The Little Vano

1075 Kata
Nabila mengambil Vano dari tempat penitipan anak. Vano sudah mandi dan selesai makan sore. Nabila tinggal membawa tas Vano yang berisi pakaian Vano. "Terima kasih banyak," kata Nabila pada pengasuh yang memberikan Vano pada gendongan Nabila. "Sama-sama mbak Nabila," jawab pengasuh tersebut. Pengasuh itu, melihat ada seorang laki-laki sedang bersama Nabila yang berada di samping Nabila. Tentu saja dia adalah Rangga. Rangga bilang ia tadi akan mengantar Nabila pulang. Juga, ia mengantar Nabila menjemput anaknya. Vano, sudah berada pada gendongan Nabila. Saat itu, Rangga juga ikut mencubit-cubit gemas pipi Vano yang mungil dan mencoba menggoda Vano. Rangga sendiri juga merasa gemas pada Vano. "Wah, baru kali ini saya melihat ayah Vano," kata pengasuh itu. Membuat Nabila dan Rangga tersentak kaget. "Kamu beruntung ya Vano, punya mama cantik dan ayah yang tampan." Pengasuh Vano itu melihat Nabila dan Rangga lagi. "Kalian memang serasi sekali," lanjut pengasuh tadi dengan tersenyum sumringah. Rangga dan Nabila masih terkejut mendengarnya. Mereka saling berpandangan kikuk. Sekian detik kemudian, mereka memalingkan pandangannya secara bersamaan pula. Rangga hanya tersenyum. Saat itu Rangga merasa bangga dan hatinya berbunga-bunga. Namun, Nabila justru merasa tegang dan sedikit cemas. "Ah, bukan... bukan... Ini adalah atasan saya. Mohon jangan salah sangka," sanggah Nabila yang akhirnya menjelaskan. Rangga yang tadi sedang senang menjadi redup mendengar Nabila. "Atasan?" ulang pengasuh tersebut dengan heran. "Bukan," kata Rangga menjadi tengah-tengah di antara mereka berdua. Nabila terkejut mendengar satu kata dari tangga tersebut. Ia segera menolehkan kepalanya pada Rangga. Begitu juga Rangga yang membalas pandangan Nabila. "Saya, teman Nabila," ujar Rangga dengan tersenyum ke arah Nabila. Nabila melebarkan kedua matanya dan hanya mengerjap. Mereka kembali saling berpandangan sekian detik. "Oh... hanya teman ya?" kata pengasuh itu. Nabila dan Rangga yang tadinya berpandangan, kembali melihat ke arah pengasuh itu. "Kenapa? Anda kelihatannya kecewa?" tanya Rangga pada pengasuh itu. Nabila mendadak merasa aneh dengan ungkapan Rangga tersebut. "Saya pikir kalian suami istri. Karena kalian serasi sekali sih," kata pengasuh itu lagi. Nabila hanya tersenyum canggung. Berbeda dengan Rangga yang tersenyum bangga mendengarnya. Waktu sudah berjalan sekian detik. Pengasuh itu, sekali lagi menceritakan hal-hal yang Vano lakukan selama dititipkan tadi. Vano bisa bermain dan berbaur dengan anak-anak yang lain yang juga dititipkan di tempat penitipan itu. Pengasuh itu juga mengatakan bahwa Vano tidak nakal. Percakapan singkat sudah dirasa cukup. Nabila juga sudah paham akan penjelasan dari putranya. Nabila dan Rangga, lalu segera minta pamit pada pengasuh itu. Pengasuh itu mengantarkan mereka sampai di depan pintu. Saat sudah di luar, Nabila dan Rangga berjalan ke arah parkiran. Menuju mobil milik Rangga. Rangga membukakan pintu mobilnya untuk Nabila. Nabila merasa setengah canggung melihat sikap gentle dari Rangga itu. Namun, ia akhirnya bisa menerimanya dengan tersipu. Nabila yang masih canggung, naik ke dalam mobil Rangga. Rangga menutup pintu mobilnya. Kemudian, ia memutar jalan ke arah depan mobilnya untuk masuk ke bagian tempat duduk pengemudi. "Aku ingin mengajak jalan-jalan Vano," kata Rangga tiba-tiba yang juga sudah berada di dalam mobil. Ia sembari memasang sabuk pengamannya. Nabila melihat ke arah Rangga cepat karena kaget. "Jalan-jalan?" ulang Nabila dengan nada tanya. "Iya. Bolehkan?" tanya Rangga lagi. Nabila hanya ragu-ragu mendengar ajakan Rangga itu. Ia justru tidak bisa menjawabnya. "Tapi, ini kan sudah hampir malam. Lagipula..." "Ayolah Nabila!" potong Rangga. "Aku merasa, aku dan Vano ada ikatan batin yang kuat. Sama seperti saat Vano menemukanku di swalayan waktu itu," ujar Rangga lagi. Nabila hanya diam dan tidak menjawabnya. Ia menundukkan pandangannya dengan ragu. Masih berpikir. Rangga mengamatinya. "Lagipula, Vano sudah mandi dan sudah makan kan? Kita ajak Vano jalan-jalan di taman kota. Dia pasti senang," tambah Rangga lagi. Rangga berbicara dengan memperhatikan Vano. Vano terlihat amat lucu. Nabila ikut menengok ke arah Vano, sebentar. Benar juga. Vano mungkin juga butuh hiburan. Selama ini ia juga hanya berkutat pada tempat penitipan anak dan rumah kos Nabila yang sempit saja. Nabila akhirnya menganggu setuju. Karena Nabila pikir, tawaran itu juga baik untuk anaknya. Rangga akhirnya bisa tersenyum lebar mendengar Nabila yang akhirnya menyerah dengan penolakannya. Lagipula, jika Rangga mengingat sikap Nabila di kantor tadi, sepertinya Nabila bersikap sedikit berbeda. Seolah kembali ingin menjauh dari Rangga. Rangga tidak tahu apa alasannya. Tapi, saat ini Rangga ingin kembali Nabila bersikap seperti biasa padanya. Rangga kemudian segera menyalakan mesin mobilnya dan membawa Nabila dan Vano ke taman kota. *** Mereka sampai di taman kota. Setelah Rangga mematikan mesin mobilnya, mereka turun bersama. Rangga yang baru saja mengunci pintu mobilnya segera merebut Vano dari gendongan Nabila. Nabila kembali merasa terhenyak. "Ayo jagoan. Ikut dengan om Rangga," kata Rangga dengan senangnya. Nabila, hanya terdiam dan masih terkejut. Ia tidak bisa menahan Vano yang sudah ada di gendongan Rangga. "Nabila, kamu tunggu di sana saja." Rangga menunjuk sebuah bangku di pinggir taman kota. "Kita lihat seberapa dekatnya Vano denganku," ujar Rangga lagi. "Tapi..." "Sudahlah Nabila. Aku akan menunjukkan padamu kalau di antara kami memang ada sebuah chemistry," kata Rangga lagi dengan tersenyum. Tanpa menunggu persetujuan Nabila, Rangga membawa Vano menjauh darinya. Nabila memperhatikan anaknya yang hanya diam. Tapi, sepertinya Vano merasa senang-senang saja. Nabila akhirnya menuruti Rangga. Nabila juga berjalan mendekat ke bangku di taman kota itu. Dari sana, ia memperhatikan Rangga yang mengajak main Vano. Terdapat banyak fasilitas permainan di taman kota itu. Ada perosotan, ayunan, komedi putar mini dan yang lainnya. Rangga bergantian mengajak Vano bermain di prosotan ke ayunan. Kadang beralih tempat ke komedi putar mini. Sepertinya, Vano terlihat sangat menikmati bersama Rangga. Saat Nabila melihat Rangga, ada keharuan yang sangat mendalam berkecamuk di dalam dadanya. Ia tak sadar, saat itu segumpal air menggenang di sudut kelopak matanya. Sejak lahir, Vano sama sekali belum mendapatkan sentuhan seorang ayah. Bahkan sebelum Vano lahirpun, mantan suaminya sudah meninggalkan dirinya. Saat ini ia melihat Vano tidak pernah tertawa begitu lepas seperti itu sebelumnya. Ia dapat merasakan bahwa sepertinya Vano sangat bahagia sekali. Air mata Nabila menetes. Nabila tak kuasa menahannya lagi. Kemudian, ia menyekanya pelan. Nabila merasa, saat-saat seperti ini, adalah waktu yang paling membahagiakan baginya. Semakin lama hari sudah semakin gelap saja. Rangga mengajak Vano kembali ke arah Nabila kembali. Nabila lalu berdiri dan menjemput mereka. "Sepertinya dia mengantuk. Dari tadi dia menguap terus-menerus," kata Rangga sembari memberikan Vano pada Nabila. Nabila menerimanya dan menggendong Vano. Ia juga tersenyum dan mengusap-usap kepala Vano. Nabila heran, Vano yang biasanya kadang rewel jika mengantuk, tapi kali ini ia menunjukkan ekspresi begitu bahagia. Vano juga nampaknya justru enggan diajak pulang. "Kuantar kalian pulang. Kasihan Vano yang lelah," kata Rangga lagi yang ikut mengusap kepala Vano. Nabila tersenyum mengangguk dan menuruti tawaran Rangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN