kan om? Kenapa aku juga harus repot?" Ketus Ailane. Meskipun begitu ia masih belum menatap mata Sean.
Sean mengerem mobil nya mendadak membuat Ailane hampir terpental ke depan untung saja ia memakai sabuk pengaman sehingga ia tak jadi terpental.
"Lihat saya. Saya sudah berada didepan kamu, lampiaskan kemarahan kamu kepada saya secara langsung tapi setelah ini jangan mendiamkan saya lagi,"
Ailane tertegun dengan ucapan Sean itu. Jika sudah berhadap-hadapan seperti ini ia jelas tidak bisa melampiaskan kemarahan nya kepada Sean.
Sialan kuat banget pesona om-om tua bangka satu ini!
Bukannya ingin marah, melihat bola mata Sean justru membuat Ailane jatuh kepada pesona Sean yang membuat dirinya melupakan kemarahan nya selama ini.
Ailane masih mematung, usaha nya selama ini saat ia berusaha untuk marah kepada Sean malah tidak bisa.
Kenapa ia kini menjadi salah tingkah saat Sean menatap nya seperti ini?
Tak tahan dalam posisi sedekat ini dengan keadaan saling bertatapan, Ailane lah yang pertama memutuskan eye kontak di antara mereka. Jurus andalan nya adalah membuang pandangan nya ke arah luar jendela.
"Udah si, jalanin aja lagi mobilnya," pintah nya persis sekali seperti majikan yang menyuruh sopir nya.
"Tidak akan. Sampai kamu tidak mendiamkan saya kembali, saya baru akan menjalankan mobil saya kembali," tantang Sean.
"Ya udah." Pasrah Ailane. Ia masih menyibukkan diri nya dengan melihat ke arah luar jendela yang memang tidak ada sesuatu yang menarik untuk dilihat.
Sean tak main-main dengan ucapan nya, sudah lima belas menit berlalu Ailane masih setia mendiamkan nya. Itu artinya, sudah lima belas menit pula mobil Sean masih berhenti di pinggir jalan tanpa ada niatan untuk menjalankan mobil nya kembali.
"Om!"
"Tidak kuat mendiamkan saya?" Sean tersenyum penuh kemenangan membuat Ailane semakin sebal menatap wajah Sean itu.
"Ayo jalan lagi," kali ini Ailane mengaku kalah dari Sean dan harus mengalah.
Ingat untuk kali ini saja, jangan harap untuk setelah nya Sean akan menemukan Ailane mengalah seperti ini.
Sesuai perjanjian awal, Ailane sudah tak mendiamkan diri nya lagi ia berati Sean harus melanjutkan perjalanan mereka kembali. Sean sebenarnya tidak memiliki tujuan akan mengajak Ailane pergi kemana.
Berkeliling kota saja tanpa memiliki tujuan yang jelas asal itu bersama Ailane Sean tak mempermasalahkan nya.
"Jangan gitu lagi, Ailane takut." Ucap Ailane. Memang, kemarahan Sean sukses menjadi sebuah mimpi buruk untuk nya.
"Saya tidak akan mengulangi nya lagi, saya tidak tahan jika kamu mendiamkan saya seperti ini lagi."
Sean menyandar kan kepala Ailane pada bahu nya. Ailane tidak menolak nya ia merasa aman berada di posisi ini.
Saat mereka saling berdiam diam an sebenarnya Ailane juga merasa sedikit kesepian. Ailane hanya kesepian bukan merindukan Sean.
"Saya tidak mau kehilangan kamu Ailane, tolong berada disini bersama saya dalam sisa hidup saya."