I Like Nabila

1319 Kata
Nabila menempelkan pengumuman dari Rangga, di salah satu papan pengumuman dengan hati yang senang. Sudah dua papan pengumuman yang berhasil Nabila tempel. Sisanya, hanya akan mengikuti. "Itu si Nabila, yang dulu dari sanitasi yang diambil pak Rangga untuk dibawa ke kantor ya?" Lamat-lamat, Nabila mendengar seseorang sedang membicarakannya. Dari mana asal suara itu, Nabila mendekatinya tanpa harus mengetahui siapa yang membicarakannya. Suara itu berasal dari salah satu ruangan di balik papan pengunguman yang baru saja ia tempel dengan kertas pengunguman. Dari suaranya rasa-rasanya ia dulu pernah mengenal saat masih jadi pegawai sanitasi di proses produksi. Suara dari ibu-ibu tukang gosip. "Ya, aku dengar, pak Rangga mengadakan tes. Apa karena permintaan Nabila juga?" Suara yang lain terlihat menimpali. "Kok gak masuk akal ya? Dia bisa jadi kaki tangannya pak Rangga, padahal cuma anak baru, dulu juga cuma jadi sanitasi." "Ya... Dengar-dengar juga katanya Nabila menggoda pak Rangga." Hati Nabila serasa remuk. Ia marah, sedih, kesal bahkan tidak bisa lagi mengungkapkan apa yang dirasanya. Ia baru sadar jika ada gosip murahan seperti itu menyangkut dirinya. Nabila tidak akan mau menegur mereka, dia akan memutuskan pergi begitu saja. Dengan lemas, ia akan beranjak menempelkan kertas yang dibawanya ke papan pengumuman lain. Saat ia berbalik, ia melihat Tyas sedang berdiri tepat di hadapannya dan melihatnya penuh arti. Nabila yang tak sengaja melihatnya pun tak dapat mengelakkan pandangan karena tatapan aneh dari Tyas sama seperti yang diberikannya siang kemarin. Tyas berjalan pelan ke arah Nabila. "Nabila, aku ingin berbicara sebentar," kata Tyas. Tanpa menunggu konfirmasi, Tyas segera saja masuk ke ruangan produksi. Nabila yang canggung hanya bisa menurut dan mengikuti Tyas yang masuk ke kantor produksi. Mereka duduk berhadapan yang disekat oleh sebuah meja kerja. "Nabila, aku minta maaf harus mengatakan hal ini padamu. Tolong kamu tidak perlu mengikuti tes itu," kata Tyas tegas. Nabila yang setengah menunduk segera mendongakkan wajahnya dan melihat ke arah Tyas dengan penuh pertanyaan. Saat Nabila ingin bertanya kenapa? Tapi rasanya ia tak sanggup untuk mengungkapkannya. "Apa kamu tahu tujuan Rangga mengadakan tes? Itu hanya agar kamu bisa menduduki posisi tersebut. Jika memang hanya itu, untuk apa ia susah-susah membuang waktu untuk mengadakan tes itu?" ungkap Tyas lagi. Nabila masih tidak mengerti tentang penjelasan itu. Bagaimana mungkin Rangga hanya bertujuan begitu? Nabila belum bisa membalas apa-apa pada Tyas karena pertanyaan besar muncul di kepalanya. "Apa kamu sudah dengar rumor yang beredar tentangmu saat ini? Kamu sudah menggoda Rangga," kata Tyas lagi. Kali ini dengan nada sinis. Nabila terdiam. Ya. Gosip yang tersebar ternyata seperti itu. Ia juga baru menyadarinya saat ia menempelkan kertas pengumuman tadi. Saat itu juga, Nabila merasa sangat geram dan marah sekali mendengar hal itu. Ia hanya benar-benar baru tahu. "Pikirkanlah. Rangga adalah seorang manajer yang sangat berprestasi di perusahaan ini, dibandingkan manajer-manajer yang lain, bahkan yang lebih tua darinya. Jika dia mengangkat seorang pegawai sanitasi, apakah itu masuk akal?" Pertanyaan Tyas semakin membuat bingung Nabila. Nabila masih tertunduk karena merasa kepalanya penuh dengan kebingungan yang tiba-tiba melandanya. Lidahnya juga merasa kaku tiba-tiba. Tidak bisa bergerak. “Apa kamu sadar bahwa itu sangat tidak baik untukmu. Kamu kan perempuan yang sudah menikah? Apa kata suamimu nanti jika kamu dekat dengan seorang manajer disini?” ungkap Tyas dengan puas. Nabila terkejut mendengar pernyataan Tyas. Ia segera mendongakkan wajahnya memandang ke arah Tyas. Tyas tersenyum sinis melihatnya. “Apa kamu kira aku tidak tahu?” tanya Tyas masih dengan tatapan yang sama. “Saya... seorang janda," ujar Nabila ragu mengatakan hal tersebut. “Apa?!" Tyas nampak lebih terkejut mendengar ungkapan Nabila. “Kamu... janda?!" tanya Tyas lagi untuk mengetes pendengarannya apakah masih berfungsi dengan baik. Nabila hanya mengangguk. "Jadi memang benar? Karena kamu janda, kamu menggoda Rangga dan tes itu adalah permintaanmu?" tanya Tyas semakin menyakitkan hati Nabila. Nabila melihat ke arah Tyas dengan tatapan tajam. "Maaf mbak Tyas. Saya tidak serendah itu!" kata Nabila sedikit marah. Melihat Nabila yang menaikkan nadanya, Tyas sebagai atasannya tidak terima. "Apa kamu tidak bisa lebih sopan?!" bentak Tyas sembari berdiri dan menghentakkan kedua tangannya di meja. Tyas nampak kesal sekali. Seorang Nabila yang awalnya hanya seorang pegawai sanitasi bisa berbicara seperti itu terhadapnya. Nabila segera terdiam serba salah, ia tidak bermaksud untuk seperti itu. Ia hanya refleks merespon dirinya yang merasa terhina. Ia bingung dan bagaimana cara menjelaskannya pada Tyas. "Ada apa ini?!" Suara Rangga mendadak muncul dari sana. Kedua perempuan yang fokus satu sama lain itu sampai tidak menyadari ada Rangga yang sudah berdiri di pintu kantor produksi. Mereka salah tingkah melihat Rangga ada di sana. Rangga yang memasukkan kedua tangannya ke saku celananya itu berjalan mendekati mereka. "Nabila, selesaikan tugasmu untuk menempelkan kertas pengumuman yang aku perintahkan tadi. Setelah itu kembalilah untuk menyelesaikan tugasmu di kantor." pinta Rangga pada Nabila. Nabila yang duduk, segera berdiri dengan canggung. "Ba... Baik pak." Nabila lalu keluar kantor produksi dengan kikuk. Beberapa detik ketika Nabila keluar, Rangga melihat Tyas yang juga salah tingkah. "Apa ada yang ingin kamu bicarakan padaku?" tanya Rangga dengan nada dingin. Tidak ada respon dari Tyas. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain masih dengan sikap salah tingkah. Tyas mendengus kesal mendengar pertanyaan Rangga. “Apa kamu tahu? Nabila adalah seorang janda," ujar Tyas dengan puas. Ia berbicara dengan menghadap ke arah lain. “Lalu apa masalahmu?” tanya Rangga kembali masih dengan nada dingin. Tyas segera menoleh cepat ke arah Rangga. Ia benar-benar tercekat dengan apa yang baru saja dikatakan Rangga. Rangga nampak tidak terkejut sama sekali. “Kamu sudah tahu?!” Tyas ganti bertanya. “Dari awal saat aku memintanya ke kantor aku sudah mengetahuinya. Apa ada yang mengganggumu soal itu?” tanya Rangga lagi singkat. “Oh...” Tyas tertawa kaku. Ia tidak habis pikir dengan sikap Rangga. “Apa kamu tidak tahu gosip yang sedang beredar tentangmu dan Nabila? Apalagi dia seorang janda." Tyas mencoba memojokkan Nabila. “Apa kamu pikir aku tidak tahu siapa penyebar gosip itu?” jawab Rangga dengan nada sedikit geram. Mendengarnya, jantung Tyas seolah lepas dari tempatnya. Ia menelan ludah dan mengeluarkan keringat dingin. Ternyata Rangga sekritis itu? Rangga mendengar salah satu rumor tentangnya. Saat ia menyelidikinya dan mencoba mengurutkan dari siapa asal mula yang menceritakan kabar tidak sedap antara dia dan Nabila, sudah langsung ketahuan sumber itu berasal dari satu orang. Tyas. Tyas sendirilah pelakunya. Tyas awalnya hanya menceritakan pada salah satu wanita yang bekerja di proses produksi. Begitu juga yang ada di kantor bahwa seolah-olah Nabila yang sudah menggoda Rangga. Tentu Rangga hanya menyuruh orang untuk menyelidikinya. Sehingga setiap penyebar rumor tersebut bisa berkata jujur dan tanpa curiga bahwa bukan Rangga yang sedang mencari tahu. Jadi, dalang dari ini semua memanglah Tyas. “Kamu benar-benar kelewatan Tyas.” Nada Rangga masih terlihat sama. “Lain kali, jika kamu ingin tahu lebih dalam tentang hubunganku dan Nabila, kamu hanya langsung bertanya padaku," lanjut Rangga. Tyas yang tiba-tiba bingung harus berbuat apa hanya terdiam dan tidak bisa membalas apapun pada Rangga. Melihat Tyas hanya diam, Rangga memutuskan untuk keluar. Rangga berbalik dari Tyas. "Apa kamu benar-benar akan melakukan tes ini?!" teriak Tyas membuat Rangga terhenti. Rangga kembali berbalik dan memperhatikan Tyas. "Apa masih kurang jelas dengan kertas pengumuman yang aku buat?" Rangga balik bertanya dengan dingin. Tyas benar-benar kesal melihat sikap Rangga. Selama ini Rangga tidak pernah sedingin itu padanya. Tyas terguncang hingga ia tidak bisa membalas kalimat Rangga. Sedangkan, Rangga hanya akan meneruskan keinginannya untuk keluar kantor. "Dari semua yang kamu lakukan, sangat terlihat jika kamu menyukai Nabila," gumam Tyas dengan dengusan kesal. Rangga yang sudah berjalan agak jauh itu, terhenti. Ia berbalik ke arah Tyas lagi. Melihat Tyas yang baru saja menyedekapkan kedua tangannya. "Ya," ucap Rangga sangat mantap. Tyas terhenyak dengan jawaban Rangga itu. Ia menoleh ke arah Rangga dengan hanya mengerjap bingung. Tyas tidak salah dengar bukan? "Aku memang menyukai Nabila," ungkap Rangga sekali lagi. Terdengar sangat jelas di telinga Tyas. Namun, tatapan dingin masih melayang ke arahnya. Setelah itu, Rangga kembali berbalik dan kali ini ia benar-benar meninggalkan Tyas. Tiba-tiba, d**a Tyas serasa ditumpuk batu bata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN