please stay away!

1120 Kata
Ia baru saja diantar pulang oleh Rayhan. Sejak bertemu hingga mau pulang senyuman selalu terbit di wajah cantik nya. Padahal saat insiden keju itu ia sempat memiliki pemikiran jika Rayhan akan menjauhinya karena ia kampungan. Ternyata tidak, Rayhan malah meminta maaf karena tidak tahu jika sebenar nya Ailane tidak menyukai keju. Ia sempat bersedih karena pas ia pulang tadi ternyata kedua orang tua nya masih di warung, padahal Ailane berniat mengenalkan teman baru nya kepada orang tua Ailane. Pasti mereka akan menyukai Rayhan, karena Rayhan tipikal anak yang sopan dan berpenampilan rapi. Mudah menyesuaikan diri dengan siapa yang ia ajak berbicara. Tunggu, teman? Ah iya! Untuk saat ini status mereka masih sebatas teman biasanya. Baru saja pertama kali bertemu masa iya langsung mengungkapkan perasaan nya. Tidak tahu nanti, tidak ada seorang pun yang bisa melihat seperti apa kehidupan seseorang dalam beberapa waktu kedepan. Tapi suatu saat nanti ia ingin memiliki suami yang baik serta selalu sayang terhadap nya dan tidak pernah kasar. Sama seperti Indro, Seorang ayah sekaligus suami bagi Sarah yang selalu sayang terhadap keluarga. Memang sesekali ayah nya bersifat tegas padanya jika memang ia melakukan sebuah kesalahan. Tegas bukan kasar, bagi Ailane tegas adalah sebuah tindakan yang harus diambil jika seseorang melakukan kesalahan agar seseorang itu tidak mengulangi kesalahannya, tapi tegas dalam artian yang baik tanpa ada kekerasan atau secara kasar dalam meluruskan kesalahan orang tersebut. Kini saja ia barusan keluar dari kamar mandi selesai mandi. Tak apa meskipun cuaca hari ini sangat teriak asal ia bersama dengan Rayhan ia tak akan mengomel. Ia merebahkan tubuh nya di kasur sambil memainkan ponsel nya. Alunan lagu traitor yang dinyanyikan oleh Olivia Rodrigo beralun kencang di ponsel nya pertanda ada seseorang yang menelpon nya. "Pasti Rayhan! Masa iya sih udah kangen sama aku?" Ailane terkikik bahagia membayangkan ia bertelfonan dengan Rayhan padahal beberapa menit yang lalu mereka baru saja bertemu beberapa jam. Ia melihat nama sang penelepon kemudia mengerucut kan bibir nya sebal. Om Sean is calling...... "Mau apa si om tua bangka ini?" Dumel nya. Ia tak mengangkat telfon itu karena ia malas berurusan kembali dengan Sean. Ia melempar ponselnya di kasur dan membiarkan agar mati dengan sendirinya karena panggilan nya sengaja tidak ia jawab. Ia bernafas lega, telfon nya sudah mati. Tapi beberapa menit setelah nya telfon kembali berdering. Kali ini Ailane tidak mendiamkan nya melainkan langsung menggeser ke kiri pertanda ia menolak telfon itu. Ia sampai mematikan data pada ponselnya agar notifikasi dari w******p tidak masuk karena ia memang sedang off. Bukan Sean jika menyerah begitu saja. Ia kembali menelpon nya, bukan melalui w******p, melainkan pada telfon seluler. Karena kemarahan Ailane sudah sampai di ubun-ubun, ia menerima telfon itu. "Selamat sore Ailane. Kenapa lama sekali mengangkat telfon saya?" Suara bariton Sean terdengar di telinga nya kini. Ailane masih belum bergeming ia masih malas karena kejadian tempo hari yang ia lihat oleh mata kepala nya sendiri. Sean bukan baik terhadap dirinya saja, Sean memperlakukan semua wanita sama seperti Sean memperlakukan nya. Tak ada yang spesial lagi ternyata. Untung saja cinta lama nya yang dulu sempat kandas karena tidak ada harapan kini bisa selangkah lebih dekat dengan nya. Tak apa jika Sean akan meninggalkan nya, asal rayhand tetap berada disini bersama dirinya. "Ailane kamu masih mendengar saya?" Ulang Sean mengeluarkan suara nya. Telfon memang masih tersambung, tapi tak ada jawaban apa-apa dari Ailane yang berada