Pembully itu Kembali

1118 Kata
Pagi itu, suasana di koridor sekolah masih agak lengang. Syifa berjalan dengan setengah melamun, pikirannya melayang ke tempat lain ketika dia mendengar suara ramai tak jauh darinya. Dia mendongak lantaran lamunannya buyar. Beberapa meter jauhnya, dia melihat tiga orang gadis yang berdiri mengerumuni seseorang. Kening Syifa berkerut dalam. Dia berjalan mendekat sembari terus memperhatikan apa yang terjadi. “Amaya?” gumamnya sendiri. Jaraknya masih cukup jauh dari mereka namun pandangannya sudah jelas. Dia dapat melihat siapa gadis yang berdiri di antara ketiga orang gadis lainnya. Itu jelas adalah Amaya, yang sedang dirundung oleh Rere dan geng. Syifa agak terkejut, sebab hari ini ketiga gadis pembully itu sudah masuk sekolah seperti biasa. Rere, Tania serta Clara ketiganya berdiri dengan gaya angkuh mereka, sembari membentak-bentak Amaya dengan tidak jelas. Entah apa yang mereka bicarakan. Syifa memutuskan untuk berjalan mendejat agar dirinya bisa mendengar apa permasalahan yang kali ini diungkit itu. “Cewek aneh kayak elo itu harusnya nggak perlu sekolah. Apalagi sekolah di sini,” ucap Tania dengan senyuman menghina. “Betul, Re. Lo seharusnya minta ke bokap lo untuk mengeluarkan dia saat ini juga!” sahut Clara turut memanasi. Syifa berdiri di balik salah satu pilar dan mengintai tanpa ketahuan. Dia tak ingin dicap sebagai sok pahlawan karena muncul tiba-tiba. “Gue masih terlalu baik sama dia. Jadi, gue masih ngebiarin aja. Tapi, lama-kelamaan dia mulai bertingkah juga rupanya. Nanti kalau gue tendang keluar dari sini, baru tahu rasa dia!” ucap Rere dengan nada sok berkuasa. Amaya berdiri diam saja, tak merespon ledekan mereka. “Heh, cewek aneh, emang bener ya, lo yang bikin kit semua celaka?” selidik Clara dengan nada menuduh yang jelas. “Jawab dong! Telinga lo masiu berfungsi kan?” samber Tania dengan galak. Ketiga cewek itu mengelilingi Amaya, membuatnya nampak seperti seorang mangsa yang dikepung musuh. “Jangan sembarangan nuduh!” balas Amaya dengan datar. “Emang bener kan, lo udah bikin Tania dan Rere celaka terus bikin gue malu di depan seluruh sekolah. Lo sengaja pengen balas dendam sama kita?” desak Clara. Amaya diam, menatap mereka bertiga dengan tatapan yang tajam. “Ngaku aja! Lo pasti yang bikin kami jadi gitu. Cuma elo yang selama ini bikin kami celaka. Nggak mungkin orang lain!” “Buktikan!” tantang Amaya dengan tenang. Mendapatkan respon yang tak terduga seperti itu, membuat Rere mendelik ke arahnya. Cewek itu mendorong tubuh Amaya ke belakang, membuatnya nyaris jatuh. “Beraninya lo sama gue! Apa perlu gue tendang beneran dari sini?” Amaya nampak tersenyum, mungkin sengaja menentang sikap Rere padanya. Jelas saja Rere dan dua temannya semakin meradang. Selama ini jika mereka bertiga membully Syifa, gadis itu pasti akan mengalah dan tak berani melawan. Sebab ancaman Rere selalu membuatnya tak berkutik. Tetapi, hal ini tak berlaku bagi Amaya, yang bersekolah di sini bukan karena beasiswa. Jadi, Rere tak akan bisa sembarangan meminta ayahnya untuk mengeluarkan Amaya dari sekolah ini. “Silakan aja. Aku nggak takut!” ucap Amaya dengan jelas. Wajah Rere nampak merah karena marah. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuh, seakan ingin melampiaskan amarahnya pada Amaya. Syifa diam-diam tersenyum senang, menyaksikan kejadian itu. Akhirnya ada juga seseorang yang berani dan secara terang-terangan melawan Rere hingga seperti itu. Sikap Amaya sungguh dapat mewakili perasaan marah Syifa yang terpendam selama dua tahun ini. “Lo bener-bener kurang ajar!” ucap Rere seraya mengangkat tangannya. Sebelum tangan itu sempat mendarat di wajah Amaya, gadis itu sudah mencekalnya dengan erat. Akibatnya, tangan Rere tertahan di udara dalam cengkeraman Amaya. “Jangan berani menyentuhku. Atau aku akan melukaimu lagi!” Ucapan itu membuat gerakan Rere terhenti. Dia menatap ekspresi wajah Amaya yang kelihatan garang dan menyeramkan itu. Tentu saja dia langsung teringat pada kejadian-kejadian sebelumnya. Ketika dia mencoba menyakiti Amaya, justru gadis itulah yang mampu melukai dirinya dan membuatnya sampai masuk ke dalam rumah sakit. Rere sebetulnya merasa trauma dan takut pada Amaya. Dia tak ingin kejadian itu terulang kembali. Meski tubuh Amaya kecil dan nampak ringkih, tetapi ternyata dia memiliki kekuatan yang tak sebanding dengan Rere. “Lepasin Rere!” ucap Tania dengan berang. Kedua teman Rere itu menatap Amaya dengan mata melotot lebar. Syifa tahu, mereka berdua juga sebenarnya merasa agak takut padanya. Kejadian-kejadian mengerikan dan beragam kecelakaan yang terjadi itu sangat aneh, yang entah mengapa mereka hubungkan dengan Amaya. Meski tak ada bukti kuat, tetapi mereka memiliki keyakinan untuk bisa memberondong Amaya sepagi ini. Apalagi mereka sadar dengan apa yang bisa dilakukan oleh gadis aneh itu. “Aku akan lepaskan jika kalian berjanji untuk tidak menggangguku lagi,” ucap Amaya. Rere berusaha menarik tangannya agar terlepas, namun kekuatan Amaya jauh melebihi ekspektasinya. Gasis itu mencengkeram tangan Rere semakin erat, membuatnya ketakutan. “Oke, oke, kita janji nggak ganggu elo. Lepasin tangan Rere sekarang!” ucap Clara berusaha membujuk. Anaya tidak segera melepasnya. Namun Rere menyentak tangannya hingga terlepas. Dia terengah-engah menghadapi Amaya. Tania berdiri di samping Rere dan nampak ingin melindunginya. Sementara Clara minggir dari jalan dan memberi ruang bagi Amaya untuk pergi. Tanpa sepatah kata, Amaya berjalan pergi dengan tenang, tanpa terburu-buru. Dia nampak biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Ketiga cewek itu menatap punggung Amaya yang menjauh dengan sorot mata tajam. “Sialan! Dia benar-benar bikin gue merinding!” ucap Tania. “Jangan-jangan bener, bahwa dia main ilmu hitam buat halas dendam ke kita?” balas Clara. Rere melirik temannya dengan sorot tak senang. “Nggak usah ngomongin yang aneh-aneh, Ra! Lo itu nggak masuk akal!” sergah Rere membantah. “Tapi apa coba, penjelasan yang masuk akal untuk setiap tindakan Amaya yang aneh itu? Juga gimana menghubungkan dia dengan ssmua kecelakaan yang terjadi sama kita?! Seolah dia mampu membuat kita semua celaka tanpa perlu menyentuh kita.” Ucapan Clara juga membuat kening Syifa berkerut dalam. “Itu pasti hanya kebetulan. Kita celaka sendiri. Kan udah kuta bahas persoalan ini berkali-kali. Bukan Amaya penyebabnya.” “Lo berdiri di pihak siapa sih sebenernya, Tan? Pihak gue dan Rere atau Amaya?” “Ya gue ada di pihak kalian lah! Tapi bukan berarti gue bisa menerima pemikiran lo yang nggak logis itu! Mana mungkin Amaya bisa membuat kita semua celaka begitu aja. Nggak masuk akal!” “Tapi gue yakin itu semua ada hubungannya dengan Amaya.” “Oh ya? Dengan apa? Dukun? Astaga, hari gini lo masih percaya aja sama takhayul!” “Udah, udah! Cukup!” lerai Rere dengan jengah. “Ngapain sih lo berdua berantem sendiri? Nggak jelas banget. Bikin gue tambah pusing aja!” Tania dan Clara diam. Keduanya saling tatap dengan tak senang. Masing-masing masih bertahan dengan pendiriannya. “Entah gimana caranya dia bisa melakukan itu. Tapi gue yakin itu perbuatan Amaya untuk balas dendam. Lihat aja nanti, suatu saat gue akan menemukan caranya!” ucap Clara penuh tekad.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN