“Hei, itu si anak cupu sama si anak aneh lagi berduaan!” bisik Clara ke telinga Rere.
Rere langsung menangkap isyarat dalam nada suara Clara. Jelas gadis itu memberikan suatu kode tertentu melalui kedipan matanya.
Rere tersenyum menanggapi. Dia dan Clara berjalan mendekat diam-diam untuk mengejutkan Syifa dan Amaya dari belakang. Kebetulan saat itu mereka berdua sedang duduk di atas anak tangga. Entah sedang membicarakan apa.
“DORRR!” teriak Rere dan Clara bersamaan.
“Aaaaahh!”
BRUAK!
Seruan keras itu membuat Syifa terkejut. Tetapi, bukan hal itu yang membuatnya jatuh tergelincir dari tangga.
Gadis itu didorong oleh Rere hingga tubuhnya terpental jatuh. Syifa berteriak lantang, meminta pertolongan. Sementara tangannya berusaha meraih pegangan tangga. Tetapi usahanya sia-sia sebab dia tak mampu meraihnya. Alhasil, tubuh Syifa jatuh dengan keras di anak tangga terbawah.
Gadis itu mengernyit kesakitan. Semua mata menatap ke arahnya, tetapi tak ada seorangpun yang datang menolong. Rere dan Clara saling tatap, keduanya tak tahu akan seperti ini jadinya.
“Aww, kakiku sakit!” seru Syifa sambil memegangi kaki kirinya yang terkilir.
Amaya tergopoh menghampirinya, berusaha membantu untuk berdiri. Dengan bantuan Amaya, Syifa menarik tubuhnya bangkit. Namun, rasa sakit dan nyeri yang luar biasa menyerang kakinya. Gadis itu kembali tersungkur di lantai. Amaya juga tak bisa berbuat apa-apa karena dia tak kuat mengangkat tubuh temannya.
“Ada apa ini?” tanya seseorang.
Syifa tak memperhatikan siapa dia. Yang paling dia pikirkan saat ini adalah kakinya.
“Kamu jatuh? Mana yang terluka?” tanya orang itu.
Baru kali inilah Syifa menatap wajahnya. Ternyata itu adalah Angga, cowok basket populer yang tempo hari menolongnya ke UKS.
“Mana yang sakit?” tanya cowok itu dengan penuh perhatian.
Syifa mendadak jadi salah tingkah. Dia merasa malu berhadapan dengan Angga secara langsung.
“Ehnngg, sebelah sini,” jawab Syifa sembari menunjukkan kaki kirinya yang nyeri.
“Coba aku lihat,” kata Angga.
Dia menyentuh kaki Syifa yang terluka dengan lembut, memeriksanya.
“Sepertinya kaki kamu terkilir. Kamu mau dibantu ke UKS?” tawarnya ramah.
Syifa merasakan degup jantungnya berdetak kencang. Cowok di hadapannya ini menatapnya dengan sorot mata yang kuatir. Syifa tak dapat menolak tawaran langka itu, meski harus menukarnya dengan apapun.
“T-terima kasih,” bisik Syifa dengan lirih.
Angga membopong tubuh Syifa sama seperti yang dilakukan oleh Amaya tadi. Tapi kali ini, dengan dorongan kekuatan dari Angga, Syifa akhirnya bisa berdiri. Tetapi, untuk berjalan dan menumpukan bobot tubuhnya pada kaki kiri, Syifa kembali mengernyit. Dia tak dapat menahan rasa sakitnya.
“Aduh,” serunya tak tertahankan.
“Sakit banget ya?” tanya Angga.
Syifa hanya bisa mengangguk.
“Baiklah, aku gendong aja kamu ke UKS,” ucapnya.
Syifa melongo. Belum sempat dia bereaksi, Angga sudah merubah posisinya dan mengangkat tubuh Syifa pelan-pelan.
Gadis itu merasakan wajahnya semakin hangat.
“Angga ....”
“Ssstt, udah kamu diem aja. Aku bawa kamu ke UKS kok. Jangan kuatir. Aku nggak akan macem-macem.”
Ucapan cowok itu membuat hati Syifa luluh seketika. Angga bukan hanya cowok yang populer, tapi dia juga baik.
“Mimpi apa aku semalam sampai bisa diperlakukan seperti ini oleh Angga?” pikir Syifa dengan hati riang.
Sementara itu tatapan semua orang di koridor tertuju pada mereka. Nampaknya bisik-bisik iri dilayangkan oleh para gadis ke arah Syifa.
Padahal selama ini Angga dikenal sebagai cowok yang cukup sulit untuk didekati. Tapi mengapa dia begitu baik kepada Syifa?
Tak hanya mereka, bahkan cewek sekelas Rere pun belum pernah berhasil mendekati Angga. Wajar saja jika saat ini dia begitu cemburu melihat kedekatan Syifa dengannya.
Clara yang berdiri di sampingnya berusaha untuk mengompori.
“Lihat tuh Re, kelakuan si cewek cupu! Beraninya dia merebut Angga dari elo!” ujar Clara dengan provokatif.
Rere berusaha untuk menyembunyikan rasa terbakar di dalam hatinya. “Halah, palingan juga dia cuma baik sekarang doang. Nanti si Angga nggak bakalan inget lagi sama dia.”
“Tapi ini bukan pertama kalinya loh, Re,” balas Clara.
Kening Rere berkerut heran. “Maksud lo apa?”
“Kemarin, waktu Tania nyuruh Syifa ke kantin dan beliin dia es krim, Syifa sempat pingsan karena kena bola basket nyasar. Dan elo tahu nggak, siapa yang nolongin dia ke UKS?”
Rere merasakan dadanya mulai bergemuruh hebat. “Siapa? Bukan Angga kan?”
“Yap, Angga-lah yang gendong dia sewaktu pingsan. Malah, dia sempat ribut sebentar sama cowok cupu di kelas sebelah. Siapa tuh namanya? Reza bukan sih?” jelas Clara.
“Lo serius?” timpal Rere dengan nada tak percaya.
Clara mengangguk sungguh-sungguh. “Sumpah, nggak bohong gue.”
Tiba-tiba saja, Rere merasakan adanya suatu kebencian yang bertambah kepada cewek cupu itu. Syifa, yang tak lebih dari seorang gadis miskin biasa dengan penampilan yang tidak menarik, mana mungkin bisa mengalahkan pesona dari Renita Cahya Kusuma?
“Ini benar-benar nggak bisa dibiarkan!” ucap Rere tak terima. “Cari tahu soal Angga sama siapa aja. Gue harus bisa deketin Angga gimanapun caranya!”
Clara mengangguk mengiyakan. “Lo nggak akan bisa kalah dari cewek cupu seperti Syifa, Re. Tenang aja.”
“Kamu nggak apa-apa kan?” tanya Angga untuk yang kesekian kalinya.
Dia berdiri di samping Syifa, menemaninya. Sementara Syifa tersenyum meringis sambil menahan kesakitan.
Kaki Syifa tengah diurut oleh seorang petugas UKS. Angga berulang kali bertanya apakah dia akan baik-baik saja.
Raut wajah gadis itu tak dapat menyembunyikan rasa sakit yang luar biasa.
“Kok bisa sih jatuh seperti tadi?”
Syifa tergagap menjawabnya. “A-aku terpeleset.”
“Hmm, lain kali lebih hati-hsti dong. Kan sayang kalau cewek manis kayak kamu harus lecet gara-gara jatuh.”
Ucapan Angga membuat wajah Syifa merona merah. Gadis itu memalingkan wajah, ingin menyembunyikan senyumnya. Mendadak saja rasa sakit di kakinya menjadi tidak terasa. Wajah Angga seolah menjadi anti rasa sakit baginya.
“Mana Syifa?” ujar Reza memasuki ruang UKS dengan tergesa-gesa.
Tatapan Reza menyapu seluruh ruangan hingga dia mendapati Syifa sedang terbaring di salah satu ranjang pasien.
“Syifa, kamu kenapa? Mana yang sakit? Katanya kamu jatuh dari tangga?” ucap Reza dengan nada panik.
Syifa menatap cowok itu dengan heran. “Aku nggak apa-apa kok, Za. Kamu kenapa kelihatan keringetan gitu?”
“Aku lari dari lapangan basket langsung kemari. Aku kaget sewaktu orang-orang bilang kamu jatuh –“
Tatapan Reza beralih ke Angga, seakan baru sadar jika dia ada di sana.
“Ngapain lo di sini, Ngga?” selidiknya.
“Gue cuma bantuin Syifa aja. Kebetulan gue sedang lewat di dekatnya waktu dia jatuh,” terang Angga.
“Apa jangan-jangan lo yang udah bikin Syifa celaka?” tuduh Reza.
“Hei, jangan sembarangan bicara. Gue kan nggak sejahat itu,” kata Angga.
“Kemarin lo udah bikin Syifa pingsan. Bukan nggak mungkin kalau sekarang lo bikin dia jatuh juga!”
Syifa yang melihat itu menjadi cemas. Dia tak mengerti kenapa Reza begitu tak senang jika Angga menolongnya. Padahal, bukan Angga penyebab dirinya jatuh, melainkan ....