jauh dengan dirinya. Ailane mendengar semua kaya yang diucapkan oleh Sean hanya saja ia malas untuk merespon nya. Jika Ailane sudah malas dengan seseorang, akan sangat susah orang tersebut agar Ailane bisa dekat lagi dengan orang yang membuat nya malas. "Ailane, jawab saya. Saya ingin mendengar suara kamu," suara Sean jauh lebih lembut ketimbang tadi. Kesannya ia memohon dari nada bicara nya. Ia ingin sekali mendengar suara Ailane. Suara yang tidak ia dengan sama sekali selama satu Minggu ini. Apalagi ia juga belum bertemu Ailane semenjak kejadian ia memarahi Ailane di depan banyak orang saat berada di club. Sean kini menyesali perbuatannya dulu yang terlalu mengedepan kan amarah nya. Jika saja dulu ia jauh lebih lembut menghadapi sikap nya dan tak langsung marah begitu saja mungkin Ailane tak akan menjadi diam seperti ini. Padahal menurut Ailane Sean lah yang mendiamkan nya. Sean mendiamkan Ailane karena ia berfikir jika gadis itu pasti marah kepada nya atau justru takut untuk bertemu dengan nya lagi. Akhirnya baru hari ini Sean berani menghubungi Ailane kembali. "Apa?" Jawab Ailane singkat padat dan dengan nada ketus. Biarkan saja agar Sean tahu jika ia malas berurusan dengan nya. Seharusnya, jika sudah tau di awal telfon saja Ailane sudah mendiamkan nya kenapa telpon itu tidak langsung di matikan saja malah terus mendesak Ailane agar menjawab nya. "Syukurlah, saya kira kamu akan mendiamkan saya terus-menerus." Balas Sean. Ia tak seharusnya semarah itu lagi, cukup kemarin saja dan akan ia jadikan pelajaran untuk kedepannya agar tidak marah membabi buta seperti dulu lagi. Tahan amarahmu Sean, agar tak kehilangan wanita mu nanti. "Kalo om Sean nelfon Ailane cuma buat ginian doang, mending Ailane matiin!" Tutttttt----- Tanpa mendengar jawaban selanjutnya dari Sean, ia sudah mematikan sambungan itu secara sepihak. Ia benar-benar malas dengan Sean. Tak mau berlama-lama larut memikirkan Sean yang akan membuat mood nya akan semakin memburuk, ia keluar dari kamar dan mencari udara segar. Ia melihat halaman rumahnya yang tak terlalu besar itu kotor akibat daun dari pohon mangga milik tetangga nya jatuh dan kini mengotori halaman rumah nya. Ia menyapu perlahan-lahan hingga daun-daun itu sudah tidak berserakan lagi. Saat sudah bersih ia duduk di depan rumah. Melamun sebentar saja, ia tahu melamun tidak baik namun ia sangat suka untuk melamun. Tiba-tiba ada sekelebatan seperti seseorang perempuan lewat di samping nya ia melihat perempuan itu hanya dari ekor matanya. Saat ia menoleh, sepi tak ada siapa-siapa. Mungkin itu hanya perasaan nya saja. Apalagi ia juga sedang melamun memikirkan hal apa yang tak diketahui nya. Ailane....... Bisikan itu lagi! Ailane menutup telinga nya rapat-rapat dengan kedua tangan nya. Tapi kepala nya juga sangat pusing, bahu nya terasa berat. Ada apa ini? Memang hanya sekali saja ia mendengar bisikan yang memanggil nama nya. Tapi tak ada bisikan minta tolong yang selalu terdengar setelah seseorang itu memanggil namanya. Sebenarnya suara apa ini? Kenapa hanya dirinya saja yang bisa mendengar nya? Ia buka indigo, tentu jika itu suara 'mereka' yang berasal dari dimensi berbeda tentu ia tak bisa berkomunikasi. Tapi ini? Ia sampai tak tahu lagi harus bercerita kepada siapa tentang apa yang selama ini ia dengar. Lebih baik ia masuk saja menonton televisi. Namun saat ia hendak masuk ia melihat jendela nya sangat banyak debu. Mungkin ia harus membersihkan jendela itu. Tapi ia kini beralih pada sebuah tulisan yang berada di dinding. Seperti membersihkan nya dari debu dan membentuk sebuah tulisan. "Tolong aku, aku terjebak pada dirimu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN