Suddenly Kiss

1248 Kata
Nabila terlihat setengah kelelahan. Ia melihat sudah hampir pukul dua siang. Pantas saja rasanya lelah sekali. Dari pagi ia belum beristirahat. Ia berhenti sejenak dan duduk di kursi kecil di dekat ruang produksi. Ia memeriksa kembali data yang harus ia olah menjadi laporan. "Aku rasa ini sudah lengkap," gumamnya pelan berbicara sendiri. Nabila lalu berdiri dan akan kembali ke kantor. Ia akan mengerjakan datanya untuk disajikan sebagai sebuah laporan yang akan ditunjukkan pada Rangga. Saat ia akan melangkah, ia melihat Tyas berdiri di hadapannya. Nabila terkejut melihat Tyas tiba-tiba berdiri di hadapannya. Tyas berwajah muram menghadap padanya. Tyas menyedekapkan kedua tangannya. Ia berjalan ke arah Nabila. "Kamu sudah tahu kan? Hubunganku dan Rangga sangat dekat. Bahkan keluarga kami saling kenal satu sama lain," ujar Tyas dengan angkuhnya. Ia mengatakan seperti itu saat sudah berdiri tepat di depan Nabila. "Maaf mbak Tyas, apa hubungannya dengan saya?" Nabila justru bertanya, mencoba membalas ungkapan Tyas. "Tentu kamu harus tahu. Aku memperingatkanmu. Kamu tidak boleh mendekati Rangga lagi. Sampai kapanpun dia adalah milikku!" ungkap Tyas bernada kesal. "Mbak Tyas. Saya ke sini hanya berniat untuk bekerja. Saya tidak pernah..." "Bohong!" potong Tyas menghentikan kalimat Nabila. Nada Tyas meninggi. "Aku masih melihatmu begitu dekat dengan Rangga. Aku bahkan melihat kalian pulang bersama. Sekarang, aku menginginkanmu jauhi Rangga!" ancam Tyas. "Jangan salah paham. Dia sendiri yang memaksa untuk mengantar saya pulang," jelas Nabila yang membuat Tyas semakin kesal. Tyas mendengus pelan. "Dengar Nabila! Sejak ada kamu, Rangga semakin tidak ada waktu untukku. Aku harus mengatakan padamu bahwa kamu hanya sebuah penghalang," ujar Tyas seolah membalikkan keadaan. "Kamu hanya memanfaatkan kesempatan. Kamu hanya berpura-pura saja. Kamu terlihat seperti perempuan lugu dan baik, tapi memang itulah yang ingin kamu tonjolkan untuk menarik perhatian Rangga, bukan? Aku tahu kalau kamu sangat licik!" tuduh Tyas dengan sorot mata tajam. Kalimat Tyas, sangat menyakitkan. Nabila merasa sangat marah dan kesal. Tangannya mengepal dan menahan amarahnya agar tidak keluar. "Itu semua hanyalah pemikiran mbak Tyas," jawab Nabila masih berusaha untuk sopan. Tyas berjalan semakin mendekat ke arah Nabila. "Jangan pernah mengganggu hubunganku dan Rangga lagi. Kamu akan tahu akibatnya." Sekali lagi Tyas mengancam Nabila. Nabila yang tidak tahu lagi harus berbuat apa, memilih melanjutkan jalannya dan menjauhkan dirinya dari Tyas. Nabila pergi meninggalkan Tyas tanpa sepatah katapun. Seberapa banyak ia menjelaskan, akan percuma rasanya. Tyas merasa puas sekali melihat ekspresi Nabila seperti itu. Ia merasa akan jauh lebih mudah mendapatkan Rangga jika Nabila harus tersingkir lebih dulu. Nabila merasa hatinya meluap-luap ingin pecah, tapi ia tetap berusaha menahannya. Saat ia kembali ke kantor, ia melihat Rangga tidak ada di sana. Untunglah. Saat ini ia tidak bisa menemui Rangga. Ia hanya akan menjauhi Rangga. Hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini. Ia masih teringat kalimat Tyas yang sangat menyakitkan baginya. Tangannya yang dari tadi masih mengepal kini kian longgar dan terbuka. Nabila merasa perasaannya tidak karuan. Nabila merasa, hatinya campur aduk. Sampai-sampai ia tidak tahu bagaimana menyikapinya. Air matanya menetes begitu saja. Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Saat ia merasa sudah bisa menenangkan dirinya, ia mencoba kembali berkonsentrasi pada komputernya. Hanya itu yang saat ini bisa dikerjakannya walaupun sulit sekali dijalani. Nabila ingin hari ini cepat berlalu, sehingga ia bisa pulang dengan cepat. *** Nabila selesai mengerjakan laporannya. Ia mengeceknya dan hasilnya semakin hari semakin baik. Ia sudah mencetaknya dan menaruhnya di meja Rangga yang tidak jauh darinya. Saat ia melihat jam dinding, tepat sekali waktunya pulang. Ia segera buru-buru membereskan meja, mematikan komputernya ingin segera pulang. Ia harus segera cepat pulang sebelum Rangga datang. Untung Rangga telat sore ini. Ketika komputer baru saja mati, tiba-tiba Rangga masuk ke dalam kantornya. Rangga terlihat cepat-cepat menuju kantornya tadi. Ia melihat Nabila yang sudah berkemas dan untungnya Rangga masih sempat menemuinya. "Nabila, kamu sudah akan pulang?" tanya Rangga dengan berjalan mendekati Nabila. Nabila mengangguk beberapa kali. "Iya. Aku sudah meletakkan laporan di mejamu," jawab Nabila. "Aku akan mengantarmu," tawar Rangga. "Tidak perlu. Aku akan pulang sendiri," tolak Nabila masih dengan bergegas. Saat ia sudah berdiri, Tyas masuk ke dalam kantor Rangga. Suasana menjadi aneh kembali. Tyas berjalan mendekati Rangga yang masih berdiri di depan Nabila. Tyas menarik lengan Rangga. "Rangga, sore ini kamu jadi bisa mengantarku kan?" Tyas Dengan nada manja. Rangga nampak terdiam. Ia bingung bagaimana harus menolaknya. Nabila mencoba tidak peduli. Ia segera meraih tasnya dan berjalan menjauhi Rangga dan Tyas. Rangga tak kuasa melihatnya. Dengan refleks, Rangga menahan Nabila dengan memegangi pergelangan tangan Nabila. Mencegah agar Nabila tidak lagi menjauhinya. Nabila terkejut. Ia menoleh ke arah Rangga dengan terkesiap. Apalagi Tyas yang juga masih memegangi lengan Rangga. Situasi macam apa ini sebenarnya? "Tunggu Nabila! Ada yang ingin aku sampaikan padamu," kata Rangga pada Nabila. Tyas merasa sangat kesal melihatnya. "Rangga! Apa yang kamu lakukan?! Apa kamu mengabaikanku demi perempuan itu?!" seru Tyas dengan intonasi keras. "Tolong. Aku tidak ingin terjebak dalam hubungan percintaan kalian," ungkap Nabila dengan lelahnya. Kemudian Nabila menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Rangga. Nabila lalu cepat-cepat pergi. Rangga ingin mengejarnya namun ia masih terbelenggu oleh cengkeraman tangan Tyas. "Rangga!" panggil Tyas kesal. Tyas masih memegangi lengan Rangga. Rangga benar-benar tidak menganggap Tyas yang sedang merasa marah padanya. Rangga menghela nafasnya berat. "Yas, aku mohon. Aku tidak bisa lagi membohongi perasaanku. Aku mencintai Nabila. Maafkan aku." Rangga melepaskan lengannya secara paksa dari Tyas. Rangga lalu berlari mengejar Nabila. Tyas benar-benar tersentak mendengar Rangga berbicara seperti itu. Ia membeku dan tidak bisa bergerak melihat Rangga menjauh darinya. Rangga segera buru-buru mencari Nabila. Ia berhasil menemukan Nabila yang tengah berjalan cepat di lorong yang menuju pintu keluar. Rangga segera setengah berlari ke arah Nabila. "Nabila!" teriak Rangga memanggil Nabila. Suara Rangga, menghentikan langkah Nabila. Nabila menoleh ke belakang. Ia melihat Rangga yang sudah berhasil menyusulnya. Nabila merasa setengah bingung mendapati Rangga yang sudah ada bersamanya sekarang. "Nabila, aku ingin berbicara padamu," kata Rangga. "Aku tidak ada waktu. Aku minta maaf," jawab Nabila tegas. Rangga merasa harus mengungkapkannya pada Nabila. Ia terus berusaha menjelaskannya. "Nabila!" Rangga kembali menahan Nabila dengan memegangi pergelangan tangan Nabila. Nabila sontak terjingkat. "Aku dan Tyas hanya sahabat. Di antara kami tidak lebih dari teman," jelas Rangga. Memaksa Nabila untuk mendengarkannya. "Apa pentingnya untukku?" Nabila justru balik bertanya. "Aku tidak ingin lagi dibawa-bawa dalam hubungan kalian. Aku mohon Rangga, aku hanya ingin memperbaiki kehidupanku. Aku tidak ingin terbawa masalah lagi," ujar Nabila lagi. Nabila ingin melepaskan pergelangan tangannya dari Rangga. Namun, Rangga masih menahannya. Ia tidak menuruti Nabila untuk melepaskannya. "Nabila dengarkan dulu. Antara aku dan Tyas..." "Cukup!" potong Nabila dengan meninggikan nadanya. Suaranya terdengar gemetar. Nabila tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Ia hampir menangis. Entah kenapa ia bisa seperti itu di depan Rangga? "Antara kamu dan Tyas, aku sama sekali tidak peduli. Sekarang, tolong biarkan aku pulang," ujar Nabila dengan nada memohon. Ia juga meneteskan air matanya. Sebenarnya, dengan ekspresi seperti itu, justru menandakan bahwa Nabila memang peduli. Tapi, Nabila benar-benar sudah tidak dapat menahannya lagi. Ia melakukan seperti itu karena hanya spontan. Nabila sekali lagi melepaskan pergelangan tangannya dari Rangga. Kali ini, Rangga melepaskannya. Kemudian Nabila berbalik dan menjauh dari Rangga. Kesekian detik Rangga melihat Nabila berjalan mejauh darinya. Namun tiba-tiba ia melangkahkan kaki dengan cepat menyusul Nabila. Rangga menarik lengan Nabila, sehingga Nabila kembali merasa terkejut. Dengan sergap, Rangga membalikkan badan Nabila, sampai berhadap-hadapan dengannya. Kemudian ia mencium bibir Nabila dengan cepatnya. Kedua tangannya memegangi kepala Nabila agar Nabila tidak bisa menolak ciumannya. Nabila terhenyak bukan main dengan sikap Rangga. Nabila ingin menolaknya, tapi ia tidak bisa membohongi perasaannya. Nabila, tidak bisa mengelaknya. Pada akhirnya, Nabila perlahan menutup matanya dan merasakan ciuman Rangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN